Friday, December 22, 2023

Sifat Malu

Rasûlullâh صلى الله عليه وسلم bersabda :

الحياءُ شُعبةٌ مِنَ الإيمان (رواه الإمام أحمد)

"Malu adalah salah satu cabang dari iman." (HR Imam Ahmad).

Maksudnya, sifat malu akan mencegah pemiliknya melakukan perkara-perkara haram, sebagaimana iman mencegah pemiliknya melakukan perkara-perkara haram.

Malu ada dua macam :

1. Malu terpuji, seperti yang kami sebutkan di atas.

2. Malu tercela. Yaitu malu yang mencegah pemiliknya berbuat kewajiban, seperti malu dalam melakukan nahi munkar.

Wednesday, December 6, 2023

PERJALANAN HATI

Imām Abd-ul Karīm al-Qusyairiy dalam Ar-Risālah nya (Ar-Risālah Al-Qusyairiyyah) mengatakan :

واعلم أن السفر على قسمين: سفر بالبدن وهو الانتقال من بقعة إلى بقعه، وسفر بالقلب وهو الارتقاء من صفة إلى صفة، فترى ألفا يسافر بنفسه وقليل من يسافر بقلبه.
[ الرسالة القشيرية ]

Ketahuilah, bahwa perjalanan itu ada dua macam :

1. Perjalanan dengan badan, yakni berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya.

2. Perjalanan hati, yaitu meningkatkan jiwa dari sifat yang baik kepada sifat baik yang lainnya.

Engkau bisa melihat ribuan orang yang sedang melakukan perjalanan dengan badannya, tetapi sedikit sekali orang yang melakukan perjalanan rohani (dengan hatinya).

[ Ar-Risālah Al-Qusyairiyyah ]

Sunday, December 3, 2023

FAKIR

ولا تحسبن الفقر من فقد الغنى
ولكن فقد الدين من أعظم الفقر

“Jangan engkau sangka fakir itu saat tidak memiliki kekayaan, tapi tidak memiliki pengetahuan agama merupakan salah satu bentuk fakir paling besar.”

[ Ibnu Rajab al-Hanbali رحمة الله تعالى ]

Friday, December 1, 2023

NATIJAH BANYAK KENYANG

Dari Sayyidina Yahya Bin Mu'az رضى الله عنه,

"Barang siapa yang banyak kenyangnya maka akan banyak dagingnya (gemuk). Barang siapa yang banyak dagingnya maka akan besar syahwatnya. Barang siapa yang besar syahwatnya maka (berpotensi) akan banyak dosanya. Barang siapa yang banyak dosanya maka akan keras hatinya. Dan barang siapa yang keras hatinya maka dia akan tenggelam di dalam lautan bahaya serta kemewahan dunia".

[ Kitab An Nasaihul Ibad m/s 75 ]

Kenapa Berat Diajak Taat? Ini Penyebabnya...

Di antara pengaruh buruk dosa dan maksiat adalah menghalangi orang dari ketaatan.

Al-Imam Sufyan ats-Tsauri 
رحمة الله تعالى berkata,

حرمت قيام الليل أربعة أشهر بذنب أذنبته

"Selama empat bulan aku terhalang dari qiyamul lail (menghidupkan malam dengan ketaatan) karena dosa yang aku lakukan."

Jika diri berat menjalankan ketaatan atau ketaatan terasa hambar maka itu pertanda banyaknya dosa-dosa kita.

Dosa-dosa itu menorehkan bintik-bintik hitam di hati yang semakin terus menumpuk menutupi hati hingga buta, wal-'iyaadzubillah.

Inilah yang disebut oleh Allah Ta'ala di dalam firman-Nya,

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu (dari perbuatan dosa) telah menutupi hati mereka."
(QS. al-Muthaffifin: 14)

Tiada jalan lain membersihkan hati dan mensucikan jiwa selain kembali kepada Allah dengan sungguh-sungguh bertaubat, thalabul ilmi dan banyak istighfar.

Semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan hidayah dan Taufiq Nya...
Aamiin Ya Robbal 'Alaamiin...

Tajalli Sifat Jamal dan Jalal Allah

Asy-Syaikh Al-Arifbilah Sayyidi Ahmad bin Muhammad Al-Ajibah Al-Hasani Asy-Syadzili Qaddasallahu Sirrahu menjelaskan

قال الشيخ العارف بالله سيدي أحمد بن محمد عجيبة الحسني الشاذلي قدس الله سره

فائدة: إذا أردت أن يسهل عليك الجلال فقابله بضده وهو الجمال، فإنه ينقلب جمالا في ساعته، وكيفية ذلك أنه إذا تجلى باسمه القابض في الظاهر فقابله أنت بالبسط في الباطن فإنه ينقلب بسطا، وإذا تجلى لك باسمه القوي فقابله أنت بالضعف، أو تجلى باسمه العزيز فقابله بالذل في الباطن، وهكذا، يقابل الشيء بضده قياما بالقدرة والحكمة.
وكان الشيخ شيخنا مولاي العربي الدرقاوي رضي الله عنه يقول: ما هي إلا حقيقة واحدة أن شربتها عسلا وجدتها عسلا، وإن شربتها لبنا وجدتها لبنا، وإن شربتها حنظلا وجدتها حنظلا، فاشرب يا أخي المليح ولا تشرب القبيح.

