Wednesday, October 30, 2019

"EMPAT KESALAHAN"

Aku berfikir bahwa aku mengingat-Nya⁣⁣
bahwa aku mengetahui-Nya⁣⁣
bahwa aku mencintai-Nya⁣⁣
dan bahwa aku mencari-Nya;⁣⁣
⁣⁣
Tetapi ketika aku telah mencapai-Nya,⁣⁣
aku melihat bahwa ingatnya Dia terhadapku mendahului ingatnya aku terhadap-Nya,⁣⁣
dan pengetahuan-Nya mengenai diriku mendahului pengetahuanku mengenai-Nya⁣⁣,
dan cinta-Nya terhadapku lebih dahulu daripada cintaku terhadap-Nya,⁣⁣
dan Dia telah mencariku agar aku mulai mencari-Nya.⁣⁣

[ Sayyidi Syeikh Abu Yazid al-Busthami قدس الله سره ]


BAHAYA DURHAKA KEPADA GURU


Berkata Al-Habib Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki رحمة الله تعالى :

أغضب من الطالب الذي لا يحترم أستاذه ولو كان الأستاذ صاحبه 


“Aku marah terhadap murid yang tidak menghormati gurunya, meskipun sang guru adalah temannya.”


Berkata Imam Nawawi 
رحمة الله تعالى :

ينبغى للمتعلم أن يتواضع لمعلمه ويتأدب معه

“Seyogyanya bagi seorang murid harus merendahkan diri kepada gurunya dan beradab baik kepadanya.” 

وإن كان أصغر منه سنا و اقل شهرة ونسبا وصلاحا لتواضعه يدرك العلم

“Meskipun sang guru tersebut lebih muda, tidak popular dan lebih rendah nasab serta keshalehannya dari sang murid. Kerana ilmu bisa diperoleh dengan kerendahan hati dari seorang murid.” 

Beliau juga berkata :

عقوق الوالدين تمحوه التوبة وعقوق الأستاذين لا يمحوه شيئ البتة

“Dosa durhaka kepada kedua orang tua bisa dihapus dengan taubat kepada Allah, sedangkan dosa durhaka kepada guru tidak bisa dihapus oleh sesuatu apapun (kecuali redha dari guru tersebut).” 


Al-Habib ‘Abdullah bin ‘Alwi al-Haddad رحمة الله تعالى berkata :

واضر شيئ على المريد تغير قلب الشيخ عليه

“Paling berbahayanya bagi seorang murid (orang yang ingin sampai kepada keredhaan Allah) adalah berubahnya hati dari seorang guru kepadanya.” 

ولو اجتمع على إصلاحه بعد ذلك مشايخ المشرق والمغرب لم يستطيعوه إلا أن يرضى عنه شيخه

“Jikalau semua guru dari timur dan barat berkumpul untuk memperbaiki keadaan si murid, maka mereka tidak akan mampu kecuali gurunya telah redha kembali kepadanya.”


Taubat Nasuha

Dalam salah satu atsar disebutkan, "Tidak ada suara yang lebih dicintai Allah Ta'ala daripada suara hamba yang bertaubat dari dosanya seraya berucap, "Yaa Rabb..."

Lalu Allah berfirman, "Labbaika... Wahai hamba-KU, mintalah apa yang engkau kehendaki. Di hadapan-KU engkau seperti sebagian malaikat-KU. AKU berada di sebelah kananmu, di sebelah kirimu dan di atasmu.

AKU dekat di lubuk hatimu. Wahai para malaikat-KU, saksikanlah bahwa sesungguhnya AKU telah memberikan ampunan untuknya."

[ Disarikan dari kitab Tanwirul Qulub, hal. 210, Syeikh Muhammad Amin al Kurdi رحمة الله تعالى ]



Jangan Berputus Asa Dalam Berdoa


Hadith Sunan Abu Daud


Kitab Solat


Bab : Jangan Berputus Asa Dalam Berdoa


Halaman : 1269


حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ فَيَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي

Telah menceritakan kepada Kami Al Qa'nabi dari Malik dari Ibnu Syihab dari Abu 'Ubaid dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah  bersabda: "Diperkenankan (doa) bagi salah seorang diantara kalian selama ia tidak terburu-buru, ia mengatakan; aku telah berdoa namun belum dikabulkan."



Darjat Sebagai Syuhada

Hadith Sunan Abu Daud

Kitab Solat


Bab : Darjat Sebagai Syuhada


Halaman : 1299


حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ خَالِدٍ الرَّمْلِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ شُرَيْحٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ صَادِقًا بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ

Telah menceritakan kepada Kami Yazid bin Khalid Ar Ramli, telah menceritakan kepada Kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada Kami Abdurrahman bin Syuraih dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif dari ayahnya, ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda: "Barang siapa yang memohon kepada Allah agar meninggal dalam keadaan syahid dengan jujur, maka Allah akan menyampaikannya kepada darjat para syuhada walaupun dia mati di atas tempat tidurnya."



RABITHAH MURSYID

Imam Al-Bazzar رحمة الله تعالى meriwayatkan dari Ibnu Abbas رضى الله عنه, ia mengatakan, seseorang bertanya, "Ya Rasulullah , siapa para wali Allah itu? Baginda ﷺ menjawab, “Orang-orang yang jika mereka dilihat, mengingatkan kepada Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir III/83).

Orang-orang yang apabila mereka dilihat mengingatkan kepada Allah kerana mereka senantiasa berdzikir kepada Allah sehingga seluruh badan mereka diliputi cahaya Allah (Nuurun 'Alaa Nuurin).

Sesuai dengan firman Allah سبحانه وتعالی (An Nahl : 128) “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa (yang dikasihi) dan orang-orang yang berbuat ihsan.”

"Tak dapat memuat Dzat-Ku, bumi dan langit-Ku, yang dapat memuat Dzat-Ku ialah hati hamba-Ku/kekasih-Ku yang suci, lunak dan tenang!”

Atas karunia inilah mereka membimbing manusia agar manusia bermakrifat kepada Allah. Jika wajah mereka dipandang maka orang akan memandang cahaya Ilahi, inilah dasar Rabithah dalam Thariqat.

Kita berkewajiban untuk senantiasa beserta Allah agar memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Rabithah adalah bagian dari ikhtiar kita agar senantiasa beserta dengan Allah. Jika belum mengenal Allah dengan benar maka kita dekatkan diri kepada orang yang telah beserta dengan Allah sebagaimana Sabda Rasulullah 
 :

“Adakanlah (jadikanlah) dirimu (ruhanimu) beserta Allah, jika Engkau belum bisa menjadikan dirimu (ruhanimu) beserta Allah, maka adakanlah (jadikanlah dirimu (ruhanimu) beserta dengan orang yang beserta Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang menghubungkan engkau kepada Allah (yaitu ruhaninya)." (HR. Abu Daud).

Jadi, Rabithah adalah menggabungkan ruhani murid dengan ruhani Guru, sambung menyambung sampai kepada Rasulullah 
. Rabithah secara awam adalah mengingat Kekasih Allah dan tentu saja makna hakiki dari Rabithah bukan sekedar mengingat, kerana mengingat masih kerja akal sedangkan akal bersifat baharu yang tidak mungkin menjangkau YANG MAHA QADIM. Wallaahu a'lam.


اللهم صلي على سيدنا محمد عبدك ونبيك ورسولك النبي الامي وعلى اله وصحبه وسلم تسليما بقدر عظمة ذاتك في كل وقة وحين


DALIL Keharusan Zikir Jahar dan Berkumpulan


Dalil Pertama

Hadith Qudsi riwayat Imam Bukhari dan Muslim: Rasululllah 
 bersabda: Allah berfirman: "Aku berada di sisi sangkaan hamba-Ku kepada Ku, dan Aku bersamanya jika ia ingat (zikir) akan Ku, jika ia berzikir sendirian, Aku akan ingat akan dia sendirian, jika ia berzikir dalam kumpulan maka Aku akan ingat padanya dalam kumpulan yang lebih baik dari mereka."

Berkata Imam Sayuti 
رحمة الله تعالى: "Berzikir dalam kumpulan tidak dilakukan melainkan dengan secara kuat, dan Hadith itu membuktikan keharusannya."



