Wednesday, September 18, 2019

TAWADHU'

Tawadhu’ atau rendah hati merupakan salah satu sikap terpuji sebab itu merupakan akhlak orang mukmin yang hakiki. Banyak dari kita yang berkata tentang tawadhu' akan tetapi sedikit yang bisa benar-benar melakukanya. Terkadang kita merasa sudah tawadhu', namun di situlah ternyata kita telah sombong.

Tawadhu' hanya akan benar-benar diterapkan oleh para auliya' Allah, yang mana mereka selalu merasa paling hina di depan Sang Pencipta dan juga di antara makhluk ciptaan-Nya.

Imam Abu Madyan al Ghoutsi al Andalusi قدس الله سره yang mana beliau merupakan guru dari Syeikhul Akbar Imam Muhyiddin Ibnu Arabi al Haatimi 
قدس الله سره, beliau mengatakan di salah satu bait dalam qasidahnya :

وحط رأسك واستغفر بلا سبب
وقف على قدم الإنصاف معتذرا

"Letakkanlah kepalamu dan beristighfarlah tanpa sebab, dan sadarilah (akan dosa-dosamu) dengan jujur sambil memohon ampunan (kepada-Nya)."

Qasidah ini memiliki makna yang sangat dalam, dimana diisyaratkan di dalam bait yang pertama, dengan menggunakan fi'il amr atau kata perintah, yaitu letakkanlah kepalamu!
Yang mana kepala merupakan simbol kemuliaan bagi manusia, dan di situ kita diperintahkan untuk meletakkannya, atau dalam makna lain kita diperintahkan untuk tawadhu' atau rendah hati kepada siapapun.

Sungguh tidak mudah, untuk mempraktekkan akan ini semua, kecuali bagi mereka yang telah Allah karuniai tawadhu' itu sendiri. Yaitu mereka para kekasih Allah.

Allah sangat mencintai para hamba-Nya yang benar-benar merendahkan dirinya di hadapan Sang Maha Kuasa, seperti yang tertulis dalam hadist :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ“أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ. فَأَكْثِرُوْا الدُّعَاءَ”

Hadits riwayat Abi Hurairah رضى الله عنه, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda : “Paling dekatnya seorang hamba dengan Tuhannya ialah ketika dia bersujud. Maka perbanyaklah berdoa.”

Di dalam hadist ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sujud adalah amal yang sangat disukai oleh Allah Ta'ala, dimana di dalamnya kita merendahkan diri kita untuk bermunajat ke hadirat Allah Ta'ala. Kerana kedekatan seorang hamba kepada Tuhannya adalah dengan merendahkan dirinya di hadapan Tuhannya.

Kemudian dalam bait selanjutnya dalam qasidah di atas dikatakan : "Sadarilah (akan dosa-dosamu) dengan jujur sambil memohon ampunan (kepada-Nya)." Di sini kita diperintahkan untuk selalu menyadari akan dosa-dosa yang telah kita perbuat dengan selalu memohon ampunan kepada-Nya, dan selalu menyaksikan diri kita ini sebagai pendosa walaupun kita tidak melakukanya. Maka akhlak ini sangatlah mulia apabila diterapkan dalam bermuamalah kepada semua ciptaan-Nya dengan selalu rendah hati kepada mereka dan meminta maaf apabila ada kesalahan. Lalu bagaimana apabila ini semua diterpakan kepada-Nya,?

Sungguh sangat indah, bagaimana para guru kita selalu sabar dalam membimbing dan mendidik kita untuk selalu rendah hati, kepada siapapaun yang kita jumpai dari semua makhluk ciptaan-Nya.

Imam Ibnu Athaillah As-Sakandari 
قدس الله سره dalam syarhnya terhadap Qasidah Imam Abu Madyan al Ghoutsi, beliau mengatakan :

والطريق أهلها مخفية في العالم خفاء ليلة القدر في شهر رمضان، وخفاء ساعة الجمعة في يومها، حتى يجتهد الطالب في طلبه بقدر الإمكان.

"Keberadaan para auliya Allah itu tersembunyi di alam ini, seperti tersembunyinya Lailatul Qodr di bulan Ramadhan, dan seperti tersembunyinya waktu (fadhilah) di hari Jum'at, agar para murid bersungguh-sungguh untuk mencarinya sesuai dengan kemampuanya."

Memang semua yang tidak terlihat bukan berarti tidak ada.
Maulana Syeikh Muhanna dalam memahami perkataan Sidi Ibnu Athaillah ini beliau mengungkapan,:

"Kenapa kita tidak bisa melihat para wali Allah? Para Wali Allah itu ada, dan akan tetap ada, akan tetapi mereka tersembunyi. Agar kita tetap selalu berbaik sangka kepada semua makhluk ciptaaNya, dan berbaik sangka bahwa mereka semua adalah wali-Nya."

Kita bisa memahami dari ungkapan beliau di atas, yang mana beliau mengajarkan kepada kita, untuk selalu berbaik sangka kepada semua makhluk-Nya, sehingga tidak menimbulkan kesombongan dalam diri kita kepada orang lain. Dan seperti inilah para guru kita mengajarkan untuk selalu rendah hati dan berbaik sangka kepada semua hamba-Nya.

Semoga Allah selalu menjaga para guru kita, dan kita selalu mendapatkan keberkahan, dan manfaat ilmunya. Aamiin...


SYARIAT, THARIQAT, HAKIKAT

DINUKIL DARI

KITAB :

Samir Ash Shibyan
Li ma'rifati furudhil a'yan


TA'LIF : 

Syeikh Hasahuddin Bin Makshum Bin Abu Bakar Ad Dali As Sumatrawi رحمة الله تعالى


Pada akhirnya Risalah Tazkir Al Muridin Fi Suluki Thareqatil Muhtadin.


" Fashlun : Telah dimisalkan mereka itu akan Syariat dengan perahu pada keadaannya sebab menyampaikan kepada maqsud dan dimisalkan akan Thareqah dengan laut pada keadaannya tempat bagi maqsud dan dimisalkan akan Haqiqah dengan mutiara pada mengambil manfaat dengan dia dan pada mulianya atas lainnya.

Maka tiadalah sampai seorang kepada haqiqah yang diserupakan akan dia dengan mutiara melainkan kemudian daripada sampai ia ke laut yang tempat mutiara itu dan tiada pula ia sampai kepadanya melainkan dengan perahu.

Maknanya barangsiapa menghendaki akan Haqiqah maka hendaklah bersifat ia dengan Syariat Dan Thareqah kerana tiada sampai seorang kepada Haqiqah melainkan kemudian daripada bersifat ia dengan keduanya.

Maka yang tiga ini berlazim laziman ia dengan tertib ; pertama Syariat kedua Thareqah ketiga Haqiqah.

Dan barangsiapa meninggalkan akan tertib ini tiadalah sampai ia kepada mutiara Haqiqah kerana bahawasanya Thareqah dan Haqiqah itu terhenti keduanya atas Syariat.

Bermula orang yang mukmin dan jika tinggi pangkatnya dan jadilah ia setengah daripada awliya' sekalipun tiada lah gugur daripadanya segala ibadat yang difardhukan atasnya pada Al Quran Dan Al Hadits.

Dan barangsiapa menyangka bahawasanya telah jadi wali dan telah sampai ia kepada Haqiqah nescaya gugur daripadanya Syariat maka adalah ia daripada orang yang sesat lagi menyesatkan lagi tiada berugama. Kerana tiada gugur ibadat daripada nabi nabi, betapakah gugurnya daripada wali wali.

Dan apabila telah mengetahui oleh as-Salikin akan segala yang tersebut ini maka wajiblah atasnya menghiasi zahirnya dengan mengamalkan Syariat supaya bercahaya hatinya dengan cahaya syariat dan hilang daripadanya gelap gelap maksiat dan dengan yang demikian itu patutlah bertempat thareqah pada hatinya - Kifayatul Atqiya' - pada beberapa tempat... "

No photo description available.

No photo description available.

No photo description available.


Nasihat Guru Sufi

Seorang murid bertanya pada gurunya.

Murid : Guru berilah nasehat tentang amalan yang terbaik untuk kami.

Guru Sufi : Amalan yang terbaik untukmu adalah menurut tingkat dirimu.

Jika engkau seorang penakut, amalan terbaikmu adalah berkata benar di hadapan penguasa yang zalim atau berjalan di jalan Allah.

Jika dirimu mempunyai dendam dan teraniaya, amalan terbaikmu adalah memaafkan dan menjalin silaturrahim.

