Wednesday, October 23, 2019

MURSYID SEBAGAI PEMBIMBING RUHANI

Mursyid berasal dari bahasa Arab, yaitu “Arsyada, Yursyidu, Irsyad fahuwa Mursyid” (petunjuk atau bimbingan). Mursyid menurut bahasa, artinya Pembimbing. Dalam mempelajari dan mengamalkan ilmu Tasawuf, Ulama Tasawuf menggunakan istilah Mursyid bagi Guru Pembimbing.

Firman Allah 
سبحانه وتعالی :

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ ۖ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا

“Barang siapa yang mendapatkan petunjuk dialah orang yang mendapatkan petunjuk, barang siapa yang tersesat jalannya engkau tidak akan menemukan dia seorang wali Mursyid.” (QS. Al-Kahfi [18] : 17).

Dalam ayat itu terdapat dua kata yaitu “Waliyyan (Isim Fail)” yang artinya dekat, pelindung atau kekasih Allah سبحانه وتعالی. “Mursyidan (isim Fail)”, yaitu orang yang memberi petunjuk, membimbing.

Dari ayat itulah para ulama mengangkat istilah Mursyid atau Wali Mursyid, bagi ulama yang mendalami Ilmu Tasawuf. Mursyid atau ulama Sufi ini adalah sosok yang membimbing sekaligus mempraktikkan dalam kehidupan.

Istilah yang sama disematkan untuk ulama yang menjadi Pakar dibidang ilmu Fiqih disebut, “Faqihun” yang jamaknya “Fuqoha”.


Bimbingan Mursyid

Seorang Mursyid melakukan bimbingannya dalam dua aspek, yaitu Lahir dan Batin. Sebagai makhluk yang sempurna, Allah سبحانه وتعالی menciptakan manusia dari dua elemen yaitu :

Pertama, Elemen Jasmani. Elemen ini yang membesarkannya Bapak biologis kita. Dia yang merawat jasmani, sehingga dapat tumbuh dan berkembang dari fase bayi, balita, anak-anak hingga, remaja. Dialah yang senantiasa hadir menumbuh-kembangkan jasmani kita.

Kedua, Elemen Ruhani. sebagaimana jasmani, maka ruhani manusia pun harus mempunyai Bapak. Harus ada sosok yang hadir merawat ruhani.

Maka, Mursyid hadir sebagai pembimbing ruhani, yang menumbuh kembangkan ruhani manusia. Dengan kehadiran Mursyid, ruhani tumbuh, kembang dan berbuah makrifat kepada Allah سبحانه وتعالی. Ketika panca indra kita dibimbing oleh seorang Mursyid, akan tumbuh kecintaan dan ketaqwaan kepada Allah سبحانه وتعالی.


Syarat-Syarat Mursyid

Dalam kitabnya Fuyudhatul Mawahibil Makiyyah, Syeikh Ahmad Syarif As-Sanusi 
قدس الله سره, mengemukakan, hal yang paling penting dalam agama, menurut ulama terdahulu dan ulama kemudian, bahwa : tiap muslim wajib memiliki seorang Mursyid.



Adapun yang menjadi syarat seorang Mursyid adalah :

Pertama, Seorang Mursyid mempunyai kememampuan untuk mengetahui kondisi batiniyyah umat, sekaligus paham bagaimana cara membersihkannya. Dalam kajian Tasawuf ada yang disebut dengan penyakit-penyakit hati. Inilah yang menjadi sorotan utama seorang Mursyid, kemudian membersihkannya.

Kedua, Mengetahui perjalanan Rasulullah , ada perjalanan ruhaniah Nabi 
. Dimana sabarnya Nabi , syukur dan ikhlasnya Nabi . Hal inilah yang menjadi perhatian bagi seorang Mursyid.


Sebab kita tidak cukup mengikuti Rasulullah 
ﷺ hanya sebatas lahirnya saja, akan tetapi harus mengikuti perjalanan ruhani Nabi  yang hatinya selalu menghadap kepada Allah سبحانه وتعالی. Sang Teladan dengan segala kemuliaan akhlaknya yang wajib kita ikuti. Seorang Murysid paham bagaimana hati muridnya bergerak mengikuti perjalanan ruhani yang dilakukan oleh Rasulullah .