Dalil Kedua

Riwayat Imam Bukhari dan Muslim daripada Abu Hurairah 
رضى الله عنه seterusnya sabda Rasulullah : "Sesungguhnya Malaikat-malaikat mencari ahli zikir, jika mereka bertemu sekumpulan yang berzikir mengingati Allah mereka akan mengajak yang lain ikut bersama dan mengembangkan sayap mereka ke langit, dan apabila mereka, ahli berzikir bersurai, semua malaikat naik ke langit dan Allah bertanya (dan Dia lebih mengetahui akan hal mereka), "Dari mana datangnya kamu?" Malaikat menjawab: "Kami datang dari sekumpulan hamba-hamba-Mu di bumi yang bertasbih, bertakbir dan bertahlil." Allah berfirman: "Adakah mereka dapat melihat-Ku? Malaikat menjawab: "Tidak." Allah berfirman: "Jikalau mereka dapat melihat-Ku?" Malaikat menjawab: "Akan lebih bersungguh-sungguh pujian dan tasbih mereka." Maka Allah berfirman: "Saksikanlah bahawasanya Aku telah mengampuni mereka." Berkata seorang Malaikat: "Si Fulan bukan dari kalangan mereka dia hanya datang untuk sesuatu hajat," Allah berfirman: "Mereka kaum yang tidak merugikan teman mereka."


Hadith ini menujukkan kelebihan:

(1) Duduk berzikir beramai-ramai.

(2) Bolehnya Zikir dilakukan secara jahar, jika tidak, maka tidak ada ertinya mereka duduk beramai-ramai dengan berzikir.


Dalil Ketiga

Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Imam Ahmad, Muslim, Tirmizi, An-Nasa'i daripada Sayyidina Muawiyah رضى الله عنه: "Rasulullah  menemui sekumpulan sahabat dan bertanya: "Mengapa kamu semua berkumpul?" Sahabat menjawab: "Kami duduk berzikir mengingati Allah dan bertahmid bersyukur atas petunjuk dan hidayat Islam." Rasulullah  kemudian bersabda: "Apakah benar kamu duduk untuk berzikir sahaja?" Sahabat menjawab: "Sungguh kami tidak duduk berkumpul melainkan untuk berzikir." Rasulullah  bersabda: "Aku datang bukan untuk menyalahkan kamu, tetapi Jibril datang kepadaku membawa berita yang Allah 
سبحانه وتعالی menurunkan malaikat mengelilingi kamu."


Dalil Keempat


Riwayat Imam Ahmad dari Anas رضى الله عنه: "Abdullah bin Rawahah 
رضى الله عنه apabila bertemu seorang sahabat Rasulullah , beliau akan berkata: "Mari kita beriman dengan Tuhan kita selama satu jam." Dan suatu hari, seorang lelaki marah dan mengadu kepada Rasulullah . "Lihatlah Ibnu Rawahah, dia hanya ingin beriman satu jam sahaja." Nabi ﷺ bersabda: "Allah merahmatinya, dia menyukai Majlis yang dikelilingi Malaikat."



Dalil Kelima

Rasulullah  bersabda: "Tidak duduk sesuatu kaum berzikir kecuali dikelilingi malaikat, dan diliputi rahmat, dan diturunkan ketenangan, dan Allah mengingati sesiapa yang berada di dalam Majlis itu."

Berkata Rasulullah : "Mereka itu adalah kumpulan daripada pecahan kabilah-kabilah, mereka berkumpul sambil berzikir pada Allah dan mereka menyebut dengan sebaik-baik perkataan seperti mereka memilih buah tamar yang baik." 



Dalil Keenam

Riwayat Hakim dan Baihaqi daripada Abu Sa'id Al Khudri رضى الله عنه: Rasulullah  bersabda: "Perbanyakanlah zikir kepada Allah sehingga mereka berkata: Sesungguhnya dia gila."



Dalil Ketujuh

Riwayat Tabrani: Ibnu Abbas 
رضى الله عنه berkata: Sabda Rasulullah : "Berzikirlah sehingga orang-orang munafiq mengatakan: Mereka menunjuk-nunjuk." 


Dalil Kedelapan

Riwayat Baihaqi daripada sebahagian sahabat: "Aku berjalan bersama Rasulullah  pada suatu malam, dan kami lalu dihadapan seorang lelaki di Masjid yang menguatkan suaranya. Maka aku berkata: Dia sedang menunjuk-nunjuk. Nabi 
ﷺ menjawab: Tidak, tetapi dia sedang bermunajat kepada Allah." 


Dalil Kesembilan

Diriwayatkan daripada Ibnu Jarir dan Thabrani daripada Abdurrahman Bin Sahl 
رضى الله عنه: Turun ayat ini kepada Rasulullah : "Dan jadikanlah dirimu sentiasa berdamping rapat dengan orang-orang yang beribadat kepada Tuhan mereka..." (Surah Al-Kahf ayat 28), ketika Baginda ﷺ berada di dalam rumahnya, dan kemudian Baginda  keluar dan bertemu sekumpulan yang berzkir dan langsung duduk bersama mereka dan bersabda: "Syukur kepada Allah yang menjadikan aku bersama mereka."



Dalil Kesepuluh

Riwayat Imam Bukhari dan Muslim bahawa Ibnu Abbas 
رضى الله عنه berkata: "Sesungguhnya meninggikan suara ketika berzikir dalam berkumpulan dicatatkan sebagaimana yang dilakukan di zaman Rasulullah ."



Dalil Kesebelas

Imam Nawawi 
رضى الله عنه di dalam kitab Syarah Sahih Muslim: "Digalakkan tinggi suara waktu berzikir dan Ibnu Hazam gemar melakukannya."



Dalil Keduabelas

Riwayat Imam Hakim daripada Sayyidina Umar 
رضى الله عنه: Rasulullah ﷺ bersabda: "Sesiapa yang memasuki ke dalam Majlis keramaian dan berucap, "Tiada Tuhan selain Alah, untuknya kerajaan ini dan segala pujian, menghidupkan dan mematikan, dan kebaikan di bawah kuasanya, dan Allah berkuasa melakukan ke atas setiap sesuatu." Allah akan menuliskan padanya ribuan pahala kebaikan."



Dalil Ketigabelas

Hadith daripada Sayyidina Umar 
رضى الله عنه yang disebut Imam Bukhari dalam kitabnya: "Bahawasanya Umar pernah bertakbir di dalam kubah di Mina, dan didengari orang-orang di Masjid dan mereka mengikutinya, dan orang ramai bertakbir sehingga bergegar Mina."



Dalil Keempatbelas

Berkata Syeikh Abdul Haww Ad-Dahlawi 
رضى الله عنه: "Berzikir dan bertilawah dengan lantang, dan berkumpul di dalam Majlis dan Masjid disyariatkan."



Dalil Kelimabelas

Dan telah thabit Rasulullah  berzikir dan berdoa dengan suara yang kuat dalam banyak peristiwa. Di dalam Sahih Bukhari tertulis: Apabila Sahabat sibuk mengorek lubang (jurang) dan mereka berasa lapar. Rasulullah  melihat keadaan mereka dan bersabda: "Ya Allah, tiada kehidupan melainkan kehidupan di Akhirat, maka ampunilah orang-orang Ansar dan Muhajirrin." 



Dalil Keenambelas

Riwayat Abu Na'im 
رضى الله عنه di dalam kitab (Hiyatil Auliya') daripada Ibnu Jabir رضى الله عنه berkata: "Abu Muslim Al-Khaulani رضى الله عنه banyak menguatkan suara ketika bertakbir walaupun dengan kanak-kanak, beliau berkata: "Berzikirlah sehingga orang Jahil mengatakan kamu semua dari kalangan orang gila."



Beberapa perkara yang disyariatkan secara Jahar


Disunnatkan bacaan kuat:

(1) Pada dua rakaat pertama pada Sholat Subuh, Maghrib dan Isya', walaupun seorang diri.

(2) Disunnatkan membaca talbiah dengan kuat setelah menjatuhkan niat Haji atau Umrah.

(3) Disunnatkan bacaan azan dengan kuat.


Kesimpulannya

Zikir Jahar itu bukanlah satu bid'ah dan bukanlah bermakna Allah سبحانه وتعالی tidak mendengar. Tetapi ia lebih kepada manfaat orang yang berzikir.

Antaranya:

1) Memahat hati dengan zikrullah tersebut, apabila diulangi berkali-kali.