Jika engkau ingin Keperkasaan-Nya (al-Jalal) terasa mudah bagimu, maka imbangilah dengan padanannya, yaitu keindahan (al-Jamal), karena Keperkasaan akan cepat berbalik menjadi keindahan. Caranya jika Allah ter tajalli dengan nama-Nya yang dalam lahirnya menyempitkan, maka imbangilah dengan kelapangan. Jika Dia tersingkap dengan nama-Nya al-Qawiyuh (Yang Mahakuat), maka imbangilah dengan kelemahan. Dan jika Dia tersingkpap dengan nama-Nya al-Aziz (Yang Mahamulia), maka imbangilah dengan kehinaan dalam batin. Begitu seterusnya, mengimbangi suatu perkara dengan padanannya untuk menjalankan qudrah (ketentuan Allah dalam batin) dan Hikmah (ketentuan Allah dalam lahir).
Asy-Syaikh Maulana al-Arabi Ad-Darqawi 
رضي الله عنه berkata: "Hakikat hanya merupakan satu esensi. Jika kau meminumnya sebagai madu maka kau akan mendapatinya sebagai madu. Jika kau meminumnya sebagai susu, maka kau akan mendapatinya sebagai susu, dan jika kau meminumya sebagai buah labu, maka kau mendapatkannya sebagai buah labu. Wahai saudaraku! Minumlah yang manis, jangan minum yang pahit."

[ Kitab Iqazhul Himam fi Syarh Al-Hikam Juz II, Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, Beirut hal 49 ]

5 NASEHAT YANG PERLU DIRENUNGKAN

5 Nasihat Habib Ali Bin Muhammad al-Habsyi رحمة الله تعالى (Shohibul Maulid Simthudduror) Agar Selamat Dunia dan Akhirat

1. Berhati-hatilah dalam memilih kawan dan teman, mengingat pergaulan itu amat besar pengaruhnya dalam kehidupan dan membentuk keperibadian seseorang.

2. Berpegang teguhlah pada thoriqoh para ulama terdahulu. Bersungguh-sungguh dalam bertakwa kepada Allah baik dalam keadaan sendirian maupun dalam keramaian sebagai bekal utama dalam mengarungi kehidupan ini, dan juga tekunlah dalam menuntut ilmu yang bermanfaat serta tinggalkanlah kebiasaan dan pola hidup yang tak berguna.

3 . Ketahuilah adanya pertemuan-pertemuan di dalam majlis dzikir dan majlis ilmu itu boleh membawa kemanfaatan & kebaikan yang besar pada umat manusia. Dan ketahuilah bahwa perkumpulan kita dalam suatu majlis dzikir & ilmu berada dalam pengawasan junjungan kita Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Melalui perkumpulan semacam itu cahaya ilahiyah akan memancar kepada siapapun, baik yang dekat maupun yang jauh, baik bagi mereka yang taat maupun yang bermaksiat, baik yang alim maupun yang jahil. Orang yang hadir dalam majlis tersebut, sewaktu pulang akan membawa keuntungan yang besar.

4. Sangat penting bagi kita untuk memperhatikan akan pentingnya belajar dan mengajarkan ilmu agama. Disela-sela kesibukan kita dalam mengumpulkan harta hendaknya kita harus mau menyisihkan sebagian harta kita untuk para penuntut ilmu. Gunakan waktu dan kesempatan kita untuk belajar & mengajarkan ilmu. Kita melihat manusia di zaman akhir ini telah kehilangan semangat untuk belajar dan mengajarkan ilmu agama. Mereka terlalu sibuk untuk memperkaya diri, menghabiskan waktunya untuk urusan-urusan duniawiyah.

5. Jagalah silaturahmi dan juga berbuat baiklah kepada kedua orang tua. Ketahuilah barang siapa yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ia akan beruntung di dunia dan akhirat. Dan siapa saja yang durhaka kepada kedua orang tuanya dia akan rugi dan celaka di dunia maupun akhirat. Tak ada amalan yg manfaatnya paling besar di dunia ini selain berbakti kepada kedua orang tua. Dengan berbuat baik kepada orang tua, seorang anak akan lebih dekat dengan Allah & juga Rasul-Nya & terhindar dari suul khotimah.

امين اللهم امين

KEDATANGAN WARID YANG MENGELUARKAN DARI PENJARA WUJUD KEPADA KELUASAN DATARAN SYUHUD

أوْرَدَ عَلَيْكَ الوَارِدُ لِيُخْرِجَكَ مِنْ سِجْنِ وُجُوْدِكَ إلى فَضَاءِ شُهُوْدِكَ

Dia mendatangkan pada mu warid untuk mengeluarkan mu dari penjara wujud mu kepada keluasan dataran syuhud mu.

Hati yang telah bebas dari tawanan kekuasaan dunia dan makhluk, dan merdeka dari perhambaan pada syaitan dan nafsu ialah hati yang telah terbang ke langit makrifat yang keluasannya tiada terhingga.

Jiwa yang terbang itu disapa oleh hembusan bayu warid yang membawa jiwa pemiliknya itu keluar dari kesempitan penjara wujudnya kepada keluasan syuhudnya.

Yang dimaksudkan dengan wujudnya di sini ialah "ananiah diri" kerana pada hakikatnya segala yang ada ini adalah milik mutlakNya semata-mata, tiada yang menyertaiNya pada pemilikan itu.

Mereka yang masih merasai memiliki ialah mereka yang masih hidup mengikut hawa nafsu, jiwa mereka tiada dapat sebenar-benarnya meredhai Allah sebagai Tuhan mereka.

Mereka masih mempersoal-soalkan keadilan Allah pada takdir Nya apabila berlaku sesuatu perkara, khasnya apabila ditimpa musibah.

