بسم الله الرحمن الرحيم
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani قدس ﷲ سره mengungkapkan pentingnya ber-talqin kepada Wali Mursyid sebelum melakukan proses lebih lanjut dalam bimbingan ruhani Thariqat / Tasawuf / Hakikat, sebab menurutnya, Allah سبحانه وتعالى telah berfirman ;
“Dan (Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat Takwa.”
Surah Al-Fath : ayat 26.
Yakni kalimat " لاَ اِلَهَ اِلاّ اللهُ " , dengan syarat kalimat tersebut (sebagai talqin) diambil dari orang yang kalbunya bertakwa sempurna dan suci dari segala sesuatu selain Allah.
Bukan sekadar kalimat " لاَ اِلَهَ اِلاّ اللهُ " yang diambil dari mulut orang awam. Meski lafaznya satu, tetapi benihnya berbeza. Bibit Tauhid yang hidup tentu saja diambil dari hati yang hidup, sehingga benihnya berkualiti. Sedangkan, bibit yang tidak berkualiti tidak akan dapat tumbuh dengan baik. Maka, kalimat tauhid yang diturunkan dalam Al-Qur’an memiliki dua makna.
Pertama, kalimat tauhid, " لاَ اِلَهَ اِلاّ اللهُ " yang memiliki makna zahir saja.
Sebagaimana, firman Allah سبحانه وتعالى :
“Apabila dikatakan kepada mereka, " لاَ اِلَهَ اِلاّ اللهُ " mereka menyombongkan diri.”
Surah Ash-Shâffât : ayat 35.
Kalimat " لاَ اِلَهَ اِلاّ اللهُ " yang dimaksud dalam ayat ini merupakan hak bagi orang awam.
Kedua, Allah سبحانه وتعالى menurunkan kalimat " لاَ اِلَهَ اِلاّ اللهُ " disertai dengan pengetahuan yang hakiki. Allah سبحانه وتعالى berfirman :
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan mohonlah ampun bagi dosa mu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan.”
Surah Muhammad : ayat 19.
Ayat ini menjadi asbabun Nuzul bagi adanya talqin zikir untuk orang-orang khusus yang ingin wusûl kepada Allah. Sebagaimana yang diungkapkan pengarang Kitab “Bustân Asy-Syâri’ah” diterangkan,
“Orang yang pertama kali menginginkan jalan terdekat kepada Allah, terunggul, tetapi termudah melalui Nabi صلى الله عليه وسلم ialah Sayyidina Ali bin Abi Talib رضى الله عنه. Ketika Sayyidina Ali رضى الله عنه meminta, Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak langsung menjawab tetapi menunggu wahyu. Maka, datanglah Jibril dan menalqinkan kalimah " لاَ اِلَهَ اِلاّ اللهُ " tiga kali dan Nabi صلى الله عليه وسلم mengucapkannya tiga kali. Selanjutnya, Nabi صلى الله عليه وسلم mendatangi para Sahabat dan Nabi صلى الله عليه وسلم mentalqin para Sahabat secara berjamaah.”
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :
“Kita telah kembali dari perang kecil ke perang besar yakni perang melawan hawa nafsu.”
HR. Al-Baihaqi.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda ;
HR. Al-Baihaqi.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda ;
“Musuh mu yang paling utama ialah nafsu mu yang berada di antara kedua lambung mu.”
HR. Al-Baihaqi.
Menurut Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani ;
HR. Al-Baihaqi.
Menurut Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani ;
“Mahabbah (cinta) kepada Allah tidak akan tercapai, kecuali setelah engkau melumpuhkan musuh-musuhNya yang ada di dalam wujud mu sendiri... Seperti halnya, nafsu ammarah, lawamah dan mulhamah, setelah terlumpuhkan maka lantas membersihkan diri dari sifat-sifat bahimiyah (binatang jinak) yang tercela, seperti makan, minum, tidur dan bercanda yang berlebihan.
Juga membersihkan hati dari sifat-sifat sabu’iyyah (binatang buas), seperti marah, mencaci, memukul, memaksa. Juga membersihkan diri dari dari sifat syaitaniyah (sifat-sifat syaitan), seperti sombong, ujub, hasad, dengki, dendam, dan dari sifat-sifat badan dan hati yang tercela lainnya.
Jika engkau sudah bersih dari sifat-sifat tercela tadi, bererti engkau sudah bersih dari sumber dosa. Maka engkau termasuk orang-orang suci dan ahli taubat.