2) Hati itu lebih keras dengan dosa sebagaimana Firman Allah dalam Surah Al Baqarah - ayat 74;

Ertinya: "Kemudian sesudah itu, hati kamu juga menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu ada yang terpancar dan mengalir air sungai daripadanya dan ada pula di antaranya yang pecah-pecah terbelah lalu keluar air mata air daripadanya dan ada juga di antaranya yang jatuh kebawah kerana takut kepada Allah; sedang Allah tidak sekali-kali lalai daripada apa yang kamu kerjakan."

Maka yang keras itu tak dapat dipecahkan, melainkan dengan pukulan yang kuat.

1) Zikir Jahar menghilangkan ngantuk dan kelalaian.

2) Zikir Jahar mendatangkan kesegaran dan semangat.

3) Zikir Jahar sangat baik untuk murid-murid permulaan dalam jalan menuju Allah.

Hadis Ibnu Umar رضى الله عنه yang berkata:

Sabda Sayyidina Muhammadur Rasulullah  : “Jika kamu melewati taman-taman Syurga maka berseronok-seronoklah. Para Sahabat pun bertanya: “Apakah Taman-taman Syurga itu ya Rasulullah?” Rasulullah  bersabda: “HALAQAH (majlis) ZIKIR! Kerana sesungguhnya Allah سبحانه وتعالی mempunyai Malaikat-malaikat yang berkeliaran mencari halaqah zikir, maka jika mereka mendapati majlis zikir itu, mereka akan bertindan-tindan atas mereka.” [Diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi dan selain dari keduanya].

Berzikir dengan metode jahar memiliki sandaran kuat dari Al-Qur’an dan Hadits. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala:

“Maka jika engkau telah menunaikan solat, berzikirlah kepada Allah dengan keadaan berdiri, duduk dan berbaring.” [QS. An-Nisaa’ : 103].

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim:

Dari Ibnu ’Abbas رضى الله عنه berkata: "Bahawasanya  zikir dengan suara keras setelah selesai solat wajib adalah biasa pada masa Rasulullah ﷺ." Kata Ibnu ’Abbas 
رضى الله عنه lagi, “Aku segera tahu bahawa mereka telah selesai solat, kalau suara mereka membaca zikir telah kedengaran.” [Lihat Sahih Muslim I, Bab Solat. Hal senada juga diungkapkan oleh al Bukhari (lihat: Sahih al Bukhari hal : 109, Juz I)].


“Dari Abu Hurairah رضى الله عنه bahawasanya Rasulullah  bersabda: Allah berfirman: "Aku bergantung kepada prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku menyertainya ketika mereka berzikir. Apabila mereka menyebut-Ku di dalam dirinya, maka Aku sebut dirinya di dalam diri-Ku. Apabila mereka menyebut-Ku di tempat yang ramai, maka Aku sebut mereka di tempat yang lebih ramai dari itu.”

As-Sayyid Syeikh Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani 
رحمة الله تعالى mengatakan bahawa hadits ini menunjukkan bahawa menyebut di tempat keramaian itu (fil-Mala-i) tidak lain adalah berzikir jahar (dengan suara keras), agar seluruh orang-orang yang ada di sekitarnya mendengar apa yang mereka sebutkan (dari dzikirnya itu). [Abwabul Faraj, Pen. Al Haramain, tth., hal. 366].

Habib Ali bin Hasan al Aththas 
رحمة الله تعالى Kitabnya Al Qirthas juga mengungkapkan hadits di atas untuk mendukung dalil zikir dengan jahar. Selanjutnya beliau mengatakan bahawa tanda syukur adalah memperjelas sesuatu dan tanda kufur adalah menyembunyikannya. Dan itulah yang dimaksud dengan ‘zikrullah’ dengan mengeraskan suaranya dan menyebarluaskannya. [Terj. Al-Qirthas, Darul Ulum Press, 2003, hal. 190].

Dari Zaid bin Aslam رضى الله عنه bahawasanya Ibnu Adra’ 
رضى الله عنه berkata : "Aku telah berjalan bersama Nabi  di suatu malam, maka Baginda ﷺ melewati seorang laki-laki yang sedang berzikir dengan mengangkat suara (suara yang keras) di dalam masjid. Aku bertanya kepada Baginda  : "Wahai Rasulullah, barangkali orang ini (yang sedang berzikir dengan suara keras) itu sedang menunjuk?" Baginda bersabda : "Tidak, akan tetapi ia sedang merintih (mengeluh)!"


Para pendidik rohani (Syeikh Mursyid) masa lalu menyatakan dengan berbagai landasan pengamalannya bahawa “Orang-orang yang mubtadi (pemula) dan bagi orang-orang yang menuntut terbukanya pintu hati adalah wajib berjahar dalam zikirnya.” 


Syeikh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani رضى الله عنه berkata:

“Sesungguhnya sebagian besar Ulama’ Ahli Tasawwuf telah muafakat bahawasanya wajib atas murid itu berzikir dengan jahar, yakni dengan menyaringkan akan suaranya dan didalamkannya. Dan berzikir dengan sirri dan perlahan-lahan itu tidak akan memberi faedah kepadanya untuk menaikkan kepada martabat yang tinggi.” [Lihat Siyarus Salikin, Syeikh Abdush Shomad Palembani, III: 191].

Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad رضى الله عنه mengungkapkan dalam dalam suatu kitabnya:

“Telah bersabda Nabi  : “Sebaik-baik zikir adalah zikir khofi, dan sebaik-baik rezeki adalah yang cukup.”

"Andaikata kamu menjalankan zikir dengan ikhlas kerana Allah di dalam zikirnya dan tidak mewas-waskan (mengganggu) orang lain yang sedang solat dan tidak membuat orang yang sedang membaca Al-Qur’an menjadi kacau bacaannya kerana dzikir itu, maka tidaklah apa-apa berdzikir jahar.

Hal yang demikian itu tidak dilarang bahkan disunatkan, dan dicintai walaupun keadaan zikir itu berjama’ah. Mereka berkumpul untuk berzikir kepada Allah sesuai dengan apa yang telah kami terangkan dengan ikhlas dan tidak mewaswaskan orang-orang yang sedang solat dan membaca Al-Qur’an, dan sebagainya, maka zikir seperti itu disunatkan dan sangat dianjurkan.
[An-Nasha-ihud Diniyyah, hal 50].

“Para jama’ah dari kalangan Thariqat Sufi mengangkat suara keras ketika berzikir, dan mereka berjama’ah ketika berzikir, hal yang demikian itu merupakan metode thariqat yang sudah umum/dikenal.”
[An-Nasha-ihud Diniyyah, hal 51].

"Berzikir jahar yang dimaksud adalah berzikir dengan suara keras yang sempurna, sehingga bahagian atas kepala hingga kaki mereka itu bergerak. Dan seutama-utama zikir jahar adalah berdiri, dengan menghentak, bergerak teratur dari hujung rambut hingga hujung kaki, hingga seluruh jasadnya turut merasakan Keagungan dan Kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla." [Al-Minahus Saniyyah, Syeikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani].


Dalam kitab Taswiful Asma’, hal. 33 diterangkan:

Adapun bergoyang-goyang di kala berzikir itu dianjurkan, kerana telah meriwayatkan Al-Hafizh Abu Nu’aim 
رحمة الله تعالى dengan sanadnya dari Saiyyidina Ali كرم الله وجهه (semoga Allah memuliakan wajahnya) bahawa sesungguhnya beliau pada suatu hari telah mensifati keadaan Sahabat dengan katanya:


"Adalah mereka (para Sahabat) apabila berzikir kepada Allah bergoyang-goyang seperti bergoyangnya pohon kayu ketika datangnya angin kencang, dan mengalir air matanya pada pakaiannya."


Telah berkata Syeikh kita yang ‘Arif, Jamaluddin al Bushthami 
قدس الله سره (semoga Allah Ta’ala menyucikan sirrnya): "Ini merupakan perkataan yang jelas, sesungguhnya Sahabat-sahabat رضي الله عنهم (semoga Allah meredhai mereka) bergoyang-goyang ketika berzikir dengan gerakan yang keras ke kanan dan ke kiri. Sesungguhnya berzikir seperti itu menyerupai bergeraknya kayu pada waktu datangnya angin kencang.”


Keunggulan zikir jahar itu adalah seperti yang dikatakan seorang Ulama’ Ahli Tasawwuf:

“Apabila seorang murid berzikir kepada Tuhannya ‘Azza wa Jalla dengan sangat kuat dan semangat yang tinggi, niscaya dilipat baginya maqam-maqam thariqah dengan sangat cepat tanpa halangan. Maka dalam waktu sesaat (singkat) ia dapat menempuh jalan (derajat) yang tidak mampu ditempuh oleh orang lain selama waktu sebulan atau lebih.”