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

Dengan yang demikian, bagaimana fikiranmu (wahai Muhammad) terhadap orang yang menjadikan hawa nafsunya: Tuhan yang dipatuhinya, dan ia pula disesatkan oleh Allah kerana diketahuiNya (bahawa ia tetap kufur ingkar), dan dimeteraikan pula atas pendengarannya dan hatinya, serta diadakan lapisan penutup atas penglihatannya? Maka siapakah lagi yang dapat memberi hidayah petunjuk kepadanya sesudah Allah (menjadikan dia berkeadaan demikian)? Oleh itu, mengapa kamu (wahai orang-orang yang ingkar) tidak ingat dan insaf?
(Al-Jatsiyah: 23)

Justeru itu mereka berada dalam kehidupan yang sangat sempit ibarat sel penjara kerana mereka menghitung segala-segalanya berdasarkan keuntungan dunia yang sedikit dan sempit.

Jika mereka dikurnia nikmat mereka melihat nikmat itu adalah milik mereka dan sangat bakhil dengannya.

Khayalan mereka yang menyangka nikmat itu adalah milik mereka menyebabkan mereka angkuh dengan apa yang mereka miliki dan tamak dengannya.

Mereka hidup hanya untuk memuaskan nafsu mereka yang hanya terikat dengan dunia dan sangat sedih dan kecewa apabila nikmat tersebut hilang sehingga sanggup berbunuhan mempertahankannya.

Sebaliknya apabila mereka ditimpa musibah seluruh pandangan dan jiwa mereka hanya tertumpu pada sebab-sebab zahir sehingga menyebabkan mereka marah, kecewa dan putus asa.

Inilah sebahagian yang dimaksudkan dengan "penjara wujud diri" yang mana mereka yang mendiaminya pasti derita melainkan mereka yang dapat keluar dari penjara tersebut dan dapat melihat keluasan dataran wujud Nya dalam segala sesuatu.

(فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ)
(Al-Fajr: 15)

Maka adapun insan itu apabila dia diuji oleh Tuhannya dengan dimuliakan dan dikurniakan nikmat lalu dia berkata "Tuhanku telah memuliakan ku".

Apabila datangnya cahaya Allah ke dalam hati seorang salik lalu dengannya dia dapat menyaksikan (syuhud) Allah pada diri dan alam ini sama ada ia af'al, atau asma' atau sifat atau wujudNya.

Dengan itu itu ia telah keluar dari penjara wujud dirinya kerana apabila cahaya itu datang (warid) leburlah rasa memiliki yang yang ada padanya dan jiwanya telah merasa atau memandang bahawa semua yang ada adalah dalam genggaman milikNya semata-mata.

Mereka ini telah keluar dari penjara wujud diri menuju ke dataran syuhud yang luas. Jiwa mereka tenang dan gembira dengan segala takdirNya kerana mereka hanya melihat takdir itu adalah senda gurau dari Allah.

Mereka yakin dengan sebenar-benarnya akan kasih sayang dan keadilan Allah justeru pada mereka semua yang berlaku adalah baik dan menceritakan tentang wujud diriNya semata-mata.

Perihal mereka ini pernah disabdakan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم :

قالَ رَسُولُ اللهِ: عَجَبًا لأَمْرِ المؤمنِ إِنَّ أمْرَه كُلَّهُ لهُ خَيرٌ ليسَ ذلكَ لأَحَدٍ إلا للمُؤْمنِ إِنْ أصَابتهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فكانتْ خَيرًا لهُ وإنْ أصَابتهُ ضَرَّاءُ صَبرَ فكانتْ خَيرًا لهُ. رواه مسلم

Alangkah anehnya perihal orang mukmin itu! Sesungguhnya segala perkara yang berlaku baik baginya dan ia tiada berlaku kepada orang lain melainkan orang mukmin.

Jika dia dikurniakan nikmat dia akan bersyukur dan itu adalah baik buatnya. Manakala jika dia ditimpa musibah maka dia akan bersabar dan ia adalah baik buatnya juga.

RESEP AGAR MUDAH DALAM MEMAHAMI ILMU

قال الحبيب عبدالله الحداد : " من كان طبعه البلادةَ فعليه بالعبادة، ومن كان له فهم وَقاد فالعلم له مُنقاد ".

Habib Abdullah Al- Haddad رضى الله عنه berkata : " Barang siapa yang wataknya bodoh (sulit memahami ilmu), hendaknya memperbanyak ibadah, dan barang siapa mempunyai kecerdasan yang cemerlang, maka memperbanyak belajar ilmu akan menyelamatkannya."

[ Al- Fawa'idul Mukhtaroh, Hal. 17 ]

CIRI ORANG BAIK ADALAH ORANG YANG SUKA ILMU

قال الامام الشافعي : " من لايحب العلم لا خير فيه، فلا تكن بينك وبينه معرفة ولا صداقة، فإن العلم حياة القلوب ومصباح البصائر."

Imam Syafi'i رضى الله عنه telah berkata : "Orang yang tidak suka dengan ilmu tidak mempunyai kebaikan, maka jangan sampai ada perkenalan dan persahabatan di antara kamu dan dia, karena ilmu itu kehidupan hati dan lentera mata hati."

[ Al- Fawa'idul Mukhtaroh, Hal. 13 ]

Friday, November 3, 2023

ILMU DIAMBIL DARI DADA GURU

“Ilmu itu diambil dari dada seorang Guru, bukan membacanya sendiri dari kitab-kitab. Bagaimana untuk mendapat ilmu yang berkat? Ianya terletak kepada pergaulan dan adab terhadap Guru. Semakin rapat seorang Murid dengan Guru, maka semakin banyak rahsia seorang Guru diperolehinya.”