Jika engkau anak durhaka, sebaik-baik amalan perbuatanmu adalah berbakti kepada kedua orang-tua dan jika kedua orang tuamu wafat selalu mendo’akan mereka.

Jika dirimu senang bertengkar dan berdebat, amalan yang terbaik bagimu adalah tawadhu dan mengurangi bicara.

Jika engkau tamak dan bakhil, amalan terbaikmu adalah menjadi seorang dermawan dan selalu bersedekah.

Jika dirimu pemalas, amalan yang terbaik bagimu adalah shalat di awal waktu dan tidak meninggalkan shalat malam.

Jika engkau suka bergunjing, amalan utama terbaikmu adalah sibuk berdzikir.

Jika dirimu riya' dan sombong, amalan perbuatan terbaikmu adalah berlatih zuhud dan berpuasa.

Jika engkau menderita, amalan yang terbaik bagimu adalah bersabar.

Jika dirimu seorang yang kaya, amalan utama dan terbaik bagimu adalah bersyukur dan selalu bersedekah.

Jika engkau miskin, amalan terbaikmu adalah rajin berusaha.

Jika dirimu pintar, amalan terbaikmu adalah mengajarkan.

Jika engkau bodoh, amalan yang terbaik untukmu adalah diam.

Nasehat yang terbaik adalah Pemberi nasehat yang ikhlas di saat yang tepat.



Tuesday, September 10, 2019

ILMU TASAWWUF - ILMU MENGETAHUI NYAWA AGAMA ISLAM DAN HIKMAH

Oleh : Prof Dr Burhanuddin Al Hilmy


Bagi memudahkan mendekati ilmu tasawwuf dan tariqat-tariqatnya bagi mencari ilmu di zaman kebendaan dan ilmiah ini, eloklah lebih dahulu mempelajari ilmu fizik kemudian pelajari ilmu metafizik atau mâ warâ’a al-tabâ‘ah, ilmu falsafah dan ilmu perbezaan antara agama-agama.

Dalam hal ini rasanya eloklah saya ceritakan sedikit hal-hal saya dengan tasawwuf ini. Ayahanda saya adalah seorang tasawwuf dan bertariqah Naqshabandi serta dengan lurus dan wara‘nya. Maka saya dari kecilnya dilatih secara wara‘nya dan mesti kuat beribadat mengikut-ngikut dia sembahyang berjamaah, membaca Quran dan [Maulid karya] al-Barzanji, ahzab dan zikir. Sebagai orang muda tiadalah saya tahu apa-apa. Saya ikut-ikut itu kerana malu dan segan jua. Saya lakukan dengan berat kerana kawan-kawan lain dapat lepas dan bermain-main saya tidak.

Bila saya lepas belajar ke luar, di Indonesia, dapat saya belajar bahasa Belanda dan guru-guru agama saya pula ‘ulama’-‘ulama’ kaum muda dan berfaham progresif dalam Islam, maka fikiran saya terbentuk dengan membaca keterangan-keterangan moden dan majalah-majalah moden seperti al-Manar dan al-Fath. Saya pelajari ilmu-ilmu usul fiqh, usul al-ahkam, mazahib al-arba‘ah (mazhab empat) dan membaca kitab-kitab Bidayah al-Mujtahid, Subul al-Salam, kitab-kitab [Syeikh al-Islam] Ibn Taimiyyah, Ibnu al-Qayyim, al-Shaukani, [Syeikh] ‘Abdul Wahhab al-Wahhabi (yakni [Syeikh] Muhammad Abdul Wahhab), al-Sayyid Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rashid Rida dan akhirnya Tantawi. Saya pun terbalik bertentang dengan ayah saya dalam pendirian. Saya memusuhi jumud kolot. Pada saya, tasawwuf dan tariqatnya itu suatu ajaran mematikan semangat dan campur-aduk dengan bid‘ah.

Pada saya kitab tasawwuf seperti karangan Imam Ghazali (w.505H/1111M) itu saya pandang seperti madu bercampur racun, kerana saya pandang dari segi bahas fiqh, tafsir dan hadith tidak kuat menurut kaedah rawi dan sebagainya. Ini berlaku di antara 1927 hingga tahun 1940.

Pendeknya ilmu tasawwuf saya ketepikan. Nafsu saya tidak mahu langsung kepadanya, apa lagi sebagai seorang wartawan muda pada tahun 1937 saya keluarkan majalah Taman Bahagia lalu tertangkap kerana saya didapati oleh penjajah berpolitik tegas dan berbahaya kepada penjajah dan akan membangkitkan kesedaran rakyat, hinggalah sekarang ‘Malaya jadi Palestin kedua’ masih kedengaran diperkatakan orang.

Maka saya di India saya dapat mempelajari bahasa Inggeris dan Perancis, dan dalam mempelajari ilmu-ilmu kedoktoran homeopati asas Belanda memudahkan saya mempelajari bahasa Jerman. Kemudian masuklah saya ke dalam perguruan psikologi-metafizik, ilmu al-ruhani juga falsafah dan perbezaan-perbezaan agama besar di dunia ini. Apabila menyusun-nyusun tesis untuk kedoktoran failasuf (Ph.D) maka terpaksalah saya berfikir mendalam mengambil di mana titik berat, inti sari dan pati punca perbezaan dan perbalahan.

Maka termasuklah membahaskan berkenaan dengan sufi itu termasuk dalam falsafah. Saya pelajari sufi dari bahasa-bahasa Eropah. Terpaksalah balik saya mengenal al-Ghazali, al-Badawi, al-Rifa‘i, al-Rumi, al-Qushairi, Ibnu ‘Ata’illah dan lain-lain serta rujuk kitab-kitab Eropah itu kepada kitab Arab maka barulah saya mencari kitab-kitab Arabnya pula.

Kemudian setelah saya siasati kedatangan Islam ke Nusantara kita ini dan datuk nenek kita memeluk agama Islam yang hanif (yang lurus-peny.) ini terutamanya kesan-kesannya ialah daripada ‘ulama’-‘ulama’ Syi‘i dan ‘ulama’-‘ulama’ tasawwuf, sama ada ‘ulama’-‘ulama’ itu datang secara saudagar atau secara muballigh; bukan masuk melalui ‘ulama-‘ulama’ fiqh, Islam masuk di Nusantara kita ini berkembang tidak dengan kekerasan atau paksa tetapi dengan kemahuan hati dan pilihan jua yang dapat mengatasi agama Hindu dan Buddha [se]bagaimana yang diperjuangkan oleh wali songo di Jawa dan lain-lain kepulauan maka beransur-ansur nampaklah saya kesenian ilmu tasawwuf.

Hebatlah sungguh perlawanan di dalam diri saya sendiri pertentangan-pertentangan yang saya katakan dahulu itu tasawwuf kolot dan jumud dengan Islam progresif dan saintifik.

Bila kita halusi intisari alam metafizik dan pengertian alam mithal yang diterangkan ‘ulama’-‘ulama’ tasawwuf dipandang dari bahas ilmiah hari ini nampaklah kita di mana ilmu tasawwuf dan tariqat-tariqatnya.


[ Dipetik daripada buku Simposium Tasawwuf dan Tariqah oleh Prof. Dr Burhanuddin, hlm. 35-38.]


Al-Habib Abdul Rahman bin Muhammad Al-Aidrus (Tok Ku Paloh – Terengganu)


TOK KU PALOH atau nama sebenarnya Sayyid Abdul Rahman bin Sayyid Muhammad Al-Aidrus adalah ulama kerohanian (sufi) yang berkecimpung dalam bidang pentadbiran dan diplomatik di Terengganu. Gelaran lain beliau ialah Engku Sayyid Paloh, Engku Cik, Tuan Cik dan Syaikh al-Islam Terengganu. Beliau lahir pada tahun 1233 Hijrah bersamaan dengan 1817 Masihi dan meninggal dunia pada bulan Zulhijjah 1335 Hijrah bersamaan dengan September 1917 Masihi. Tok Ku Paloh dirahmati berumur panjang. Bererti ketika meninggal dunia Tok Ku Paloh berusia sekitar 102 tahun menurut perhitungan tahun hijrah atau 100 tahun menurut tahun masihi.

Ayahanda beliau ialah Sayyid Muhammad bin Sayyid Zainal Abidin al-Aidrus atau dikenali sebagai Tok Ku Tuan Besar di Terengganu.