Syeikhul Hadits, Maulana Zakaria Khandalawi 
رحمة الله تعالى mengatakan:


"Sebahagian orang mengatakan bahawa zikir jahar (zikir dengan mengeraskkan suara) adalah termasuk bid’ah dan perbuatan yang tiada dibolehkan). Pendapat ini adalah menunjukkan bahawa pengetahuan mereka itu di dalam hadits adalah sangat tipis."


Maulana Abdul Hayy رحمة الله تعالى mengarang sebuah risalah yang berjudul ‘Shabahatul Fikri’. Beliau menukil di dalam risalahnya itu sebanyak 50 hadits yang menjadi dasar bahawa zikir jahar itu disunnahkan. [Fadhilat zikir, Muh Zakariya Khandalawi. Terj. HM. Yaqoob Ansari, Penang, Malaysia, hal 72].

Dan zikir jahar itu dianjurkan dengan berjama’ah, dikeranakan zikir dalam berjama’ah itu lebih banyak membekas di hati dan berpengaruh dalam mengangkat hijab. Rasulullah  bersabda:

“Tiadalah duduk suatu kaum berzikir (menyebut nama Allah ‘Azza wa Jalla) melainkan mereka dinaungi oleh para Malaikat, dipenuhi oleh rahmat Allah dan mereka diberikan ketenangan hati, juga Allah menyebut-nyebut nama mereka itu dihadapan para Malaikat yang ada di sisi-Nya.”
[At Targhib wat Tarhib, II: 404].

Imam al Ghazali رحمة الله تعالى telah mengumpamakan zikir seorang diri dengan zikir berjama’ah itu bagaikan adzan orang sendiri dengan adzan berjama’ah. Maka sebagaimana suara-suara muadzin secara kelompok lebih bergema di udara daripada suara seorang muadzin, begitu pula zikir berjama’ah lebih berpengaruh pada hati seseorang dalam mengangkat hijab, kerana Allah Ta’ala mengumpamakan hati dengan batu. Telah diketahui bahawa batu tidak bisa pecah kecuali dengan kekuatan sekelompok orang yang lebih hebat daripada kekuatan satu orang. [Al-Minahus Saniyyah, Syeikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani].

Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar رحمة الله تعالى mengatakan:

“Berzikir itu laksana orang yang membaca Al-Qur’an, yang diperlukan kejelasan ayat dan riwayatnya, dan juga diperlukan keras suaranya, apabila tidak khawatir riya’ dan tidak mengganggu kepada orang solat. Berzikir seperti itu lebih afdhal, kerana sesungguhnya zikir yang banyak itu akan melimpah ruah pahalanya kepada yang mendengarnya. Dan manfaat berzikir jahar itu akan mengetuk hati penyebutnya, menciptakan konsentrasi (fokus) fikirannya terhadap zikirnya, mengalihkan pendengarannya pada zikir, menghilangkan rasa mengantuk, serta menambah semangat (bersungguh-sungguh).” [Bughyatul Mustarsyidin, hal. 48].

Dalam suatu hadits disebutkan:

“Tidak ada suatu pujian seseorang yang dicintai Allah, kecuali pujian yang diucapkan dengan suara jelas.”

Seorang penyair mengatakan:

"Dengan suara keras aku telah memuji-Nya tanpa tergagap-gagap, Barang siapa yang memuji kekasihnya tentu tidak tergagap-gagap."
[Terj. Al-Qirthas, Darul Ulum Press, 2003, hal. 191].


Tuesday, October 29, 2019

PERINGATAN TUHAN

Allah سبحانه وتعالی berfirman: 

"Wahai anak Adam!

- Betapa banyak lampu telah dipadamkan oleh hembusan hawa nafsu;

- Betapa banyak ahli ibadah yang dirosak oleh sikap ujubnya;

- Betapa banyak orang kaya yang dihancurkan oleh kekayaannya;

- Betapa banyak orang miskin yang dibinasakan oleh kemiskinannya;

- Betapa banyak orang sihat yang dirosak oleh kesihatannya,

- Betapa banyak orang pandai yang dibinasakan oleh ilmunya; serta

- Betapa banyak orang bodoh yang dirosak oleh kebodohannya sendiri.

Jika bukan kerana banyaknya orang tua yang masih melakukan rukuk, pemuda yang beribadah dengan khusyuk, bayi-bayi yang masih menyusu, dan haiwan-haiwan yang digembala, nescaya Aku jadikan langit di atas kalian menjadi besi, bumi menjadi tandus, dan debu menjadi abu. Serta tidak akan Ku-turunkan hujan bagi kalian setitis pun dari langit, tidak akan Ku-tumbuhkan di atas bumi satu benih pun, dan akan Aku timpakan kepada kalian seksaan yang keras."


[ Imam Al-Ghazali رحمة الله تعالى, Kitab Al-Mawaiz Fi Al-Ahadis Al-Qudsiyyah ]


Tuan Guru Dato' Seri Utama diRaja Dato' Haji Yusuf bin Sahabuddin - Mufti Pertama Selangor

Tokoh Ulamak Alam Melayu
Tokoh Ulamak Naqsyabandi

Dalam senarai alim-ulama yang memegang jawatan mufti di negeri Selangor, nama Tuan Guru Dato’ Seri Utama DiRaja Dato’ Haji Yusuf bin Sahabuddin رحمة الله تعالى terpahat sebagai mufti yang pertama di negeri Selangor. Sebenarnya sebelum Tuan Guru dilantik memegang jawatan mufti, ulama yang memegang jawatan tertinggi dalam bidang agama di negeri Selangor adalah bergelar Syeikhul Islam. Hanya seorang tokoh yang pernah memegang jawatan tersebut iaitu Yang Mulia Tuan Guru Syeikh Haji Tengku Mahmud Zuhdi bin Tengku Abdul Rahman al-Fathani.[1] Beliau memegang jawatan tersebut selama 17 tahun iaitu dari tahun 1935 hingga 1952. Perlantikan Tuan Guru Dato’ ke jawatan mufti adalah bagi menggantikan Tuan Guru Haji Tengku Mahmud Zuhdi yang telah menamatkan perkhidmatannya sebagai Syeikhul Islam pada tahun 1952. Istilah mufti ini mula diwujudkan setelah Enakmen Pentadbiran Hukum Syarak Selangor 1952 dibuat yang seterusnya memperuntukkan perkara-perkara berkaitan mufti dan fatwa.[2]

Tuan Guru Dato’ Haji Yusuf dilahirkan pada tahun 1883 M di Kampung Telok Menegon, Kelang, Selangor.[3] Beliau mendapat pendidikan awal di Sekolah Melayu Telok Menegon yang terletak di kampungnya. Beliau merupakan seorang pelajar yang pintar. Ini adalah kerana selepas tamat pengajian di sekolah tersebut, beliau telah ditawarkan mengajar di sekolah itu. Walaubagaimanapun, beliau menolak tawaran tersebut kerana lebih berminat untuk mendalami pengajian agama. Beliau memilih pengajian secara pondok bagi meneruskan cita-citanya itu. Beliau menadah kitab kepada Tuan Guru Haji Ahmad di Pondok Padang Lalang selama 13 tahun.[4] Di pondok itu, beliau telah didedahkan dengan ilmu fiqh, tauhid, tasawwuf, tafsir, hadith, nahu dan sorof.[5] Pada tahun 1911, beliau melanjutkan pengajian ke Makkah.[6] Di Makkah, beliau mendalami kitab-kitab jawi dan arab yang berasaskan Mazhab Syafi’i.[7] Beliau berada di Makkah lebih kurang 6 tahun sebelum pulang semula ke Tanah Melayu.[8]

Dengan ilmu yang dimilikinya, beliau membuka sekolah pondok di Selekoh, Perak. Pondok itu didirikannya di atas tanah miliknya sendiri pada tahun 1918.[9] Kaedah pengajarannya terbahagi dua iaitu nizami dan umumi.[10] Nizami merujuk kepada sistem pembelajaran yang bersistematik manakala umumi pula merujuk kepada sistem pengajian umum. Kaedah nizami digunakannya untuk membimbing anak-anak muridnya secara khusus. Pengajiannya adalah secara berturutan iaitu dari bab ke bab, dari kitab ke kitab dan dari satu peringkat ke satu peringkat tertentu mengikut pemilihan sesebuah kitab. Kaedah umumi pula dipraktikkannya untuk mengajar orang ramai. Lazimnya beliau akan menyampaikan syarahan di surau pada waktu-waktu tertentu seperti antara waktu Asar dan Maghrib, antara waktu Maghrib dan Isyak dan sebagainya. Kitab-kitab yang digunakanya meliputi bidang-bidang seperti tafsir, hadith, fiqh, usuluddin, akhlak dan sirah.[11]