[ Habib Ali Bin Abdullah AlAydrus ]

Jauhi Syubahat Agar Jiwa Tenang


عَنْ أَبِي محمد الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّبن أبي طالب رضي الله عنهما قَالَ :حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

Daripada Abi Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Talib رضى الله عنه katanya: Aku telah menghafal daripada Rasulullah صلى الله عليه وسلم: "Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu kerana kebenaran atau kejujuran itu ketenangan dan sifat dusta itu mendatangkan keraguan." 
(HR Tirmizi No: 2518) Status: Hadis Sahih

Pengajaran:

1. Maksud perkataan الريبة adalah meninggalkan apa yang mendatangkan syak (keraguan) dalam hati pada sesuatu perkara dan berpegang kepada sesuatu yang tidak mendatangkan syak (keraguan) pada perkara tersebut.

2. Tinggalkan sesuatu yang syubahat atau meragukan agar jiwa kita sentiasa tenang.

3. Galakan untuk bersifat benar kerana itu adalah sumber kepada kebaikan dan peringatan untuk menjauhi sifat dusta kerana itu adalah punca bagi setiap keburukan.

4. Hendaklah seseorang itu menjauhi perkara yang mendatangkan syubahat (keraguan) kepadanya dan berpegang kepada perkara yang jelas lagi nyata kerana sesiapa yang menjauhi perkara syubahat maka sesungguhnya dia telah membersihkan agamanya dan maruah dirinya. Sebaliknya sesiapa yang terjatuh dalam perkara syubahat, maka dia telah jatuh dalam perkara yang haram.

5. Dalam setiap perkara sama ada dalam urusan keduniaan atau akhirat, seseorang itu hendaklah setiap individu berpegang dengan hukum asal yang diyakini dan menghilangkan syak serta ragu-ragu yang mengganggu fikiran.

6. Berusahalah memastikan sesuatu itu yang benar dan soheh bukan yang meragukan apatah lagi yang palsu atau penipuan scammer.

Maqam Sabar

“Sesungguhnya darjat yang tertinggi di dalam Maqam (kedudukan) sabar adalah menahan diri dari mengadu kepada selain Allah سبحانه وتعالى”.

[ Syeikh Abu Bakar Bin Salim ]


Jangan Takut Rezeki Direbut

Syeikh Yusri hafidzahullah Ta’ala wa ra’ah dalam pengajian kitab Shahih Bukharinya menjelaskan bahwa janganlah sekali-kali kita berprasangka bahwa ada orang lain yang merebut rezeki darimu.

Semua makhluk Allah telah dijamin akan mendapatkan rezeki yang telah ditentukan jauh sebelum ia terlahir, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Artinya: "Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semua dijamin Allah سبحانه وتعالی rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (QS. Hud: 6).

Maka dari itulah, hendaknya seorang mukmin tidak usah ragu untuk mengajarkan keahliannya kepada orang lain, karena khawatir ia akan merebut rezeki darinya.

"Aku melihat sendiri beberapa orang dokter yang menyembunyikan kemahirannya dalam hal tertentu, sehingga ketika melakukan sebuah operasi kepada pasiennya, maka ia hanya membiarkan suster saja yang berada di dalam, tidak boleh ada dokter lain, khawatir dokter itu akan mengambil sir mihnah (rahasia profesi) darinya"— jelas Syeikh Yusri.

Kebakhilan dalam mengajarkan kebaikan ataupun keahlian yang dianggap bisa mengurangi jatah rezeki dari seseorang adalah merupakan salah satu tanda-tanda hari kiamat yang telah disebutkan oleh Baginda Rasulullah صلى الله عليه وسلم.

Imam Bukhari رضى الله عنه meriwayatkan, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
"Zaman itu semakin singkat, amal ibadah semakin berkurang, kebakhilan semakin merata, nampaklah fitnah dan cobaan, dan banyak sekali kematian"(HR. Bukhari).

Syeikh Yusri mengomentari hadits di atas, bahwa kebakhilan yang meraja lela di akhir zaman ini tidaklah hanya dalam masalah materi dan harta, akan tetapi juga dalam masalah ilmu, keahlian profesi, dan hal-hal yang lain.

Banyak dari mereka yang enggan untuk mengajarkan keahliannya kepada orang lain, hanya karena khawatir hal ini akan mengurangi jatah rezekinya.
Akan tetapi perlu mereka tahu, bahwa usaha boleh ditiru, akan tetapi rezeki tidak ada yang bisa ditiru, Wallahu A’lam.


Friday, October 20, 2023

PENYEBAB SULIT MENERIMA NASEHAT DAN ENGGAN DIAJAK TAAT

Di antara pengaruh buruk dosa dan maksiat adalah menghalangi orang dari ketaatan.

Al-Imam Sufyan ats-Tsawri رحمة الله تعالى berkata,

حرمت قيام الليل أربعة أشهر بذنب أذنبته

"Selama empat bulan aku terhalang dari qiyamul lail (menghidupkan malam dengan ketaatan) karena dosa yang aku lakukan."

Jika diri berat menjalankan ketaatan atau ketaatan terasa hambar maka itu pertanda banyaknya dosa-dosa kita.

Dosa-dosa itu menorehkan bintik-bintik hitam di hati yang semakin terus menumpuk menutupi hati hingga buta, wal-'iyaadzubillah.

Inilah yang disebut oleh Allah Ta'ala di dalam firman-Nya,

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu (dari perbuatan dosa) telah menutupi hati mereka."
(QS. al-Muthaffifin: 14)

Tiada jalan lain membersihkan hati dan mensucikan jiwa selain kembali kepada Allah dengan sungguh-sungguh bertaubat, thalabul ilmi dan banyak istighfar.

Semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan hidayah dan Taufiq Nya...
Aamiin Ya Robbal 'Alaamiin...

7 PESAN SAYYIDINA ALI BIN ABU TALIB UNTUK HIDUP BAHAGIA

Sayyidina Ali bin Abu Thalib كرم الله وجهه pernah berkata, ”Jauhilah tujuh perkara maka tubuhmu akan terasa nyaman, hatimu akan terasa tenang, hidupmu akan bahagia, kehormatan dan agamamu akan terjaga.”

Pertama (1),
... jangan meratapi masa lalu. Masa lalu bukan untuk diratapi tetapi direnungkan. Betapa ruginya seseorang menghabiskan hidupnya hanya untuk meratapi sesuatu yang telah berlalu. Karena semua yang telah berlalu tidak pernah terulang kembali. Kalaupun terulang kembali dimensinya akan tetap berbeda. Masa lalu seharusnya dijadikan pelajaran untuk menjemput masa depan yang lebih menjanjikan untuk kehidupan dunia dan akhirat.

Kedua (2),
... jangan memikirkan sesuatu yang belum tentu akan terjadi. Karena hal itu hanya akan menimbulkan kekhawatiran, depresi, stress, mempengaruhi kesehatan tubuh dan terjebak dalam ilusi. Teruslah berprasangkah baik, karena jalan hidup setiap orang sudah ditetapkan oleh Allah. Dalam al-Qur’an, Allah telah berfirman, “Katakanlah bahwa sesuatu sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami, (Q.S. At Taubah: 51).

Ketiga (3),
... jangan menghina orang lain jika apa yang engkau hina ada dalam dirimu. Cerminlah pada diri sendiri sebelum menghina orang lain. Tanyakan pada diri sendiri, pantaskah aku menghina orang lain padahal sesuatu yang aku hina dalam dirinya ada juga dalam diriku ?

Keempat (4),
... jangan meminta balasan dari pekerjaan yang belum pernah dilakukan. Karena hal itu sama saja akan menjatuhkan kehormatan dan harga diri kita. Orang lain akan menganggap kita tidak jauh berbeda dengan pengemis yang meminta-minta di jalanan.

Kelima (5),
... jangan melihat sesuatu yang belum dimiliki dengan penuh ketamakan. Melihat sesuatu yang membuat kita termotivasi untuk mendapatkannya, memang tak ada larangan dalam agama justru diperintahkan selama masih berada dalam koridor yang dibenarkan. Tetapi jika sudah diikuti dengan ketamakan, hal itu melanggar aturan. Karena ketamakan akan menjerumuskan seseorang dalam perbuatan yang berlebih-lebihan dan tidak terkontrol.

Keenam (6),
... jangan marah kepada orang yang terlihat tenang. Karena hal itu sama saja membangunkan singa dari tidurnya dan memancing kelaparan buaya. Jangan melihat orang tenang tidak bisa berbuat apa-apa. Dalam ketenangannya, ia berusaha menahan amarahnya. Kapan amarahnya keluar, maka ledakannya seperti bom atom yang mematikan. Berusahalah tenang keadaan apapun. Menghadapi sesuatu dengan kemarahan tidak akan menyelesaikan masalah tetapi justru menambah dan memperkeruh masalah.

Ketujuh (7),
... jangan memuji orang yang tidak tahu diri. Karena orang yang tidak tahu diri semakin dipuji semakin menjadi-jadi dan tidak akan menemukan jalan untuk mengoreksi dirinya. Boleh jadi hari ini dipuji, tetapi bisa jadi esok harinya ia justru menghina dan menjatuhkan kita. Jadi, berhati-hatilah dalam memuji orang lain, apalagi memuji orang yang tidak tahu diri.

Saturday, September 9, 2023

PERINGKAT MANUSIA DALAM BERIBADAH

Janganlah semua hak itu menjadi tujuan, kerana semuanya merupakan balasan dari Allah, baik yang segera ataupun yang ditangguhkan. Setiap tujuan menyimpan kekurangan pada ikhlas dan membatalkan kebenaran penghambaanmu. Ibn Atha'illah رحمة الله تعالى berkata, "Barangsiapa beribadah kerana mengharapkan sesuatu dari-Nya atau mentaati-Nya agar terhindar dari hukuman-Nya, bererti dia tidak menjalankan hak dari sifat-sifat-Nya."

Dalam beribadah, manusia terbahagi kepada tiga kelompok sesuai dengan tahap keikhlasannya. Di antara mereka ada yang beribadah kepada Allah kerana takut atas hukuman-Nya, baik di dunia mahupun di akhirat, atau sangat mengharapkan rahmat dan penjagaan-Nya di dunia ataupun di akhirat, mereka adalah orang-orang awam kaum Muslim. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Seandainya mereka tidak ada (syurga atau neraka), tentu tidak akan ada orang yang bersujud." (kelompok pertama).

Di antara mereka ada yang beribadah kepada Allah kerana mencintai-Nya dan merindukan pertemuan dengan-Nya, bukan kerana mengharapkan syurga atau penjagaan-Nya, juga bukan kerana takut pada neraka dan seksa-Nya. Mereka adalah orang-orang yang mencintai dari kalangan orang-orang yang berjalan menuju Allah (kelompok kedua). Di antara mereka ada yang beribadah kepada Allah kerana menjalankan tugas-tugas sebagai hamba dan beretika kepada Tuhan Yang Maha Agung. Dengan erti kata lain, mengakui kehambaannya dan menjalankan tugas-tugasnya kepada Tuhan. Mereka adalah orang-orang arif yang mencintai (kelompok ketiga).