Tok Ku Paloh mempunyai beberapa orang adik-beradik. Ada yang seibu sebapa dan ada juga yang berlainan ibu. Adik-beradik kandung Tok Ku Paloh ialah Sayyid Zainal Abidin Al-Aidrus yang digelar dengan Engku Sayyid Seri Perdana, Sayyid Ahmad al-Aidrus digelar Tok Ku Tuan Ngah Seberang Baruh dan Sayyid Mustafa Al-Aidrus yang digelar Tok Ku Tuan Dalam.

Adik-beradiknya selain yang disebut itu ialah Tuan Embung Abu Bakar atau digelar dengan nama Tuan Embung Solok atau Tok Ku Tuan Kecik, Tuan Nik (Senik). Antara nama-nama tersebut, ramai yang memegang peranan penting dalam Kerajaan Terengganu tetapi nama yang paling masyhur ialah Tok Ku Paloh.

Beliau ialah seorang ulama dan Ahli Majlis Mesyuarat Negeri semasa pemerintahan Sultan Zainal Abidin III.
 Kerana kewibawaannya, beliau diberi mandat oleh Sultan mentadbir kawasan Paloh dan mengawasi kawasan Hulu Terengganu. Beliau juga diterima sebagai penasihat pertama dan utama kepada Sultan dalam berbagai persoalan. Beliau tegas dan pintar dalam bidang diplomatik, dan sering diberi peluang mewakili Sultan berunding dengan pihak British sehingga pada zaman itu British gagal menjajah Terengganu.

Tok Ku Paloh terkenal sebagai seorang wali Allah yang mempunyai berbagai karamah dan sentiasa mendapat bantuan Allah 
سبحانه وتعالی khususnya sewaktu mengendalikan urusan rakyat. Tok Ku Paloh adalah khalifah Thariqat Naqsyabandiah, dan beliau turut mengamal dan mengembangluaskan ‘Syahadat Tokku’, satu amalan yang disusun oleh ayahnya Tok Ku Tuan Besar.


Keturunan Rasulullah 

Dilahirkan pada tahun 1817 (1233 Hijrah) di Kg. Cabang Tiga, Kuala Terengganu, Tokku Paloh adalah nasab ke-32 daripada Rasulullah  di kalangan keluarga Al-Aidrus. Nasab sebelah bapanya sampai kepada Sayyidina Hussein 
رضى الله عنه anak Sayyidatina Fatimah Az-Zahrah رضي الله عنها binti Rasulullah. lbunya, Hajah Aminah, ialah isteri pertama daripada beberapa orang isteri Sayyid Muhammad yang terkenal dengan gelaran Tok Ku Tuan Besar. Semasa pemerintahan Sultan Omar, Tok Ku Tuan Besar menjadi Syeikhul Ulama iaitu ketua seluruh ulama Terengganu, dan dianugeiahkan gelaran Paduka Raja Indra oleh baginda Sultan. Kedua-dua kedudukan itu menjadikan Tok Ku Tuan Besar sangat dihormati dan berpengaruh di kalangan istana dan rakyat keseluruhannya.

Sebagai seorang ulama yang bertanggungjawab dan berpengaruh, Tok Ku Tuan Besar berusaha sehingga terlaksana hukum-hukum Islam secara meluas dalam sistem pentadbiran dan kehidupan di bawah pemerintahan Sultan Omar (memerintah 1839-1875), hingga Terengganu terus terkenal sebagai negeri yang berpegang teguh dengan Islam, di sekitar pertengahan abad ke-18 Masihi.

Menyedari pentingnya penyebaran ilmu agama dan bimbingan amal, maka Tok Ku Tuan Besar mendirikan masjid di Kampung Cabang Tiga. Masjid ini kini telah diubahsuai dan meriah dengan ahli jemaah. Di sinilah Tok Ku Tuan Besar yang juga pengarang beberapa buah kitab itu menyebarkan ilmu dan tarbiah kepada ramai anak muridnya dan anak-anaknya sendiri termasuk Sayyid Abdul Rahman (Tok Ku Paloh).

Dengan itu nyatalah Tok Ku Paloh itu bukan saja berketurunan Rasulullah  yang mulia malah mendapat didikan dan asuhan dalam keluarga yang kuat beragama. Semua adik-beradiknya juga mempunyai keahlian dalam hal-ehwal agama dan di antara yang terkenal ialah Sayyid Zainal Abidin Al-Aidrus (dilantik menjadi Menteri Besar pada tahun 1864 oleh Sultan Omar), Sayyid Ahmad Al-Aidrus (bergelar Tok Ku Tuan Ngah Seberang Baruh) dan Sayyid Mustafa Al-Aidrus (seorang ulama yang juga ahli Majlis Mesyuarat Negeri; merupakan salah seorang dan empat pembesar yang pernah diwakilkan memegang pemerintahan negeri sewaktu Sultan Zainal Abidin III melawat Siam pada Ogos 1896.

Di kalangan adik-beradiknya, Tok Ku Palohlah yang paling masyhur dan mempunyai banyak keistimewaan yang luar biasa.

Menurut cucunya Sayid Abdul Aziz, sejak kecilnya lagi sudah ada tanda-tanda pelik yang mengisyaratkan Tok Ku Paloh akan muncul menjadi orang penting masyarakat. Satu ketika semasa Tok Ku Paloh berada bersama ayahnya Tok Ku Tuan Besar, tiba-tiba saja Tok Ku Paloh melihat seorang yang berserban dan berjubah hijau memanggilnya. Tok Ku Tuan Besar menahannya seraya berkata, “Engkau jangan pergi dekat orang itu, nanti engkau tidak boleh bersama abah lagi.”

Perkataan Tok Ku Tuan Besar itu tidak begitu pasti apa maksudnya. Tetapi yang nyala, Tok Ku Tuan Besar juga seorang yang kasyaf; dapat melihat kemunculan seorang yang berserban dan berjubah hijau itu. Siapa orangnya? Wallahu a’lam. 


Pendidikan

Sayyid Abdur Rahman al-Aidrus atau Tok Ku Paloh berketurunan ‘Sayyid’. Oleh itu sudah menjadi tradisi keturunan itu untuk lebih mengutamakan usaha mempelajari ilmu-ilmu daripada orang yang terdekat dengan mereka. Ayah beliau, Sayyid Muhammad Al-Aidrus atau Tok Ku Tuan Besar, pula merupakan seorang ulama besar yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam urusan Islam di Terengganu. Dapat dipastikan Sayyid Abdur Rahman Al-Aidrus telah belajar pelbagai bidang ilmu daripada orang tuanya sendiri.

Hampir semua orang yang menjadi ulama di Terengganu pada zaman itu memperoleh ilmu melalui jalur daripada ulama-ulama yang berasal dari Patani. Sayyid Abdur Rahman Al-Aidrus, selain belajar daripada ayahnya, juga berguru dengan Syeikh Wan Abdullah bin Muhammad Amin al-Fathani atau Tok Syeikh Duyung (lihat Utusan Malaysia, Isnin, 6 Mac 2006).

Sayyid Muhammad Al-Aidrus atau Tok Ku Tuan Besar dan Tok Syeikh Duyung bersahabat baik dan sama-sama belajar daripada Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahim al-Fathani di Bukit Bayas, Terengganu. Mereka juga sama-sama belajar dengan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani di Mekah.


Sayyid Abdur Rahman Al-Aidrus (Tok Ku Paloh) melanjutkan pelajarannya di Mekah. Di sana beliau bersahabat dengan Syeikh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fathani, Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani, Syeikh Nawawi al-Bantani, Syeikh Nik Mat Kecik al-Fathani (kelahiran Sungai Duyung Kecil, Terengganu) dan ramai lagi. Antara orang yang menjadi guru mereka di Mekah ialah Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan dan Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki.


Setelah lebih 10 tahun di Makkah, Tukku Paloh pulang sebagai seorang ulama besar. Beliau seorang yang warak dan terkenal sebagai pemimpin kerohanian yang mengembangkan Thariqat Naqsyabandiah. Beliau adalah khalifah thariqat ini.

Sepulangnya dari Makkah, Tok Ku Paloh terus mengajar di masjid peninggalan ayahnya di Kampung Cabang Tiga, Kuala Terengganu. Ini merupakan langkah awal beliau berkhidmat kepada orang rarnai, sebelum melangkah kepada kegiatan yang lebih mencabar, bukan saja dalam bidang pengajaran ilmu tetapi juga dalam bidang pentadbiran, pemerintahan dan jihadnya menentang mungkar dan penjajah British. 