Ketiga, Selalu mendapatkan bimbingan dan limpahan cahaya Rasulullah . Kemudian Allah سبحانه وتعالی memberikan pertolongan, yaitu disempurnakannnya iman seorang Mursyid. Allah سبحانه وتعالی juga yang membersihkan hati seorang Mursyid. Di samping harus memiliki Aqidah yang kokoh dan memahami Fiqih dengan benar, seorang Mursyid diberi kekuatan oleh Allah سبحانه وتعالی untuk membimbing umat ke jalan yang lurus.


Bimbingan Seorang Mursyid

Seorang Pemimpin Islam dalam membimbing umat tidak hanya sebatas lisan. Seorang Mursyid diberi kemampuan oleh Allah سبحانه وتعالی, Ruhani yang selalu tersambung dengan Allah سبحانه وتعالی. Ruhani yang senantiasa diasah dengan “Tarbiyyah Ruhiyyah”. Lewat jalur frekwensi tarbiyah ruhiyyah inilah tersambung antara Mursyid dengan umat dan cita-citanya kepada Allah سبحانه وتعالی. Bila murid senantiasa satu jalur dengan Mursyid, maka Allah سبحانه وتعالی akan satukan hatinya dalam gelombang yang sama.

Sahabat Umar bin Khatthab 
رضى الله عنه, salah seorang yang memiliki kisah karomah yang masyhur. Kisahnya, di tengah-tengah khutbahnya di Madinah, Sahabat Umar رضى الله عنه secara tiba-tiba berteriak keras, “Wahai Sariyah, merapatlah ke gunung! Merapatlah ke gunung!”


Sayyidina Sariyah bin Zunaim 
رضى الله عنه, panglima perang yang diutus Sayyidina Umar رضى الله عنه ke daerah Pasa dan Abajirda, tersentak mendengar seruan Sayyidina Umar رضى الله عنه dari Madinah itu. Padahal jaraknya ratusan kilometer. Ia menyadari pasukannya terkecoh, musuh membuat siasat meninggalkan perbekalan perang mereka. Kaum muslimin termakan umpan, berebut harta rampasan perang tersebut.


Sayyidina Sariyah 
رضى الله عنه segera memerintahkan pasukannya yang terhimpit oleh musuh untuk bergegas merapatkan diri ke gunung. Akhirnya pasukan muslim yang dipimpinnya selamat, bahkan berhasil memukul balik pasukan musuh.


Sementara para sahabat yang sedang mendengarkan khutbah kaget, mengapa Khalifah Umar 
رضى الله عنه tiba-tiba saja mengubah materinya. Maka Sayyidina Umar رضى الله عنه pun menceritakan apa yang dilihat oleh pandangan batinnya tersebut.



Keadilan Allah سبحانه وتعالی Melalui hadirnya Seorang Mursyid


Hadirnya sosok Mursyid adalah salah satu bentuk Keadilan Allah سبحانه وتعالی untuk umat akhir zaman. Allah سبحانه وتعالی sungguh lebih mengetahui, problematika umat sekarang ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dulu ketika dibimbing oleh para Nabi.

Maka setelah masa kenabian ditutup dengan Nabi Muhamad 
ﷺ sebagai Nabi akhir zaman. Estafet kepemimpinan ini terus belanjut dengan sosok seperti yang disebut oleh Nabi Muhammad  :


Al Ulama, Mursyid atau Khalifah. Artinya setelah Nabi Muhammad 
ﷺ tidak ada nabi tapi ada yang melanjutkan fungsi dari kenabian. Artinya setiap zaman ada Mursyid yang benar-benar menjadi pewaris Nabi.


Jelaslah hadirnya Mursyid adalah salah satu bentuk keadilan Allah سبحانه وتعالی. Jadi ketika Murid hadir di Majelis Guru, dia mendengar ucapannya dan melihat wajahnya. Hal ini membuat bertambah keyakinan kepada Allah سبحانه وتعالی dan bersemangat dalam ibadah.


[ Syeikh Muhammad fathurohman, M.Ag ]



No comments:

Post a Comment