[ Kitab Iqazul Himam Fi Syarhi al-Hikam, Syeikh Ibnu 'Ajibah رحمة الله تعالى ]

ZAHIRKAN KETAATANMU

"Zahirkan (tunjukkan) ketaatanmu kepada Allah سبحانه وتعالى sebagai bukti penghambaanmu seperti mana orang lain yang tidak malu untuk menunjukkan kemaksiatannya. Sebarkan juga ilmu dan kebijaksanaan yang telah dianugerahkan Allah سبحانه وتعالى kepadamu pada orang ramai.”

[ Imam Abul Hasan Asy-Syadzili رضى الله عنه ]

Friday, June 2, 2023

ILMU YANG BERMANFAAT

Di dalam sebuah Hadith, Baginda صلى الله عليه وسلم bersabda :

العلم علمان: علم في القلب فذاك العلم النافع، وعلم على اللسان فتلك حجّة الله على عباده.

"Ilmu itu terbahagi kepada dua : 1) Ilmu yang ada di dalam hati; itulah ilmu yang bermanfaat dan 2) ilmu yang ada pada lisan; maka ilmu tersebut merupakan hujjah Allah ke atas hamba-hambaNya." (Musonnaf Ibnu Abi Syaibah)

Para Ulama sering kali menjelaskan maksud ilmu yang bermanfaat itu ialah ilmu yang dapat menyucikan hati dan rohani. Berkata Abdul Rahman Ibn Nasir Al-Sa'di رحمة الله تعالى di dalam kitabnya, Bahjah Qulub Al-Abrar Wa Qurrah 'Uyun Al-Akhyar :

أمّا العلم النافع: فهو العلم المزكي للقلوب والأرواح، المثمر لسعادة الدّارين.

"Adapun ilmu yang bermanfaat ialah ilmu yang menyucikan hati dan rohani, ilmu yang membuahkan kebahagiaan dunia dan akhirat."

Beliau berkata lagi :

إن العلم النافع علامة على سعادة العبد.

"Sesungguhnya ilmu yang bermanfaat merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba."

Imam Al-Munawi رحمة الله تعالى juga ada menyebutkan dalam kitabnya Faidh Al-Qadir Syarah Jami' Al-Soghir, beliau menaqal ucapan Imam Al-Ghazali رحمة الله تعالى :

العلم النافع هو ما يتعلق بالآخرة، وهو علم أحوال القلب وأخلاقه المذمومة والمحمودة، وما هو مرضيّ عند الله تعالى.

"Ilmu yang bermanfaat itu ialah ilmu yang berkaitan dengan akhirat. Ia merupakan ilmu yang berkaitan hal ehwal hati dan akhlaknya yang buruk dan baik. Ia juga suatu ilmu yang diredhai di sisi Allah سبحانه وتعالی."

Imam San'ani رحمة الله تعالى pula berkata dalam kitabnya Al-Tanwir Syarah Jami' Al-Soghir mengenai ilmu yang bermanfaat :

الّذي أشرق به القلب وتهذّبتْ به الأخلاق.

"Ilmu yang dengannya bersinarlah hati dan terdidiklah akhlak."

Peringatan Bagi Penuntut Ilmu

Hendaklah berniat dengan menuntut ‘ilmu itu akan keredhaan Allah dan akan negeri akhirat dan menghilangkan jahil daripada dirinya dan terjauh daripada orang yang jahil dan menghidupkan agama kerana bahawasanya kekal agama Islam itu dengan ‘ilmu. Dan tiada sah zuhud dan taqwa melainkan dengan ‘ilmu dan berniat syukur atas nikmat iman dan ‘aqal dan sihat badan.

Dan jangan berniat dengan berniat menuntut ‘ilmu itu akan berhadap manusia kepadanya dan mendatangkan dunia dan kemuliaan pada raja-raja dan lainnya daripada dunia. Dan hendaklah bagi orang yang menuntut itu memelihara akan adabnya kerana tiada mencapai akan ‘ilmu dan tiada manfaat dengan dia dan tiada berkat padanya melainkan dengan beradab.

Setengah daripadanya membesarkan ‘ilmu dan ahlinya dan membesarkan gurunya dan jangan berjalan di hadapannya dan jangan duduk pada tempatnya dan jangan memulai perkataan dan jangan membanyakkan perkataan dan tertawa-tawa di hadapannya melainkan dengan izinnya atau redhanya.

Dan jangan bertanya akan dia masalah pada ketika ia jemu dan jangan diserukan dia dengan namanya seperti jangan diserukan dua ibu bapanya dengan nama keduanya.

Dan jangan memegang kitab melainkan dengan wudhu΄ kerana bahawasanya ‘ilmu itu nur dan wudhu΄ itu nur, maka bertambah nur ‘ilmu itu dengan nur wudhu΄ dan jangan menghanjurkan kakinya kepada kitab dan jangan meletakkan atasnya sesuatu, maka iaitu haram melainkan kerana hajat.

Dan lagi, menghormati taulannya yang bersekutu pada menuntut ‘ilmu dan memeliharakan daripada perangai yang keji-keji serta memelihara ia daripada kenyang dan banyak tidur dan daripada membanyak perkataan yang sia-sia dan memelihara ia daripada makan akan makanan pekan kerana makanan pekan itu terlebih hampir bagi najis dan khianat dan terlebih jauh daripada dzikrullaah dan terlebih hampir kepada lalai dan lagi kerana bahawasanya mata segala faqir jatuh atasnya dan tiada kuasa mereka itu membeli akan dia dan jadi menyakiti mereka itu dengan demikian itu, maka hilang berkatnya.