Pada tahun 1937, Tuan Guru Dato’ sekali lagi berangkat ke Makkah bersama keluarganya.[12] Berkemungkinan besar beliau menetap di Makkah dalam tempoh yang agak lama iaitu lebih kurang 15 tahun. Ini adalah kerana ketika Sultan Selangor, Sultan Hishamuddin[13] datang menemuinya untuk memujuknya pulang ke tanahair bagi memegang jawatan mufti pada tahun 1952, Tuan Guru Dato’ masih lagi berada di Makkah. Tuan Guru Dato’ bersetuju menerima perlantikan itu dan beliau akhirnya memegang jawatan itu secara rasmi pada tahun 1953. Pada ketika itu, usianya telah mencecah 70 tahun. Semasa memegang jawatan ini, beliau telah menjelajah masuk ke kampung-kampung di seluruh negeri Selangor untuk menyampaikan ilmu agama kepada umat Islam di negeri tersebut. Beliau menyampaikan ilmu dalam majlis-majlis pengajian, khutbah Jumaat, diskusi, halaqah dan kajian-kajian ilmiah yang kemudian dituangkannya dalam bentuk kitab.[14]

Dalam tempoh 15 tahun beliau memegang jawatan mufti bermula pada tahun 1953 hingga 1968, beliau telah berusaha menangani masalah-masalah kritikal yang berlaku di zaman itu. Antaranya ialah seperti pengaruh Qadiani yang dikatakan cukup banyak berleluasa di zaman itu. Bimbang dengan pengaruh ajaran tersebut, beliau telah menyusun sebuah kitab yang menerangkan sebab-musabab kenapa Mirza Ghulam Ahmad al-Qadiani dan pengikutnya dikatakan menyimpang dari ajaran Islam.[15]

Dalam bidang fiqh, beliau dikatakan ada mengarang sebuah risalah yang bernama “Sekitar hukum memungut zakat”. Isi kandungannya adalah tentang kewajipan melaksanakan urusan pungutan zakat. Walaupun risalah tersebut ringkas namun beliau tetap mengemukakan dalil-dalil berasaskan al-Quran dan Hadith bagi menunjukkan bukti bahawa zakat itu wajib dilaksanakan.[16]

Sementara dalam bidang usul fiqh, beliau telah mengarang sebuah kitab yang menyanggah pendapat golongan yang menyatakan tidak harus bertaqlid kepada salah satu ulama’ mujtahidin (ulama’ mazhab empat). Dalam kitab tersebut, beliau turut mengupas sifat-sifat dan syarat-syarat yang perlu ada untuk membolehkan seseorang itu melakukan ijtihad.[17]

Tuan Guru Dato’ juga dikatakan ada menulis kitab dalam bidang Tasawwuf. Amalan tasawwuf dikatakan sebati dengan amalan rohaninya. Beliau diriwayatkan mengamalkan tariqat Naqsyabandiah.[18] Atas sumbangannya yang begitu besar dalam bidang agama maka beliau telah dipilih sebagai tokoh ulama silam yang ke sepuluh oleh Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia pada 6 Muharram 1406 bersamaan dengan 21 September 1985.[19] Tuan Guru Dato’ Haji Yusuf kembali ke rahmatullah pada tahun 1973 ketika berada di Makkah al-Mukarramah.[20] Antara anak muridnya yang kemudian hari menjadi tokoh ulama ialah almarhum Tuan Guru Haji Mohammad Shahar bin Sulaiman yang pernah dipilih sebagai tokoh anugerah Maal Hijrah 1413 H bagi peringkat negeri Selangor.[21] Tuan Guru Haji Mohammad Shahar diriwayatkan menimba ilmu tauhid dan tasawwuf kepada Tuan Guru Dato’ ketika Tuan Guru Dato’ mengajar di Kampung Jawa, Kelang.[22]

Tuan Guru Haji Mohammad Shahar berkahwin dengan Hajah Khadijah, anak sulung kepada Tuan Guru Haji Mohammad Amin yang juga merupakan guru kepada Tuan Guru Haji Mohammad Shahar.[23] Perisrtiwa itu berlaku pada 12 Syawal 1377 Hijrah bersamaan 1 Mei 1958.[24] Tuan Guru Haji Mohammad Amin yang juga merupakan teman belajar Tuan Guru Dato’ Haji Yusuf telah mewakilkan wali untuk upacara akad nikah tersebut kepada Tuan Guru Dato’ Haji Yusuf bin Shahabudin.[25]



_________________________________________

[1] Nama lengkapnya ialah Tengku Mahmud Zuhdi bin Tengku Abdur Rahman bin Tuanku Nur bin Raja Belat ibnu Raja Datu al-Fathani al-Jawi. Beliau berketurunan Raja Jambu di Patani. Tengku Mahmud lahir di Ban Sim Dip, Bangkok, pada tahun 1293 Hijrah/1876 Masehi dan meninggal dunia di Makkah pada tanggal 6 Rabiulawal 1376 Hijrah/10 Oktober 1956 Masehi.
[2] Mazni binti Abdul Wahab. 2002. Sejarah Penubuhan Institusi Fatwa di Negeri Selangor. Jurnal Syariah 10:2. Universiti Malaya. Kuala Lumpur. Hlm.2
[3] Ibid. Hlm.17
[4] _____. 2003. Sahibus Samahah Tuan Haji Yusof bin Sahabuddin Dalam Kenangan. Buletin at-Taqwa. Bil. 3 Jabatan Mufti Negeri Selangor. Shah Alam. Terbit pada Rajab 1424/September 2003. Hlm.8
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Sultan Hishamuddin pergi ke Makkah dalam rangka menunaikan ibadah haji pada masa itu. Rujuk _____. 2003. Sahibus Samahah Tuan Haji Yusof bin Sahabuddin Dalam Kenangan. Buletin at-Taqwa. Bil. 3 Jabatan Mufti Negeri Selangor. Shah Alam. Terbit pada Rajab 1424/September 2003. Hlm.8
[14] _____. 2003. Sahibus Samahah Tuan Haji Yusof bin Sahabuddin Dalam Kenangan. Buletin at-Taqwa. Bil. 3 Jabatan Mufti Negeri Selangor. Shah Alam. Terbit pada Rajab 1424/September 2003. Hlm.8
[15] Ibid
[16] Ibid
[17] Ibid
[18] Ibid
[19] Ibid
[20] Ibid
[21] Tuan Guru Haji Mohammad Shahar (lahir pada 20 Jun 1930) kembali ke rahmatullah pada hari Khamis, 28 April 2005, kira-kira pukul 1.45 tengah hari selepas mandi dan berwuduk untuk menunaikan solat Zuhur. Beliau dikebumikan di tanah perkuburan Kampung Tambak Jawa di hadapan mihrab masjid. Rujuk ____. 2009. Haji Shahar Sulaiman berdakwah menggunakan seni syair. Ruangan Bicara Agama. Utusan Malaysia. Terbit pada 12 Januari 2009
[22] ____. 2009. Haji Shahar Sulaiman berdakwah menggunakan seni syair. Ruangan Bicara Agama. Utusan Malaysia. Terbit pada 12 Januari 2009
[23] Ibid
[24] Ibid
[25] Ibid




Tuan Guru Dato’ Seri Utama DiRaja Dato’ Haji Yusuf bin Sahabuddin رحمة الله تعالى



No photo description available.


No photo description available.


No photo description available.

[ Kitab karangan Tuan Guru Dato' Haji Yusuf bin Sahabuddin ]


MAKNA TASAWWUF ISLAMI


ليس من التصوف الإسلامي: القول بمخالفة الشريعة للحقيقة، أو أن أهل الحقيقة لا يتقيدون بالشريعة ، أو أن

ظاهر الإسلام شيء غير باطنه، أو أن مسلما عاقلا رفع عنه التكليف

"Bukanlah daripada Tasawwuf Islami : Bila kata-kata seseorang itu bertentangan antara syariat dengan hakikat, atau ahli hakikat yang tidak terikat dengan syariat, atau pada zahirnya Islam tetapi tiada batinnya, atau seseorang muslim yang berakal membebaskan dirinya daripada sebarang taklif."