Pencatur Dasar Luar Terengganu

“Kalau untuk mencampuri urusan pentadbiran kami, saya menolak walau atas alasan apa sekalipun,” kata Tuk Ku Paloh. ‘Tetapi, kalau hendak tanah, silakan. lsilah ke dalam armada tuan sebanyak mana pihak British mahu… ambillah tanah.”

Itulah jawapan Tok Ku Paloh kepada wakil British, semasa berlaku perundingan antara pihak British dengan Tok Ku Paloh yang mewakili kerajaan Negeri Terengganu. Jawapan dalam bentuk sindiran itu, yang diluahkan dengan tenang tapi tegas, ternyata menyakitkan hati wakil-wakil British itu. Mereka bangun untuk beredar. Tetapi, dengan kuasa Allah, punggung mereka tidak semena-mena terlekat di kerusi. Apabila mereka mengangkat punggung, kerusi turut terangkat sama buat seketika sebelum jatuh ke lantai. Waktu itu Tok Ku Paloh bersuara secara bersahaja: “Sudahlah tuan-tuan hendak ambil tanah Terengganu, kerusi rumah saya pun tuan-tuan hendak ambil.”

Demikianlah gagalnya diplomasi British untuk menjajah Terengganu pada sekitar awal abad ke-20. Taktik diplomasi yang berjaya digunakan di beberapa negeri lain, gagal di Terengganu kerana adanya gandingan rapat antara ulama dan umarak (pemerintah). Tegasnya, antara Sayyid Abdul Rahman Al-Idrus atau Tuk Ku Paloh, dengan Sultan Zainal Abidin III, Sultan Terengganu ke-ll (memerintah 1881-1918).



Regu Sultan Zainal Abidin III

Seperti juga ayahnya, Tok Ku Paloh seorang yang sangat berpengaruh di kalangan istana dan menjadi tempat rujuk sultan. Malah perlantikan sultan itu sendiri mempunyai kaitan rapat dengan pengaruh Tok Ku Paloh di kalangan istana, yang diwarisi daripada ayahnya Sayyid Muhammad bin Zainal Abidin, yang terkenal dengan panggilan Tok Ku Tuan Besar, juga merupakan tokoh agama yang amat terkenal dan pengarang kepada lebih kurang 16 buah buku agama dan nazam.

Hubungan Tok Ku Paloh dengan sultan ini boleh disamakan dengan hubungan antara Sultan Zainal Abidin I (memerintah 1725-1734) dengan seorang lagi ulama besar Terengganu, Syeikh Abdul Malik bin Abdullah. Ulama yang terkenal dengan gelaran Tuk Pulau Manis ini juga dikenali sebagai wali Allah, dan banyak mengarang kitab. Sebagai Syeikhul Ulama dan mufti, Tuk Pulau Manis amat berpengaruh di kalangan istana dan dikatakan bertanggungjawab atas pertabalan Sultan Zainal Abidin I yang kemudian menjadi menantu beliau.

Menyedari peri pentingnya pemerintahan raja yang adil yang berlunaskan hukum-hukum Allah سبحانه وتعالی, Tok Ku Paloh bersama Sayid Abdullah (Menteri Besar ketika itu) mengetuai sokongan terhadap perlantikan Tengku Zainal Abidin sebagai Sultan Terengganu menggantikan Sultan Ahmad Shah II (memerintah 1876-1881).

Sokongan dua orang yang berpengaruh ini sungguh berkesan sehingga Sultan Zainal Abidin kekal sebagai raja yang berjaya menegakkan pemerintahan yang kukuh dan bermaruah walaupun usianya ketika mula memegang tampuk pemerintahan negeri baru 16 tahun. Kejayaan baginda itu adalah berkat mendampingi serta menerima keputusan ulama. Baginda memerintah selama kira-kira 36 tahun 11 bulan hingga ke akhir hayatnya pada tahun 1918.

Ketika Sultan Zainal-Abidin III mula naik takhta, Tok Ku Paloh belum menjawat apa-apa jawatan penting secara rasmi. Tetapi sebagai seorang tokoh agama, beliau sudah berpengaruh di kalangan istana. Kemudian beliau menjadi Syeikhul Ulama (ketua ulama) Terengganu dan dilantik sebagai ahli Majlis Mesyuarat Negeri dalam kerajaan Sultan Zainal Abidin. Dengan kedudukan itu Tok Ku Paloh bertanggungjawab membantu kerajaan mentadbir negeri dan rakyat.

Bagaimanapun, ulama dan ahli thariqat yang arif perjalanan rohani dan ilmu tasawuf ini lebih banyak berhubung secara peribadi dalam berbagai-bagai hal dengan Sultan Zainal Abidin. Keistimewaan ini menjadikan Tok Ku Paloh sebagai penasihat Sultan dan orang yang bertanggungjawab di belakang keputusan-keputusan yang dibuat oleh Sultan dalam pelbagai perkara terutamanya mengenai dasar luar negeri.

Ini terbukti dengan keputusan berani Tok Ku Paloh memberi perlindungan kepada pahlawan-pahlawan Pahang sekitar tahun 1894 dan keengganannya bekerjasama dengan pihak British. Pendirian beliau ini mempengaruhi sikap Sultan Zainal Abidin (kebetulan menantu kepada Sultan Ahmad Pahang) untuk terus-menerus menentang pertapakan British di Terengganu.

Penglibatan Tok Ku Paloh dalam perjuangan menentang campurtangan British di Pahang berlaku apabila pahlawan-pahlawan Pahang yang memberontak terpaksa berundur akibat tekanan hebat daripada pihak berkuasa. Mereka yang dipimpin oleh Datuk Bahaman, Tuk Gajah dan anaknya Mat Kilau berada dalam keadaan serba salah dan hampir-hampir putus asa.

Akhirnya pada bulan Mei 1894, mereka membuat keputusan menghubungi Tok Ku Paloh. Ternyata hubungan ini memberi nafas dan tenaga baru kepada perjuangan mereka kerana Tok Ku Paloh bukan saja bersimpati malah bersedia membantu pahlawan-pahlawan itu menentang pencerobohan British di Pahang. Selama berada di Paloh, pahlawan-pahlawan yang terkenal hebat itu menggunakan sepenuh kesempatan menuntut ilmu agama dan mendalami perjalanan rohani sebagai bekalan dalam perjuangan yang amat sukar itu. Mereka berguru dengan Tok Ku Paloh.

Kemudian baru Tok Ku Paloh menyeru pahlawan-pahlawan itu supaya melancarkan perang jihad. Sebagai bekalan rohani, beliau memberi mereka wirid-wirid dan ayat-ayat tertentu dan menghadiahkan mereka pedang yang bertulis ayat-ayat Al-Quran pada matanya. Dan dengan sokongan dan pengaruh Tok Ku Paloh, pasukan pahlawan itu semakin besar dan mendapat sokongan sultan dan rakyat Terengganu untuk melancarkan serangan tahap kedua berdasarkan kecintaan kepada agama dan tanahair dengan semboyan ‘perang jihad’. Semangat perang jihad begitu ketara sekali di kalangan para pejuang itu.

Ketika inilah, Hugh Clifford, Residen British di Pahang, menyedari bahayanya pahlawan-pahlawan itu berada di negeri jiran kerana mendapat sokongan Tok Ku Paloh untuk melancarkan serangan baru dengan kekuatan agama. Demi menjaga kepentingan British di Pahang, pada bulan April 1895 Clifford mengetuai satu angkatan serarnai 250 orang untuk melumpuhkan kekuatan pihak yang disifatkannya sebagai pemberontak-pemberontak.

Sesampai di Terengganu, Clifford mengadap Sultan Zainal Abidin untuk mendapat kerjasama baginda. Sultan Zainal Abidin dengan senang hati mengeluarkan surat kuasa (waran) kepada Clifford untuk menangkap sesiapa saja daripada kalangan rakyat baginda yang bersubahat dengan pernberontak-pemberontak. Tetapi surat itu tidak memberi kuasa untuk menyiasat kerabat diraja, keluarga Sayyid serta pembesar-pembesar baginda.

Baginda juga mengeluarkan satu surat sulit kepada orang-orang Besut supaya membantu pahlawan-pahlawan Pahang yang bersembunyi di daerah itu. Taktik diplomasi yang bijak itu menyelamatkan semua pejuang Pahang dan mengecewakan usaha ketua penjajah Pahang bernama Clifford itu. Clifford sentiasa curiga terhadap Tok Ku Paloh kerana dalam beberapa perundingan yang diadakan dengannya, pernimpin British itu percaya Tok Ku Paloh tidak berkata yang sebenarnya mengenai pemberontak-pemberontak.