[ Kitab : Pelita Bagi Penuntut ]
 

Bersifat Jujur

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " اشْتَرَى رَجُلٌ مِنْ رَجُلٍ عَقَارًا لَهُ فَوَجَدَ الرَّجُلُ الَّذِي اشْتَرَى الْعَقَارَ فِي عَقَارِهِ جَرَّةً فِيهَا ذَهَبٌ ، فَقَالَ لَهُ : الَّذِي اشْتَرَى الْعَقَارَ خُذْ ذَهَبَكَ مِنِّي إِنَّمَا اشْتَرَيْتُ مِنْكَ الْأَرْضَ وَلَمْ أَبْتَعْ مِنْكَ الذَّهَبَ ، وَقَالَ : الَّذِي لَهُ الْأَرْضُ إِنَّمَا بِعْتُكَ الْأَرْضَ وَمَا فِيهَا فَتَحَاكَمَا إِلَى رَجُلٍ ، فَقَالَ : الَّذِي تَحَاكَمَا إِلَيْهِ أَلَكُمَا وَلَدٌ ، قَالَ : أَحَدُهُمَا لِي غُلَامٌ ، وَقَالَ : الْآخَرُ لِي جَارِيَةٌ ، قَالَ : أَنْكِحُوا الْغُلَامَ الْجَارِيَةَ وَأَنْفِقُوا عَلَى أَنْفُسِهِمَا مِنْهُ وَتَصَدَّقَا "

Daripada Abu Hurairah رضى الله عنه meriwayatkan bahawa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: Ada seorang lelaki membeli daripada seorang lelaki yang lain sebidang tanah yang ada rumah. Lelaki si pembeli itu kemudiannya terjumpa di dalam rumah tersebut sebuah bejana yang mengandungi emas. Dia lalu berkata kepada lelaki yang menjual tanah tersebut, "Engkau ambillah emasmu ini. Aku hanya membeli daripadamu sebidang tanah ini, bukan aku membeli emas daripadamu." Si lelaki penjual pula berkata, "Aku sudah menjual kepadamu tanah ini berserta segala apa yang ada di dalamnya sekali." Mereka berdua lantas bertemu seorang lelaki yang lain untuk dihakimi. Lelaki yang diminta menjadi hakim ini lalu bertanya, "Adakah kamu berdua mempunyai anak?" Salah seorang lelaki itu berkata, "Aku ada anak lelaki". Lelaki kedua pula berkata, "Aku ada anak perempuan." Lelaki yang menjadi hakim itu berkata, "Kahwinkahlah anak-anak kamu itu, dan infaqkanlah emas ini kepada mereka, di samping bersedekahlah juga." (HR Muslim No: 3246) Status: Hadis Sahih

Pengajaran:

1. Pentingnya kejujuran di dalam menuntut hak. Orang yang jujur tidak akan rugi kerana sifat jujur membawa keberkatan.

2. Seorang hakim yang baik perlu bijak membuat keputusan penghakiman. Di dalam kisah ini, si hakim bukan hanya melihat bagaimana memutuskan emas tersebut menjadi hak siapa, tetapi beliau memikirkan bagaimana kes tersebut dapat diselesaikan dengan menghasilkan kebaikan serta kesejahteraan kepada kedua-dua pihak.

3. Dalam memberi pandangan atau nasihat, berusahalah seberapa boleh untuk membantu mengukuhkan persaudaraan, lebih daripada menentukan hak seseorang ke atas yang lain.

4. Orang yang beriman perlu sentiasa bersifat: lebih takut terambil hak orang lain daripada menuntut hak sendiri.

Gambaran Orang Sombong Di Akhirat

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ يَغْشَاهُمْ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَيُسَاقُونَ إِلَى سِجْنٍ فِي جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُولَسَ تَعْلُوهُمْ نَارُ الْأَنْيَارِ يُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِينَةَ الْخَبَالِ

Daripada Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari datuknya dari Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda : 

"Orang-orang sombong dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut bermuka manusia, mereka diliputi kehinaan dari segala penjuru, mereka diiring menuju penjara di neraka jahanam yang bernama Bulas, di atas mereka ada api paling panas, mereka diberi minum muntahan dan darah penduduk neraka yang namanya thinatul khabal." (HR Tirmizi No: 2416) Status: Hadis Hasan

Pengajaran :

1. Sombong adalah sifat Iblis yang merasa dirinya lebih mulia dan lebih baik serta merendahkan orang lain.

وَإِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ ٱسۡجُدُواْ لِأٓدَمَ فَسَجَدُوٓاْ إِلَّآ إِبۡلِيسَ أَبَىٰ وَٱسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٣٤

"Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada malaikat : Tunduklah (beri hormat) kepada Nabi Adam. Lalu mereka sekaliannya tunduk memberi hormat melainkan Iblis; dia enggan dan takbur dan menjadilah dia dari golongan yang kafir." (Surah al-Baqarah: 34).

2. Orang yang sombong tidak akan masuk syurga. Sabda Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم :

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

“Tidak akan masuk syurga orang yang dalam hatinya ada sebesar zarah perasaan sombong”. (HR Muslim No:51)

3. Orang yang sombong akan dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut bermuka manusia, mereka diliputi kehinaan dari segala penjuru.

4. Orang sombong akan diiring menuju ke neraka jahanam yang bernama Bulas, di atas mereka ada api paling panas.

5. Orang yang sombong akan diberi minum muntahan dan darah penduduk neraka (nanah) yang namanya thinatul khabal (lumpur kebinasaan).