[ Syeikh Muhammad Zaki bin Ibrahim al-Muhammadiyyah al-Syadzuliyyah رحمة الله تعالى ]


PENGERTIAN THARIQAT DAN TASAWWUF

Asal perkataan thariqat dengan maksud jalan. Ada juga menyebut dengan perjalanan menuju kepada Allah, sama ada disebut tariq atau tarekat, ia merupakan sama seperti dengan nama sirah dan mazhab. Dalam kitab Lisan al-Arab dan al-Sihah, ada juga menyebut thariqat kaum sufi dengan maksud yang terbaik dan terpilih di kalangan mereka. Ia lebih kepada perjalanan hati dalam menuju ma’rifatullah dan mardhatillah.


Dinyatakan di sini beberapa takrif berkenaan dengan thariqat :


Syeikh Al-Kasyi رضى الله عنه berkata : "T
hariqat ialah perjalanan yang khusus bagi ahli suluk menuju kepada Allah dengan memutuskan segala manzilah dan naik hingga mencapai kepada beberapa maqam."

Syeikh Al-Jurjani 
رضى الله عنه berkata : "Thariqat ialah perjalanan yang khusus oleh ahlinya dalam menuju kepada Allah dengan menghapuskan segala halangan dan menaiki kepada maqam." (Lihat al-Takrifat, hal. 160).

Imam al-Qusyairi 
رضى الله عنه berkata : "Thariqat ialah jalan atau suluk syariah, iaitu beramal dengan segala tuntutannya." (Lihat Syarh al-Risalah al-Qusyairiah, hal. 43).

Syeikh Al-Tahanawi 
رضى الله عنه pula berkata : "Ia merupakan jalan menyampaikan ke syurga. Ia adalah lebih khusus daripada syariah kerana terangkum padanya hukum-hukum syariat daripada amalan soleh yang bersifiat jasadi dan mengelakkan daripada semua yang haram dan makruh. Begitulah juga hukum-hukum yang khusus daripada amalan hati dan puncaknya berlepas diri selain Allah." 


Kebanyakan para ulama tasawwuf apabila mentakrifkan thariqat menyebut apa yang dinyatakan oleh Imam al-Ghazali رضى الله عنه dalam merumuskan thariqat dan tujuannya, antaranya kata beliau dalam Ihya’ 'Ulum al-Din,

"
Thariqat ialah jalan atau cara yang mendahulukan mujahadah, menghapuskan sifat mazmumah, memutus segala hubung kait dengan makhluk dan mengadap dengan penuh himmah kepada Allah. Sejauh mana pencapaian natijahnya, maka Allah lah yang menguasai hati hamba-Nya dan menanggung dalam memberi cahaya dengan cahaya-cahaya ilmu." (Lihat al-Fatawa oleh Syeikh Abdul Halim Mahmud, 2/236).


Pengertian Tasawwuf

Oleh kerana hubung kait tasawwuf dengan thariqat begitu rapat dan tidak terpisah, maka dikemukakan di sini beberapa pengertian tasawwuf pada istilah yang menggambarkan hubung kait yang cukup mendalam, antaranya : 


Syeikh Ma’ruf al-Karkhi رضى الله عنه mengatakan bahawa : "Tasawwuf ialah pergantungan harap kepada Allah سبحانه وتعالی dan tidak kepada makhluk." 


Syeikh Sahl bin Abdullah al-Tustari رضى الله عنه berkata : “Sufi itu ialah seseorang yang bersih daripada maksiat, sentiasa berfikir dan berpegang teguh dengan Allah سبحانه وتعالی dan tidak dengan manusia. Oleh yang demikian, di sisinya tidak ada apa-apa perbezaan antara emas dan lumpur.” 


Syeikh Al-Jurairi رضى الله عنه pula menyatakan bahawa : "Tasawwuf ialah perlakuan akhlak yang tinggi dan meninggalkan perlakuan yang keji." 


Syeikh Al-Kattani رضى الله عنه menegaskan bahawa : “Sesiapa yang membekalkan kamu akhlaknya yang terpuji maka dia telah menambahkan kebersihan jiwamu.” 


Syeikh Abu al-Wafa’ al-Taftazani رضى الله عنه berkata : “Oleh itu, tasawwuf pada dasarnya adalah akhlak, dengan pengertian ini tasawwuf adalah ruh Islam kerana seluruh rukun Islam diasaskan kepada akhlak.” 


Syeikh Abu Husain An-Nuri رضى الله عنه berkata : “Tasawwuf itu bukan tulisan atau ilmu tetapi ia adalah akhlak. Jika tasawwuf itu tulisan, ia boleh diperolehi dengan latihan dan jika ilmu, ia boleh diperolehi dengan belajar. Tetapi sebenarnya maksud tasawwuf itu berakhlak dengan akhlak Allah سبحانه وتعالی (akhlak terpuji). Seseorang itu sama sekali tidak dapat berakhlak dengan akhlak ilahi hanya melalui ilmu dan tulisan." 


Syeikh Samnun bin Hamzah, dikatakan juga Samnun bin `Abdullah kunyahnya Abu al-Hasan al-Khawas رضى الله عنه berkata : “Tasawwuf ialah kamu berasa tidak memiliki sesuatupun di dunia ini, dan juga tidak dimiliki oleh sesiapapun di kalangan makhluk di dunia ini.” 


Syeikh Abu Bakar Asy-Syibli رضى الله عنه pula berkata : “Tasawwuf ialah pengabdian diri kepada Allah سبحانه وتعالی tanpa rasa keluh kesah.” Ketika ditanya sebab dinamakan dengan nama ini? Jawabnya : “Kerana baki kesan yang masih tinggal pada jiwa mereka. Kalau tidak nescaya tiada lagi nama ini bagi mereka.” 


Tasawwuf dari peringkat awal hingga akhirnya tidak boleh terlepas daripada syariat. Oleh yang demikian Al-Imam Junaid Al-Baghdadi رضى الله عنه berkata : “Zikir dengan ijtima’, tawajud dengan istima’ (seni pendengaran) dan beramal dengan ittiba’.” 


Syeikh Sariy Al-Saqaty رضى الله عنه berkata : “Tasawwuf ialah kata nama untuk tiga perkara iaitu cahaya ma’rifah seseorang tidak menghilangkan cahaya wara’nya, tidak berbicara tentang ilmu yang batin dan disanggah oleh al-Quran dan al-Sunnah, karamahnya tidak mendorong dia melanggar perkara yang diharamkan oleh Allah سبحانه وتعالی."


Syeikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani رضى الله عنه berkata  : “Tasawwuf Islam memancar di hati para wali ketika beramal dengan al-Quran dan al-Sunnah. Tasawwuf juga merupakan intipati dari seseorang hamba yang beramal dengan hukum-hukum syariah.”



Hukum Mempelajari Tasawwuf

Imam Al-Ghazali 
رضى الله عنه berkata : “Hukumnya fardhu ain kerana manusia tidak sunyi daripada aib atau sakit kecuali para anbiya’.” 


Al-Imam Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzuli رضى الله عنه berkata : "Siapa yang tidak menceburi ilmu kita ini, nescaya dia mati dalam dosa besar yang tidak disedarinya.” 


Syeikh Dahlan al-Kadiri رضى الله عنه di dalam kitabnya Siraj al-Talibin menyatakan : "Hukum belajar tasawwuf ialah wajib aini pada setiap orang mukallaf. Hal ini kerana sebagaimana wajib islah yang zahir, begitu juga islah yang batin."


Bertasawwuf tetapi tidak berthariqat adalah tidak sah. Tasawwuf itu ilmu sedangkan thariqat itu adalah amalannya. Barangsiapa yang ingin bertasawwuf maka wajib dia berthariqat.



Saturday, October 26, 2019

MUSIBAH AGAMA ADALAH MUSIBAH PALING BESAR

Di antara doa Nabi ﷺ kepada Allah agar Allah tidak menimpakan musibah atau ujian kepada Baginda ﷺ dalam urusan agama, yaitu doa Baginda ﷺ berikut ini :

وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا

"Ya Allah, Janganlah Engkau jadikan musibah yang menimpa kami dalam urusan agama kami, dan jangan pula Engkau jadikan (harta dan kemewahan) dunia sebagai cita-cita kami yang paling besar, dan tujuan utama dari ilmu yang kami miliki." (HR. At-Tirmidzi V/528 no.3502)

Musibah pada agama adalah semua perkara yang mengurangi agama kita,
seperti malas beribadah,
malas pengajian agama (menuntut ilmu),
malas solat malam,
malas bersedekah dll.