Allah سبحانه وتعالى berfirman :
Juga membersihkan hati dari sifat-sifat sabu’iyyah (binatang buas), seperti marah, mencaci, memukul, memaksa. Juga membersihkan diri dari dari sifat syaitaniyah (sifat-sifat syaitan), seperti sombong, ujub, hasad, dengki, dendam, dan dari sifat-sifat badan dan hati yang tercela lainnya.
Jika engkau sudah bersih dari sifat-sifat tercela tadi, bererti engkau sudah bersih dari sumber dosa. Maka engkau termasuk orang-orang suci dan ahli taubat.
Allah سبحانه وتعالى berfirman :
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Surah Al-Baqarah : ayat 222.
Adapun orang yang hanya bertaubat dari dosa zahiriah saja maka tidak termasuk yang disinggung ayat ini. Meskipun dia dapat juga disebut tâ’ibun (orang yang bertaubat), tetapi belum menjadi tawwab (orang-orang yang bertaubat dengan sebenar-benarnya). Kata tawwâb dalam bahasa Arab ini menggunakan shigah mubâlaghah atau superlatif yang dimaksud adalah taubatnya orang-orang yang khusus (al-khawwâsh).
Perumpamaan orang yang taubat dari dosa zahiriah saja adalah seperti orang yang memotong rumput tapi di batangnya saja. Dia tidak mahu berusaha mencabutnya dari akar. Maka, pasti nantinya akan tumbuh kembali, bahkan lebih lebat dari sebelumnya.
Berbeza dengan orang yang bertaubat secara sungguh-sungguh dari dosa akhlak-akhlak buruk. Ia seperti orang yang mencabut rumput hingga akar-akarnya.
Maka, dapat dipastikan ia tidak akan tumbuh lagi, kalaupun ada itu termasuk hal yang langka.”
Menurut Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani قدس ﷲ سره ; Hal keadaan talqin di sini,
"seperti orang memotong rumput" adalah alat untuk “memotong” segala sesuatu selain Allah سبحانه وتعالى dari hati orang yang di-talqin. Seperti yang kita ketahui, orang yang tidak mahu “memotong” “pohon pahit” (tidak mahu menempuh perjalanan pahit) tidak akan mampu sampai pada tempat “pohon manis”.
Berfikirlah wahai manusia yang memiliki pandangan hati. Semoga engkau berbahagia (dan wushûl kepada Allah).
Allah سبحانه وتعالى berfirman :
Surah Al-Baqarah : ayat 222.
Adapun orang yang hanya bertaubat dari dosa zahiriah saja maka tidak termasuk yang disinggung ayat ini. Meskipun dia dapat juga disebut tâ’ibun (orang yang bertaubat), tetapi belum menjadi tawwab (orang-orang yang bertaubat dengan sebenar-benarnya). Kata tawwâb dalam bahasa Arab ini menggunakan shigah mubâlaghah atau superlatif yang dimaksud adalah taubatnya orang-orang yang khusus (al-khawwâsh).
Perumpamaan orang yang taubat dari dosa zahiriah saja adalah seperti orang yang memotong rumput tapi di batangnya saja. Dia tidak mahu berusaha mencabutnya dari akar. Maka, pasti nantinya akan tumbuh kembali, bahkan lebih lebat dari sebelumnya.
Berbeza dengan orang yang bertaubat secara sungguh-sungguh dari dosa akhlak-akhlak buruk. Ia seperti orang yang mencabut rumput hingga akar-akarnya.
Maka, dapat dipastikan ia tidak akan tumbuh lagi, kalaupun ada itu termasuk hal yang langka.”
Menurut Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani قدس ﷲ سره ; Hal keadaan talqin di sini,
"seperti orang memotong rumput" adalah alat untuk “memotong” segala sesuatu selain Allah سبحانه وتعالى dari hati orang yang di-talqin. Seperti yang kita ketahui, orang yang tidak mahu “memotong” “pohon pahit” (tidak mahu menempuh perjalanan pahit) tidak akan mampu sampai pada tempat “pohon manis”.
Berfikirlah wahai manusia yang memiliki pandangan hati. Semoga engkau berbahagia (dan wushûl kepada Allah).
Allah سبحانه وتعالى berfirman :
“Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan kesalahan-kesalahan.”
Surah Asy-Syûrâ : ayat 25.
Allah سبحانه وتعالى juga berfirman :
Surah Asy-Syûrâ : ayat 25.
Allah سبحانه وتعالى juga berfirman :
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan beramal soleh maka kesalahan mereka diganti oleh Allah dengan kebaikan.”
Surah Al-Furqân ayat : 70.
[ Sirrul Asrar - Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani قدس ﷲ سره ]
Surah Al-Furqân ayat : 70.
[ Sirrul Asrar - Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani قدس ﷲ سره ]
No comments:
Post a Comment