Kadangkala wakil-wakil British itu dipersendakan oleh Tok Ku Paloh. Menurut cerita Syed Omar Abdul Kadir Al-Aidrus (cucu Tok Ku Paloh) kepada penulis, dalam sata pertemuan antara Tok Ku Paloh dan Clifford terjadi antara lain dialog seperti berikut:


Clifford:
"Saya datang mahu mendapat kerjasama Tok Ku untuk menangkap pemberontak-pemberontak dari Pahang yang berada dalam negeri Terengganu."


Tok Ku Paloh:
"Siapa yang dimaksudkan? Kerana kami orang Islam tidak boleh menyimpan pemberontak dan penjahat-penjahat. Kalau ada penjahat tentu kami sudah tangkap dan mengenakan hukuman berdasarkan hukum Islam."


Clifford:
"Itu, Datuk Bahaman, Tuk Gajah, Mat Kilau dan pengikut-pengikut mereka melakukan banyak kacau dalam negeri Pahang. Sekarang mereka lari ke negeri ini."


Tok Ku Paloh:
"Orang-orang itu semua baik-baik, bukan pengacau, bukan pemberontak kerana mereka menuntut pembebasan daripada campurtangan kuasa luar dalam negeri mereka, dan sebagai orang-orang Islam mereka mesti menuntut hak itu."



Sebagai satu helah, Tok Ku Paloh membenarkan juga angkatan Clifford itu menyiasat di Paloh sama ada benar pahlawan-pahlawan Pahang itu bersembunyi di sana (ketika itu semua mereka sudah bersembunyi di tempat-tempat selamat).

Clifford masih tidak berpuas hati kerana pasukannya gagal menemui ‘pemberontak-pemberontak’ itu. Dia percaya mereka ada bersembunyi di kawasan rumah Tok Ku Paloh. Ini berdasarkan beberapa bukti yang dia sendiri perolehi semasa siasatan dibuat. Tetapi dia dan pasukannya tidak berdaya berbuat apa-apa walaupun berkali-kali berunding dengan Tok Ku Paloh. Sebab itu bagi Clifford, penghalang besar kepada usahanya untuk menangkap pahlawan-pahlawan Pahang itu ialah Tok Ku Paloh sendiri.

Malah usaha terakhir Clifford meminta jasa baik Sultan supaya memaksa Tok Ku Paloh menyerahkan mereka itu juga gagal. Ini membuatkan dia sedar pengaruh Tok Ku Paloh begitu besar sekali di istana. Akhirnya Clifford mengambil keputusan meninggalkan Terengganu pada 17 Jun 1895. 


Menentang Pertapakan British di Terengganu

Percubaan British untuk menjajah Terengganu bermula sejak awal abad ke-20. Gabenor Negeri-negeri Selat, Frank Swettenham, tanpa terlebih dahulu berunding, datang ke Terengganu pada tahun 1902 dan mengadap Sultan untuk mendapat persetujuan sultan mengenai satu rangka perjanjian yang disediakan di London antara kerajaan British dan Siam. Tetapi perjanjian yang kononnya memberi pengiktirafan yang lebih jelas terhadap naungan kerajaan Siam ke atas Terengganu itu secara rasmi ditolak oleh kerajaan Terengganu.

Sultan Zainal Abidin dan penasihat-penasihat baginda menyedari kesan daripada perjanjian itu dan nampak perancangan jauh kerajaan British yang beria-ia benar mempelopori perjanjian itu supaya ditandatangani. Sedangkan kerajaan Siam sentiasa menghormati pemerintahan Terengganu yang berdaulat.

Perkiraan itu ternyata berlaku pada 10 Mac 1909 bertempat di Bangkok di mana kerajaan British secara senyap menandatangani satu perjanjian baru dengan kerajaan Siam. Entah ganjaran apa yang diperolehi oleh kerajaan Siam, melalui pejanjian itu kerajaan Siam memindahkan (menyerahkan) segala hak naungan, perlindungan, pentadbiran, kawalan dan apa saja yang dipunyainya ke atas negeri-negeri Kelantan, Perlis, Kedah dan Terengganu serta pulau-pulau berhampiran.

Dengan perjanjian baru itu bermakna Terengganu bulat-bulat duduk di bawah kekuasaan British seperti terkandung dalam butir-butir perjanjian pertama tajaan British yang kononnya untuk menjelaskan pengiktirafan terhadap naungan Siam itu.

Sekali lagi kerajaan Terengganu ridak mengiktiraf dan menentang perjanjian berniat jahat itu. Malah pihak istana dan pembesar-pembesar negeri sangat marah dengan taktik halus British. Tok Ku Paloh, yang sangat berpengaruh terhadap dasar luar Terengganu, memberi pandangannya mengenai cita-cita British yang berkehendakan Terengganu dengan pertolongan Siam itu, dengan katanya antara lain:

“Dimaklumkan bahawa perkara ehwal treaty (perjanjian) yang dikehendaki oleh Inggeris dengan kebenaran Siam itu sangat besarlah pada paham paduka ayahanda (maksudnya beliau) waqiahnya dan sangatlah pada fuad (hati) Seri Paduka Anakanda Sultan Zainal Abidin akan akllahu al dafihi (telah menolong akan engkau oleh Allah سبحانه وتعالی atas penolakannya) kerana sudah bersatu kira antara Siam dan Inggeris tetapi Insya-Allah tiada sekali-kali Allah سبحانه وتعالی tasalitkan (beri kekuasaan-Nya) kuffar (orang kafir) atas Muslimin melainkan sebab tadyik (menghilangkan) mereka itu akan huquk (hak) syariat dan tiada bersungguh-sungguh mereka itu berpegang atas syariat yang mutahharah (undang-undang suci Islam) dan pemasukan ke dalam agama Islam akan barang yang dibenci oleh Rasulullah . Maka wajiblah pada sekarang ini Seri Paduka Anakanda (Sultan) berkuat pada menzahirkan agama dan membatalkan segala mungkarat (kejahatan), jangan sekali tidak hirau…”

Walaupun usaha itu gagal, British terus menjalankan diplomasinya dalam berbagai bentuk rundingan. Antara pegawai yang mewakili British ialah W.L. Conlay. Dalam beberapa kali rundingan yang diadakan dengan pihak istana (tidak kurang dua kali). Sultan Zainal Abidin mengarahkan pihak British supaya berunding secara langsung dengan Tok Ku Paloh.
Sultan berkata kepada wakil British: “Terengganu ini ada tuannya, sila berunding dengan tuannya (yang dimaksudkan ialah Tok Ku Paloh).” 


Berunding Dengan British

Rundingan pertama yang dijadualkan berlangsung di atas armada British terpaksa dibatalkan oleh British kerana dikatakan kapal armada itu beberapa kali senget apabila Tok Ku Paloh menyengetkan serbannya. Ini menakutkan wakil-wakil British yang menganggap kejadian itu satu magic (sihir atau silap mata) sedangkan yang sebenarnya adalah karamah kurniaan Allah kepada Tok Ku Paloh.

Ekoran itu, rundingan diadakan juga pada waktu lain dan kali ini di rumah Tok Ku Paloh. Untuk itu, Tok Ku Paloh meminjam beberapa buah kerusi bagi meraikan orang putih yang tidak pandai duduk bersila itu. Dengan duduk di atas kerusi, rundingan berjalan dengan panjang lebar dan antara lain wakil British memaklumkan bahawa pihaknya ingin mendapatkan tanah Terengganu dengan alasan membantu membangunkan dan memajukan negeri Terengganu. Dengan kata lain, dalam rundingan itu seolah-olahnya British hendak membantu memajukan Terengganu. Negeri Terengganu ketika itu berpenduduk sekitar 10,000 orang, kebanyakannya bekerja sebagai nelayan, tukang dan petani. Mereka diakui oleh Clifford sebagai “orang Melayu yang paling pandai dan paling rajin di Semenanjung Tanah Melayu.”

Tok Ku Paloh mempunyai pandangan yang jauh dan dapat membaca niat jahat wakil British yang mahu menguasai negeri Terengganu dan seterusnya menjajah. Lalu dengan selamba Tok Ku menjawab segala kehendak wakil British itu dengan penuh sindiran tanpa sedikit pun terpengaruh dengan ‘gula-gula’ yang diumpan oleh orang-orang putih itu. Dalam perternuan inilah berlakunya kerusi yang diduduki oleh wakil-wakil British itu melekat seketika di punggung mereka seperti telah diceritakan pada awal tulisan ini.