Seringkali kita benar-benar merasa terkena musibah jika musibah tersebut berkaitan dengan dunia kita, seperti berkurangnya harta, jiwa, atau ditimpa penyakit.
Akan tetapi tatkala kita menjadi malas dalam beribadah malah kita anggap hal yang biasa. Padahal itu adalah musibah…
Bahkan musibah agama lebih parah daripada musibah dunia.

Betapa sering musibah yang menimpa agama kita tersebut kerana kemaksiatan yang kita lakukan, sebagaimana dikatakan, “Kemaksiatan dan dosa mengantarkan pelakunya terjerumus dalam kemaksiatan dan dosa berikutnya.”

Ya Allah ampunilah dosa kami…
Jangan Kau jadikan musibah agama menimpa diri kami...

Aamiin Ya Robbal 'Alaamiin...


Persaudaraan Di Jalan Allah

"Apakah para murid bisa berkumpul di jannah bersama dengan guru mereka? 
Dan anggota keluarga yang tetap berpegang teguh keimanannya dan taat kepada Allah dalam kehidupan ini akan berkumpul kembali dengan orang tua dan moyang mereka yang beriman di jannah."

Allah سبحانه وتعالى berfirman;
"Dan orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka yang mengikuti mereka di dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka..." Surah At-Thuur [52]: 21

"Begitu juga, jika para guru dan murid sepakat menghormati apa yang mereka lakukan, selaku pemberi dan penerima ilmu, mereka akan kembali berkumpul di jannah, tergantung pada kebenaran yang mereka usung dan kecintaan mereka kepada ilmu Allah سبحانه وتعالى, mereka yang memiliki derajat lebih rendah akan ikut terangkat kederajat atau maqam yang lebih tinggi, itulah mengapa kita dianjurkan untuk mencintai kaum sholihiin, Nabi ﷺ bersabda; "Kalian akan dikumpulkan dengan orang-orang yang kalian cintai di jalan Allah."

"Sungguh persaudaraan di jalan Allah سبحانه وتعالى, lebih mulia dari sekadar persaudaraan berdasarkan persamaan darah, hubungan antara guru dan murid ibarat hubungan ayah dan anak, kerana dari hubungan itu (guru dan murid) sang murid menerima pengetahuan dan cahaya atau intinya hubungan guru murid adalah hubungan spiritual sedangkan hubungan ayah dan anak adalah hubungan fisik sahaja."

[ Daripada Sayyidil Al-Habib Umar Al-Hafidz ]


Nikmat Yang Menjadi Musibah


Setiap nikmat yang Allah beri patut disyukuri, meskipun nikmat tersebut remeh. Mensyukuri nikmat adalah dengan terus mendekatkan diri kepada Allah dengan nikmat tersebut, juga menjauhi setiap maksiat. Jika malah dengan nikmat semakin membuat jauh dari Allah, itu bukanlah jadi nikmat melainkan musibah.

Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Katsir رحمة الله تعالى berkata, Abu Hazim رحمة الله تعالى mengatakan,

“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, itu hanyalah musibah.” [1]


Al-Imam Hasan Al-Bashri رحمة الله تعالى berkata,

إِنَّ اللهَ لَيُمَتِّعُ بِالنِّعْمَةِ مَا شَاءَ فَإِذَا لَمْ يُشْكَرْ عَلَيْهَا قَلَبَهَا عَذَابًا

“Sesungguhnya Allah memberikan nikmat pada siapa saja yang Dia kehendaki. Jika seseorang tidak bersyukur, nikmat tersebut malah berubah menjadi azab.” [2]


Hakikat syukur nikmat adalah menjauhi maksiat.

Makhlad bin Al Husain رحمة الله تعالى mengatakan,

الشُكْرُ تَرْكُ المعَاصِي

“Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.” [3]

Intinya, seseorang dinamakan bersyukur ketika ia memenuhi 3 rukun syukur: (1) mengakui nikmat tersebut secara batin (dalam hati), (2) membicarakan nikmat tersebut secara zhahir (dalam lisan), dan (3) menggunakan nikmat tersebut pada tempat-tempat yang diredhai Allah (dengan anggota badan).

Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba Allah yang pandai bersyukur zahir dan bathin atas segala nikmat yang dikurniakan-Nya... Aamiin...


[1] Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 82 dan ‘Iddatush Shobirin, hal. 159.

[2] ’Uddatush Shobirin, hal. 148.

[3] ‘Uddatush Shobirin, hal. 159.


UJIAN DAN ANUGERAH

كل منحة وافقت هواك، ،فهي محنة

وكل محنة خالفت هواك فهي منحة


"Segala anugerah yang sesuai dengan

hawa nafsumu maka itu adalah ujian,

dan segala ujian yang menyalahi

hawa nafsumu itu adalah anugerah."


[ Syeikh Al-Akbar Muhyiddin lbn Arabi 
قدس الله سره ]


Firman Allah 
سبحانه وتعالی


وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (216)


“Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”
(Al-Baqarah: 216).



Janganlah diri merasa mulia kerana sudah datang di majelis ilmu...

Habib Ali Al Jufri memberikan nasihat kepada para pencinta majelis ilmu.

"Bagaimanakah khabar hati kalian setelah selesai atau pulang dari menghadiri majelis ilmu? Apakah kalian memandang diri lebih baik daripada yang tidak hadir majelis ilmu semacam kalian? Apakah kalian bangga dengan diri kalian dan dengan mudahnya memandang rendah orang yang tidak menghadiri majelis ilmu? Sungguh itu adalah tipuan iblis laknatullah.

Maka berhati hatilah dengan hati kalian, berkasih sayanglah dengan mereka yang belum diberi hidayah oleh Allah untuk hadir dalam majelis.

Semoga سبحانه وتعالی memberikan hidayah taufik untuk kita semua."

Wahai Dzat Yang Maha membolak balikkan hati, tetapkanlah hati kami dijalan agama-MU... Aamiin.


Wednesday, October 23, 2019

BIMBINGAN MURSYID



لَوْ لاَ المُرَبِّي مَا عَرَفْتُ رَبِّي

"Andai bukan kerana guruku, tak mungkin aku kenal Tuhanku."


Sesungguhnya seseorang yang ingin mendapatkan bimbingan syeikh ke jalan yang benar mestilah mendapatkannya daripada seorang syeikh yang

1) Tahqiq (benar & diperakui);

2) Mahir di dalam perjalanan thariqat;

3) Yang tidak terikat dengan hawa nafsu; serta

4) Mantap dalam pengabdian kepada Allah سبحانه وتعالی.

Jika zahir sifat-sifat ini pada seorang syeikh, maka taatilah segala perintahnya tinggalkanlah larangannya. 


[ Al-Imam Asy-Syeikh Ibnu Atha'illah As-Sakandari قدس الله سره di dalam Miftah al Falah ].


ZIKIR SEBAGAI PERISAI

Firman Allah Ta’ala yang maksudnya : 

“Wahai orang-orang yang beriman, (untuk bersyukur kepada Allah) ingatlah serta sebutlah nama Allah dengan ingatan serta sebutan yang sebanyak-banyaknya.” [Al-Ahzab: 41]


Dalam ayat lain, Allah berfirman dengan maksud : 


“… Dan lelaki-lelaki yang menyebut nama Allah dengan banyak serta wanita-wanita yang menyebut nama Allah dengan banyak, Allah telah menyediakan bagi mereka semuanya keampunan dan pahala yang besar.” [Al-Ahzab: 35]


Firman Allah juga yang maksudnya : 

"(Iaitu) orang-orang yang menyebut dan mengingati Allah semasa mereka berdiri, duduk dan semasa mereka berbaring...” [Ali Imran: 191]


Rasulullah ﷺ bersabda : 

“Hendaklah lidahmu sentiasa basah dengan zikir kepada Allah ‘Azza Wa Jalla.” [HR Ahmad]


Daripada Sayyidatina ‘A’ishah رضي الله عنها, katanya : 

"Adalah Rasulullah  sentiasa berzikir kepada Allah dalam setiap keadaannya." [HR Muslim]


Kata al-Rabi’ bin Anas رضى الله عنه, daripada sesetengah para sahabatnya : 

"Tanda seseorang itu cinta kepada Allah ialah dia banyak mengingati Allah, kerana sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan mencintai sesuatu melainkan engkau banyak mengingatinya."