Wakil-wakil British itu pulang dari rumah Tok Ku Paloh dengan hati yang berang bercampur takut akan kelebihan yang ada pada Tokku Paloh. Mereka gagal sama sekali untuk menguasai Terengganu menerusi diplomasi.

Tidak berapa lama selepas itu, beberapa buah armada British datang lagi ke persisiran pantai Kuala Terengganu. Tanpa memberi sebarang amaran, armada itu melepaskan tembakan meriam dan senapang ke arah pantai dan mengarah ke udara. Serangan yang bertujuan menggertak itu telah membunuh seekor kambing di Padang Hiliran.

Orang rarnai menjadi gempar dan cemas, dan sekali lagi Sultan Zainal Abidin menyerahkan urusan ini kepada Tok Ku Paloh. Lalu dengan tenang dan yakin Tok Ku Paloh bersama orang-orang kanannya termasuk Haji Abdul Rahman Limbong, Syeikh lbrahim dan Tuk Kelam dan pengikut-pengikutnya yang lain meronda sepanjang pantai. Operasi rondaan ini berjalan siang dan malam.

Dikatakan ekoran dari itu, British tidak lagi membuat kacau, dan semua armadanya berundur. Mengikut laporan, angkatan perang British itu nampak ‘beribu-ribu’ pahlawan Terengganu lengkap dengan senjata bersiap sedia untuk melancarkan serangan balas. Sebab itulah mereka cabut lari.

Demikian kehebatan perjuangan Tok Ku Paloh yang mempunyai karamah menentang British berhabis-habisan. Beliau berpegang kepada firman Allah سبحانه وتعالی yang bermaksud:

“Sesungguhnya bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang soleh”. (Al-Anbia: 105)


Beliau juga berpegang kepada falsafah: Perjuangan tidak kenal hidup atau mati. Dengan benteng iman dan taqwa yang kukuh pada diri Tok Ku Paloh itu, pihak British gagal menjajah Terengganu sehinggalah beliau kembali ke rahmatullah pada tahun 1917, dan diikuti dengan kemangkatan Sultan Zainal Abidin III pada tahun berikutnya. Perginya ulama dan umara yang berganding bahu dalam pemerintahan… 


Memerintah Paloh Dengan Hukum Islam

Dalam kesibukannya membantu pihak istana memerintah negeri Terengganu, Tok Ku Paloh diamanah pula mentadbir kawasan Paloh oleh Sultan Zainal Abidin. Dan dalam masa yang sama beliau diminta menjadi ri’ayah (pengawas) daerah Hulu Terengganu termasuk Kuala Berang hingga ke Kampung Cabang Tiga yang jaraknya dari hujung ke hujung kira-kira 50km. Ada juga maklumat yang mengatakan pihak istana meminta Tok Ku Paloh mengawasi kawasan Kuala Nerus.

Di Paloh, beliau mempunyai kuasa penuh sehingga kerana itu mendapat gelaran istimewa “Tok Ku Paloh’. Beliau menyusun struktur pentadbiran yang sesuai dengan keperluan semasa bagi memimpin pengikut dan rakyatnya kepada satu cita-cita murni – Islam. Untuk itu, beliau menggunakan kaedah tarbiah, ta’kim serta bimbingan rohani dan kuatkuasa undang-undang yang melibatkan pembantu-pembantunya yang amanah.

Biasanya urusan-urusan kemasyarakatan dibincangkan secara syura di kalangan orang kanan dan pengikut setianya. Perbincangan atau mesyuarat itu selalunya diadakan di balai yang didirikan oleh Tok Ku Paloh bersebelahan rumahnya. Balai ini juga dijadikan tempat beliau mendirikan sembahyang jemaah lima waktu bersama orang ramai.

Dalam hal kedudukan raja yang memerintah, Perlembagaan Terengganu 1911, antara lain menyebut:

“…Tetapi disyaratkan yang dipilih dan dijadikan raja itu seorang lelaki yang cukup umurnya dan sempurna akal, beragama Islam, berbangsa Melayu Terengganu dan daripda darah daging yang merdeka lagi diakui dengan sah dan halal serta baik pengetahuannya, boleh membaca dan menyurat (menulis) bahasanya dan mempunyai tabiat perangai yang baik dan tingkah laku yang terpuji.”

Dan raja akan hilang kelayakan menjadi raja sebagaimana tersebut pada fasal ketiga perlembagaan itu yang berbunyi:

“…Jika ada kecacatan yang besar yang menyalahi sifat raja seperti gila, buta, bisu atau ada sifat kekejian yang tiada dibenarkan oleh syarak (hukum Allah) menjadi raja.”

Perlembagaan ini digubal pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin III di bawah nasihat utamanya Tok Ku Paloh iaitu pada tahun 1911. Ianya bertepatan dengan kehendak Islam di mana tiada siapa yang boleh mengatasi undang-undang Allah سبحانه وتعالی


Sembahyang Berimamkan Nabi Khidir عليه سلم

“Tok Ku mengajar di surau ini juga”, cerita Sayid Abdul Aziz, sambil menunjuk balai serbaguna yang dibangunkan oleh Tok Ku Paloh itu.

Menurutnya, semasa hayat Tok Ku Paloh, sekurang-kurangnya dua kali Nabi Khidir عليه سلم datang berjemaah Subuh di balai tersebut. Peristiwa pertama berlaku semasa Tok Ku Paloh tidak sembahyang berjemaah bersama dengan murid-muridnya. Para ahli jemaah mendapati ada orang asing yang berserban jubah menjadi imam pada pagi itu. Selesai sembahyang, orang yang tidak dikenali itu duduk bersandar di tiang hujung di sebelab kanan balai itu sambil berwirid sebelum beliau pergi menghilangkan diri.

Tok Ku Paloh tahu hal ini, lalu berkata kepada murid-muridnya: “Kamu tahu siapa yang jadi imam tadi?” Masing-masing diam dan Tok Ku Paloh terus berkata: “Beruntunglah kamu, yang menjadi imam itu tadi ialah Nabi Khidir عليه سلم. Dapat pahala besarlah kamu."

Kali kedua, Nabi Khidir عليه سلم datang berjemaah Subuh di balai itu ketika Tok Ku Paloh menjadi imam. Selain balai itu, Tok Ku Paloh mendirikan sebuah masjid kira-kira 10 rantai dan rumahnya sebagai tempat mendirikan sembahyang Jumaat dan sembahyang lima waktu. Masjid itu juga menjadi tempat murid-muridnya belajar ilmu dan mengadakan perhimpunan besar bagi merayakan satu-satu majlis yang berkaitan agama.

Di dua pusat inilah (balai dan masjid) Tok Ku Paloh memimpin dan membimbing orang ramai dengan ilmu, amal dan tarbiah rohani. Beliau mengajar ilmu-ilmu tauhid, feqah, tasawuf, tafsir, Hadis dan juga nahu saraf.

Beliau sangat menekankan ilmu dan amalan tasawuf di kalangan pengikut-pengikutnya. Malah Tok Ku Paloh mengarang kitab Maarijulah fan (tangga orang-orang yang sangat dahaga untuk naik kepada hakikat-hakikat pengenalan). Kitab ini membicarakan persoalan hati bagi mereka yang bermujahadah sehingga menjadi seorang yang bertakarrub ilallah.

Di antara anak murid dan pengikut Tok Ku Paloh yang terkenal ialah Haji Abdul Rahman Limbong, Haji Mat Shafie Losong, Tuk Kelam, Tuk Janggut, Datuk Bahaman, Mat Kilau, Haji Wan Embong Paloh, Haji Abdullah Chik Fatani, Tuk Gajah, dan Sultan Zainal Abidin III sendiri. Baginda sultan sering berulang-alik dan istananya ke Paloh untuk belajar ilmu dan berbincang mengenai berbagai perkara dengan Tok Ku Paloh. Baginda mempunyai minat dan kebolehan yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan. Selain Tok Ku Paloh, guru-guru baginda yang lain temasuklah Hj. Wan Abdullah Mohd Amin (Tuk Syeikh Duyung), Hj. Wan Mohd bin Abdullah, Hj. Wan Abdul Latif bin Abdullah Losong dan lain-lain. Baginda juga boleh berbahasa Arab hasil tunjuk ajar seorang guru khas, Habib Umar.

Berkat dan kesungguhan menuntut ilmu dan sikap memuliakan ulama, Sultan Zainal Abidin III diakui oleh rakyat sebagai raja yang alim dan taat berpegang kepada ajaran Islam. Hingga dikatakan, semasa pemerintahan baginda, susah untuk dicari seorang yang sudah sampai umur yang belum khatam Al-Quran di Terengganu.

Selain itu, Tok Ku Paloh juga menjadi guru kepada anak-anaknya sendiri seperti Sayyid Abu Bakar (Tokku Tuan Embong), Sayyid Akil (Engku Sri Wijaya) dan Sayyid Sagof (Engku Kelana). Kesemua mereka diakui sebagai ulama.

Dari hari ke hari, anak-anak murid dan pengikut Tok Ku Paloh semakin ramai. Mereka datang dari merata tempat. Paling ramai ialah orang-orang Pahang yang kebanyakan mereka adalah pahlawan-pahlawan yang menentang British. Di Paloh, mereka dilindungi di bawah pentadbiran yang adil, makmur, tegas berdasarkan hukum Allah سبحانه وتعالی dan tidak bertolak-ansur dengan pihak British.

Untuk memastikan kawasan Paloh terhindar daripada segala perbuatan maksiat dan pelanggaran undang-undang serta untuk menjaga daripada pencerobohan luar maka Tok Ku Paloh menubuhkan pasukan penguatkuasa yang terkenal dengan nama Budak Raja. Pasukan ini bertanggungjawab menjaga keamanan sepertimana peranan polis pada hari ini.

Dalam pada itu Tok Ku suka keluar malam-malam untuk memastikan keselamatan dan kebajikan orang ramai terjamin. “Pada masa tertentu, Tok Ku keluar malam berselubung kepala dengan kain, meninjau-ninjau tentang kehidupan orang ramai. Jika ada perkara-perkara tak elok, besok Tok Ku suruh budak raja pergi tangkap,” cerita Sayid Abdul Aziz.

Sikap ini memperlihatkan betapa bertanggungjawabnya Tok Ku Paloh terhadap keselamatan dan kebajikan anak-anak buahnya seperti berlaku pada khalifah Sayyidina Umar Al-Khattab رضى الله عنه. Bagaimanapun, kata Sayid Abdul Aziz, kawasan Paloh sentiasa terpelihara daripada gangguan penjahat luar dan dalam. “Musuh dan penjahat tidak dapat masuk ke Paloh dan kalau ada barang curi yang hendak dibawa keluar pun tak boleh.” Sayid Abdul Aziz tidak menolak kemungkinan adanya ‘pagar kerohanian’ yang dibuat oleh Tok Ku Paloh selain daripada kawalan Budak Raja umpamanya, dan pagar lahir. 


Mahkamah Keadilan Sendiri

Tok Ku Paloh mempunyai mahkamah keadilan sendiri di Paloh. Beliau mendapat mandat daripada sultan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan besar dan mengadili penjahat-penjahat di kawasan pentadbirannya. Mana-mana keputusan yang dibuatnya dikira muktamad tanpa perlu merujuk kepada sultan. Dan dalam soal ini beliau ada mengeluarkan surat kuasa terhadap pembawa ajaran sesat.

Dengan itu tidak hairanlah nama Tok Ku Paloh semakin masyhur sebagai seorang ulama yang berwibawa dalam pemerintahan. Beliau berjaya membangunkan Paloh menjadi kawasan yang aman damai dan mempunyai kekuatan yang digeruni musuh.

Selain itu, Tok Ku Paloh juga dilantik sebagai Syeikhul Ulama, jawatan tertinggi dalam urusan agama. Jawatan ini pernah disandang oleh ayahnya Tok Ku Tuan Besar. Tok Ku Paloh adalah juga ahli Majlis Mesyuarat Negeri. Bagaimanapun, Tok Ku Paloh lebih banyak membuat perhubungan peribadi dengan Sultan Zainal Abidin III daripada perhubungan secara rasmi. Eratnya hubungan Tok Ku Paloh dengan Sultan amat nyata di mana salah seorang isterinya, Tengku Mandak, ialah kekanda kepada Sultan Zainal Abidin. Baginda Sultan pula telah menyerahkan anaknya, Tengu Sulaiman kepada Tokku Paloh untuk dijadikan anak angkat dan dididik dengan didikan agama. Tengku Sulaiman ini kemudiannya menjadi Sultan Terengganu yang ke-13, memerintah antara 1920-1942. 


Demikianlah, setelah begitu lama menyumbang bakti kepada rakyat dan kerajaan maka Tok Ku Paloh jatuh uzur dan kembali ke rahmatullah menernui kekasihnya Allah سبحانه وتعالی pada bulan Zulhijjah 1335 H/September 1917 M dalam usia 100 tahun dan setahun kemudian Sultan Zainal Abidin III pula mangkat pada 22 Safar 1337 H/26 November 1918 M. Semasa Tok Ku Paloh dan Sultan Zainal Abidin III masih hidup, Inggeris tidak berhasil mencampuri pentadbiran negeri Terengganu. Sesudah itu, tepat pada 24 Mei 1919 M barulah Inggeris dapat mencampuri kerajaan Terengganu. Jenazah Tok Ku Paloh dimaqamkan di satu kawasan tinggi di Paloh. Beliau meninggalkan lebih 23 orang anak daripada lapan orang isteri. Semasa hayatnya Tok Ku Paloh sentiasa saja beristeri empat orang secara poligami, dan isterinya seramai 13 orang kesemuanya.  


Amalan Thariqat dan Syahadat Tokku

Selaku pembawa amalan Thariqat Naqsyabandiah, Tok Ku Paloh terkenal sebagai seorang yang kuat mengamalkan zikir-zikir yang disusun oleh Syeikh Bahauddin, iaitu pengasas Thariqat Naqsyabandiah yang susur galurnya sampai kepada Sayyidina Abu Bakar As Siddiq 
رضى الله عنه (maqam Syeikh Bahauddin terdapat di Uzbekistan). Begitu pula dengan amalan ibadah yang asas seperti sembahyang, puasa dan membaca Al-Quran dan lain-lain amalan sunat. Dengan kata lain Tok Ku Paloh sangat warak dan berhalus dalam beribadah.

Selain mengamalkan zikir Thariqat Naqsyabandiah secara istiqamah, Tok Ku Paloh juga mengamalkan dan mengembangkan amalan yang disusun oleh ayahnya Tok Ku Tuan Besar iaitu ‘Syahadat Tokku’. Amalan ini terus popular dan hingga kini masih diamalkan di banyak tempat di Terengganu secara jemaah dan bersendirian. Syahadat Tokku yang diamalkan dengan suara zihar (nyaring) itu ialah:

Ertinya: Aku ketahui dan aku iktiqad dengan hatiku dan aku nyatakan bagi yang lain daripadaku akan bahawa sesunggahnya tiada Tuhan yang disembah dengan sebenarnya melainkan Allah jua yang kaya Ia daripada tiap-tiap yang lain daripada-Nya dan berkehendak oleh tiap-tiap yang lain itu kepada-Nya. Lagi yang bersifat Ia dengan tiap-tiap sifat kesempurnaan yang maha suci Ia daripada segala kekurangan dan daripada barang yang terlintas Ia di dalam segala hati daripada barang yang tiada patut Ia bagi-Nya lagi tiada beristeri dan tiada anak dan tiada yang memperanakkan bagi-Nya. Dan tiada menyamai Ia pada zat-Nya dan sifat-Nya dan af’al-Nya akan seseorang maka Ialah Tuhan yang menjadi Ia akan segala makhluk yang ‘ulvi-Nya dan syufli-Nya lagi ketunggalan Ia pada mengadakan dan mentiadakan dengan kekerasan takluk qudrat dan iradat-Nya maka terserahlah segala kainat ini semuanya pada bawah perintah-Nya dan tiadalah jenis ‘itirat bagi seorang jua pun akan kehendak-Nya.

Dan aku ketahui dan aku iktiqad dengan hatiku dan aku nyatakan bagi yang lain daripadaku akan bahawa sungguhnya penghulu kita Nabi Muhammad anak Abdullah itu hamba Allah dan pesuruh-Nya kepada sekalian makhluk lagi sangat benar ia pada tiap-tiap barang yang ia khabarkan dengan dia daripada Tuhannya. Maka wajiblah atas tiap-tiap makhluk itu benar akan dia dan mengikut akan dia dan haram atas mereka itu mendusta akan dia atau menyalahi akan dia maka barang siapa yang mendusta ia akan dia maka orang itu zalim ia lagi kafir ia, dan barang siapa yang menyalahi ia akan dia maka orang itu derhaka ia lagi binasa ia. Mudah-mudahan memberi taufiq akan kita oleh Allah bagi sempurna mengikut akan dia dan mengurnia ia bagi kita akan sempurna berpegang dengan jalannya dan menjadi ia akan kita akan setengah daripada orang yang menghidup ia akan segala hukum syariat-Nya dan memati Ia akan kita atas keagamaan-Nya dan menghimpun Ia akan kita serta perhimpunannya. Demikian lagi segala yang memperanak akan kita dan ahli kita dan segala saudara kita dan yang kasih la akan kita dan segala sahabat kita daripada segala orang yang Muslimin. Aamiin.