MURSYID SEBAGAI PEMBIMBING RUHANI

Mursyid berasal dari bahasa Arab, yaitu “Arsyada, Yursyidu, Irsyad fahuwa Mursyid” (petunjuk atau bimbingan). Mursyid menurut bahasa, artinya Pembimbing. Dalam mempelajari dan mengamalkan ilmu Tasawuf, Ulama Tasawuf menggunakan istilah Mursyid bagi Guru Pembimbing.

Firman Allah 
سبحانه وتعالی :

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ ۖ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا

“Barang siapa yang mendapatkan petunjuk dialah orang yang mendapatkan petunjuk, barang siapa yang tersesat jalannya engkau tidak akan menemukan dia seorang wali Mursyid.” (QS. Al-Kahfi [18] : 17).

Dalam ayat itu terdapat dua kata yaitu “Waliyyan (Isim Fail)” yang artinya dekat, pelindung atau kekasih Allah سبحانه وتعالی. “Mursyidan (isim Fail)”, yaitu orang yang memberi petunjuk, membimbing.

Dari ayat itulah para ulama mengangkat istilah Mursyid atau Wali Mursyid, bagi ulama yang mendalami Ilmu Tasawuf. Mursyid atau ulama Sufi ini adalah sosok yang membimbing sekaligus mempraktikkan dalam kehidupan.

Istilah yang sama disematkan untuk ulama yang menjadi Pakar dibidang ilmu Fiqih disebut, “Faqihun” yang jamaknya “Fuqoha”.


Bimbingan Mursyid

Seorang Mursyid melakukan bimbingannya dalam dua aspek, yaitu Lahir dan Batin. Sebagai makhluk yang sempurna, Allah سبحانه وتعالی menciptakan manusia dari dua elemen yaitu :

Pertama, Elemen Jasmani. Elemen ini yang membesarkannya Bapak biologis kita. Dia yang merawat jasmani, sehingga dapat tumbuh dan berkembang dari fase bayi, balita, anak-anak hingga, remaja. Dialah yang senantiasa hadir menumbuh-kembangkan jasmani kita.

Kedua, Elemen Ruhani. sebagaimana jasmani, maka ruhani manusia pun harus mempunyai Bapak. Harus ada sosok yang hadir merawat ruhani.

Maka, Mursyid hadir sebagai pembimbing ruhani, yang menumbuh kembangkan ruhani manusia. Dengan kehadiran Mursyid, ruhani tumbuh, kembang dan berbuah makrifat kepada Allah سبحانه وتعالی. Ketika panca indra kita dibimbing oleh seorang Mursyid, akan tumbuh kecintaan dan ketaqwaan kepada Allah سبحانه وتعالی.


Syarat-Syarat Mursyid

Dalam kitabnya Fuyudhatul Mawahibil Makiyyah, Syeikh Ahmad Syarif As-Sanusi 
قدس الله سره, mengemukakan, hal yang paling penting dalam agama, menurut ulama terdahulu dan ulama kemudian, bahwa : tiap muslim wajib memiliki seorang Mursyid.



Adapun yang menjadi syarat seorang Mursyid adalah :

Pertama, Seorang Mursyid mempunyai kememampuan untuk mengetahui kondisi batiniyyah umat, sekaligus paham bagaimana cara membersihkannya. Dalam kajian Tasawuf ada yang disebut dengan penyakit-penyakit hati. Inilah yang menjadi sorotan utama seorang Mursyid, kemudian membersihkannya.

Kedua, Mengetahui perjalanan Rasulullah , ada perjalanan ruhaniah Nabi 
. Dimana sabarnya Nabi , syukur dan ikhlasnya Nabi . Hal inilah yang menjadi perhatian bagi seorang Mursyid.


Sebab kita tidak cukup mengikuti Rasulullah 
ﷺ hanya sebatas lahirnya saja, akan tetapi harus mengikuti perjalanan ruhani Nabi  yang hatinya selalu menghadap kepada Allah سبحانه وتعالی. Sang Teladan dengan segala kemuliaan akhlaknya yang wajib kita ikuti. Seorang Murysid paham bagaimana hati muridnya bergerak mengikuti perjalanan ruhani yang dilakukan oleh Rasulullah .


Ketiga, Selalu mendapatkan bimbingan dan limpahan cahaya Rasulullah . Kemudian Allah سبحانه وتعالی memberikan pertolongan, yaitu disempurnakannnya iman seorang Mursyid. Allah سبحانه وتعالی juga yang membersihkan hati seorang Mursyid. Di samping harus memiliki Aqidah yang kokoh dan memahami Fiqih dengan benar, seorang Mursyid diberi kekuatan oleh Allah سبحانه وتعالی untuk membimbing umat ke jalan yang lurus.


Bimbingan Seorang Mursyid

Seorang Pemimpin Islam dalam membimbing umat tidak hanya sebatas lisan. Seorang Mursyid diberi kemampuan oleh Allah سبحانه وتعالی, Ruhani yang selalu tersambung dengan Allah سبحانه وتعالی. Ruhani yang senantiasa diasah dengan “Tarbiyyah Ruhiyyah”. Lewat jalur frekwensi tarbiyah ruhiyyah inilah tersambung antara Mursyid dengan umat dan cita-citanya kepada Allah سبحانه وتعالی. Bila murid senantiasa satu jalur dengan Mursyid, maka Allah سبحانه وتعالی akan satukan hatinya dalam gelombang yang sama.

Sahabat Umar bin Khatthab 
رضى الله عنه, salah seorang yang memiliki kisah karomah yang masyhur. Kisahnya, di tengah-tengah khutbahnya di Madinah, Sahabat Umar رضى الله عنه secara tiba-tiba berteriak keras, “Wahai Sariyah, merapatlah ke gunung! Merapatlah ke gunung!”


Sayyidina Sariyah bin Zunaim 
رضى الله عنه, panglima perang yang diutus Sayyidina Umar رضى الله عنه ke daerah Pasa dan Abajirda, tersentak mendengar seruan Sayyidina Umar رضى الله عنه dari Madinah itu. Padahal jaraknya ratusan kilometer. Ia menyadari pasukannya terkecoh, musuh membuat siasat meninggalkan perbekalan perang mereka. Kaum muslimin termakan umpan, berebut harta rampasan perang tersebut.


Sayyidina Sariyah 
رضى الله عنه segera memerintahkan pasukannya yang terhimpit oleh musuh untuk bergegas merapatkan diri ke gunung. Akhirnya pasukan muslim yang dipimpinnya selamat, bahkan berhasil memukul balik pasukan musuh.


Sementara para sahabat yang sedang mendengarkan khutbah kaget, mengapa Khalifah Umar 
رضى الله عنه tiba-tiba saja mengubah materinya. Maka Sayyidina Umar رضى الله عنه pun menceritakan apa yang dilihat oleh pandangan batinnya tersebut.



Keadilan Allah سبحانه وتعالی Melalui hadirnya Seorang Mursyid


Hadirnya sosok Mursyid adalah salah satu bentuk Keadilan Allah سبحانه وتعالی untuk umat akhir zaman. Allah سبحانه وتعالی sungguh lebih mengetahui, problematika umat sekarang ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dulu ketika dibimbing oleh para Nabi.

Maka setelah masa kenabian ditutup dengan Nabi Muhamad 
ﷺ sebagai Nabi akhir zaman. Estafet kepemimpinan ini terus belanjut dengan sosok seperti yang disebut oleh Nabi Muhammad  :


Al Ulama, Mursyid atau Khalifah. Artinya setelah Nabi Muhammad 
ﷺ tidak ada nabi tapi ada yang melanjutkan fungsi dari kenabian. Artinya setiap zaman ada Mursyid yang benar-benar menjadi pewaris Nabi.


Jelaslah hadirnya Mursyid adalah salah satu bentuk keadilan Allah سبحانه وتعالی. Jadi ketika Murid hadir di Majelis Guru, dia mendengar ucapannya dan melihat wajahnya. Hal ini membuat bertambah keyakinan kepada Allah سبحانه وتعالی dan bersemangat dalam ibadah.


[ Syeikh Muhammad fathurohman, M.Ag ]