Syahadat Tokku ini diwariskan kepada murid-muridnya. Pengikut kanan beliau Haji Abdul Rahman Limbong mengembangkan amalan ini kepada murid-murid dan anak cucunya pula. Ini diakui oleh Pak Cik Ali Haji Yusof, cicit Haji Abdul Rahman Limbong. Beliau berkata: “Saya dapat mengamalkan syahadat ini semasa datuk (menantu Haji Abdul Rahman Limbong) dan ayah saya lagi.” Menurut beliau, amalan itu masih kekal sebagamaana dilakukan pada zaman Hj. Abdul Rahman Limbong iaitu bermula dengan ratib Al-Hadad dan diakhiri dengan Syahadat Tokku, sekali-sekala disusuli dengan burdah pula. 


Kontroversi Syahadat Tokku

Amalan Syahadat Tokku ini pernah menjadi kontroversi apabila salah seorang pembawa amalan ini dihadap ke mahkamah kerana dituduh sesat. Peristiwa ini berlaku kepada Tuan Haji Hussein Haji Mat yang mengembangkan amalan ini di Kampung Gong Ubi Keling, Besut di mana dalam masa yang singkat saja sudah meriah dengan ramai pengikut.

Tuan Haji Hussein tidak menolak kemungkinan tindakan yang dikenakan ke atas dirinya itu didorong oleh iri hati dan hasad dengki orang-orang tertentu kerana surau yang baru beliau bangunkan lebih meriah berbanding dengan surau-surau lain. Mereka mendesak pihak berkuasa mengambil tindakan ke atas beliau (Haji Hussein) atas alasan yang batil dan fitnah.

Mengenang peristiwa pahit yang berlaku pada sekitar tahun 1950 itu, Haji Hussein bercerita: “Hampir seribu orang yang berada di Mahkamah Kadhi Besut untuk mendengar keputusan perbicaraan saya yang dituduh sesat kerana mengamalkan Syahadat Tokku ini.”

Orang ramai nampak cemas kerana peristiwa ini besar dan kali pertama berlaku di Besut. Menurut Haji Hussein, sewaktu perbicaraan, beliau disuruh membaca segala amalan yang diamalkannya selama ini.

“Saya pun membaca habis satu persatu bermula dengan ratib Al-Hadad, Burdah dan akhirnya Syahadat Tokku. Selesai saya membaca sernuanya, Hakim Cik Awing yang juga Kadhi Besut itu berkata: “Apa yang Tuan Haji baca itu ada pada saya”.

“Rupa-rupanya Tuan Hakim Cik Awing juga mengamalkan Ratib Al-Hadad dan Syahadat Tokku. Kemudian saya dibebaskan tanpa sebarang tindakan yang dikenakan malah nampaknya tuan hakim itu pula yang seolah-olahnya menggalakkan amalan ini diteruskan. Mendengarkan keputusan yang benar itu maka orang ramai di luar mahkamah turut bersyukur dan ada yang menitiskan air mata gembira”, cerita Haji Hussein lagi. Sehingga kini Haji Hussein terus mengamalkan Syahadat Tokku ini bersama-sama sahabat-sahabatnya, amalan yang pada setengah orang jahil dikatakan ‘syahadat tambahan’.

Syahadat Tokku yang disusun oleh wali Allah itu terus popular di kalangan orang yang arif di banyak tempat dalam negeri Terengganu. Amalan yang menjelaskan unsur-unsur tauhid dan pembersihan hati yang amat diperlukan oleh seorang hamba terhadap Tuhannya, Allah سبحانه وتعالی. 


Rupa Paras Tok Ku Paloh

Tentang rupa paras Tok Ku Paloh, cucunya Sayid Abdul Aziz berkata Tok Ku Paloh berjanggut tanpa berjambang. Orangnya tidak tinggi tetapi badannya berisi. Rupa kasar itu adalah gambaran yang dilihat dalam mimpinya.

“Beberapa kali saya bermimpi Tuk Aki saya”, cerita Sayid Abdul Aziz kepada penulis.

Kenyataan mengenai rupa paras Tok Ku Paloh yang dilihat dalam mimpi itu diakui oleh murid beliau yang masih hidup iaitu Pak Cha yang berumur lebih 90 tahun. Penulis (pengarang 7 Wali Melayu) bertemu dua kali dengan beliau pada akhir tahun 1989 dan 1991. “Dia rendah”, kata Pak Cha sambil menunjuk salah seorang yang berada di tepinya yang berbadan agak gemuk tetapi tidak tinggi sangat.


Karya Penulisan

Ahli sejarah, Datuk Misbaha ada menyebut bahawa risalah ‘Uqud ad-Durratain adalah karya Tok Ku Tuan Besar, berdasarkan cetakan tahun 1950 oleh ahli-ahli Al-Khair dan cetakan pada tahun 1978 oleh Yayasan Islam Terengganu (Pesaka, hlm. 91). Tetapi pada cetakan yang jauh lebih awal berupa selembaran dalam ukuran besar yang diberi judul Dhiya’ ‘Uqud ad-Durratain, ia merupakan karya Tok Ku Paloh. Tertulis pada cetakan itu, “Telah mengeluar dan mengecapkan terjemah ini oleh kita as-Saiyid Abdur Rahman bin Muhammad bin Zain bin Husein bin Mustafa al-Aidrus….”

Di bawah doa dalam risalah itu dinyatakan kalimat, “Tiada dibenarkan sekali-kali siapa-siapa mengecapkan terjemah ini melainkan dengan izin Muallifnya dan Multazimnya Ismail Fathani. Tercap kepada 22 Ramadan sanah 1335 (bersamaan dengan 11 Julai 1917 M).”

Yang dimaksudkan Ismail Fathani pada kalimat ini ialah Kadi Haji Wan Ismail bin Syeikh Ahmad al-Fathani. Risalah cetakan ini saya terima daripada salah seorang murid Haji Wan Ismail Fathani.

Beliau menjelaskan bahawa risalah itu diajarkan di Jambu, Patani secara hafalan. Orang yang menyerahkan risalah itu bernama Nik Wan Halimah yang berusia lebih kurang 78 tahun (Oktober 2000). Ketika beliau menyerahkan risalah itu kepada saya, beliau masih hafal apa yang termaktub dalam risalah itu.

Kemuncak penulisan Tok Ku Paloh yang sering diperkatakan orang ialah kitab yang diberi judul Ma’arij al-Lahfan. Sungguhpun kitab ini sangat terkenal dalam kalangan masyarakat sufi sekitar Terengganu, Kelantan dan Pahang namun ia belum dijumpai dalam bentuk cetakan.

Saya hanya sempat membaca tiga buah salinan manuskrip kitab itu. Ilmu yang terkandung di dalamnya adalah mengenai tasawuf.

Sebagaimana telah disebutkan, Tok Ku Paloh ialah seorang pejuang Islam dan bangsa. Beliau ialah penganut Thariqat Naqsyabandiyah.

Antara anak Tokku Paloh ialah Saiyid Aqil bin Saiyid Abdur Rahman al-Aidrus. Beliau inilah yang bertanggungjawab mentashhih dan menerbitkan kitab nazam Kanz al-Ula karya datuknya, Tok Ku Tuan Besar, terbitan Mathba’ah al-Ahliyah Terengganu, 1347 H. 
(tulisan Allahyarham Ustaz Wan Mohd. Saghir Abdullah). 


Semoga Allah mencucuri rahmat ke atas rohnya dan menempatkannya bersama para golongan Muqarrabin... Aamiin Ya Robbal 'Alaamiin... Al-Fatihah...


Sumber : Dikutip dan diolah dari ;

1. Buku 7 Wali Melayu,

2. Tulisan Allahyarham Ustaz Wan Mohd. Saghir Abdullah.


Image result for maqam tok ku paloh

[ Makam Syeikh Tok Ku Paloh di Tanah Perkuburan Islam Kampung Paloh, Losong, Kuala Terengganu ]



[ Makam Syeikh Tok Ku Paloh yang ditutupi dengan kain berwarna hijau ]