6. Sikap sombong merupakan satu sikap yang amat dilarang keras dalam Islam. Firman Allah سبحانه وتعالی :

وَلَا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخرِقَ الأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا

“Dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan berlagak sombong, kerana sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembusi bumi, dan engkau tidak akan dapat menyamai setinggi gunung-ganang”. (Surah al-Israa’ ayat: 37)

Marilah kita bersifat RAHMAH dengan menjauhi sifat sombong. Sifat sombong itu apabila merasa dirinya lebih baik dari orang lain malah memperlekeh atau merendahkan mereka.

KELEBIHAN RATIB : HURAIAN RATIB AL-HABIB UMAR BIN ABDUL RAHMAN AL-ATTAS

Teks Ratib Al-Attas

اَلْفَاتِحَةُ اِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ, اَعُوذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ.اَلْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ…) الخرسُوْرَةُ الْفَاتِحَة

اَعُوْذُبِا للهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَا نِ الرَّجِيْمِ (ثَلاَثًا)

( لَوْاَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَاَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وِتِلْكَ اْلاَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ. هُوَاللهُ الَّذِيْ لاَاِلَهَ اِلاَّ هُوَعَالِمُ اْلغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَالرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ هُوَاللهُ الَّذِيْ لآ اِلَهَ اِلاَّ هُوَاْلمَلِكُ اْلقُدُّوْسُ السَّلاَمُ اْلمُؤْمِنُ اْلمُهَيْمِنُ اْلعَزِيْزُاْمجَبَارُ اْلمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللهِ عَمَّايُشْرِ كُوْنَ هُوَاللهُ اْمخَالِقُ اْلبَارِئُ اْلمُصَوِّرُلَهُ اْلاَسْمَاءُ اْمحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَافِى السَّمَوَاتِ وِاْلاَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيْزُاْمحَكِيْمِ )

اَعُوْذُبِاللهِ السَّمِيْحِ اْلعَلِيْمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ (ثلاثا)

اَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّا مَّاتِ مِنْ شَرِّمَا خَلَقَ (ثلاثا)

بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَيَضُرُّمَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى اْلاَرْضِ وَلاَفِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ (ثلاثا)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ.وَلاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّبِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ (عَشْرًا)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ (ثَلاَثًا)

بِسْمِ اللهِ تَحَصَّنَّا بِاللهِ.بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْنَا بِاللهِ (ثَلاَثًا)

بِسْمِ اللهِ آمَنَّابِاللهِ. وَمَنْ يُؤْ مِنْ بِاللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِ (ثَلاَثًا)

سُبْحَانَ اللهِ عَزَّاللهِ. سُبْحَانَ اللهِ جَلَّ اللهِ (ثَلاَثًا)

سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ.سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ (ثَلاَثًا)

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُلِلَّهِ وَلآ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ (اَرْبَعًا)

يَالَطِيْفًا بِخَلْقِهِ يَاعَلِيْمًا بِخَلْقِهِ يَاخَبِيْرًا بِخَلْقِهِ. اُلْطُفْ بِنَايَالَطِيْفُ,يَاعَلِيْمُ يَاخَبِيْرً (ثلاثا)

يَا لَطِيْفًا لَمْ يَزَلْ. اُلْطُفْ بِنَافِيْمَانَزَلْ اِنَّكَ لَطِيْفٌ لَمْ تَزَلْ. اُلْطُفْ بِنَاوَ الْمُسْلِمِيْنَ (ثَلاَثًا)

لآ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ (اَرْبَعِيْنَ مَرَّةً)

مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ. حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ (سبعا)

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَّى مُحَمَّدٍ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ (عَشْرًا)

اَسْتَغْفِرَاللهَ (اا مَرَّةً).

تَائِبُوْنَ اِلَى اللهِ (ثَلاَثًا)

يَااَللهُ بِهَا.يَااَللهُ بِهَا يَااَللهُ بِحُسْنِ اْلخَاتِمَةِ (ثَلاَثً)

غُفْرَا نَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ اْلمَصِيْرُ لاَيُكَلِفُ اللهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسُعَهَا لَهَا مَا اكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكَتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَا خِذْنَا اِنْ نَسِيْنَا اَوْاَخْطَأْ نَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَا قَةَلَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَ نَا فَانْصُرْنَا عَلَى اْلقَوْمِ اْلكَا فِرِيْنَ.

Kemudian membaca :

اَلْفَاتِحَةُ اِلَى رُوْحِ سَيِّدِنَاوَ حَبِيْبِنَاوَ شَفِيْعِنَ رَسُوْلِ اللهِ , مُحَمَّدِ بِنْ عَبْدِاللهِ , وَاَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَاَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ , اَنَّ اللهَ يُعْلىِ دَرَجَاتِهِمْ فِى اْلْجَنَّةِ وَ يَنْفَعُنَا بِاَسْرَارِ هِمْ وَاَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْمِهِمْ فِى الدِّ يْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآ خِرَةِ وَيَجْعَلُنَا مِنْ حِزْ بِهِمْ وَيَرْزُ قُنَا مَحَبَّتَهُمْ وَيَتَوَفَّانَا عَلَى مِلَّتِهِمْ وَيَحْشُرُنَافِى زُمْرَ تِهِمْ . فِى خَيْرٍ وَ لُطْفٍ وَعَافِيَةٍ , بِسِرِ الْفَا تِحَةْ

اَلْفَاتِحَةُ اِلَى رُوْحِ سَيِّدِنَا الْمُهَا جِرْ اِلَى اللهِ اَحْمَدْ بِنْ عِيْسَى وَاِلَى رُوْحِ سَيِّدِنَااْلاُ سْتَاذِ اْلاَعْظَمِ اَلْفَقِيْهِ الْمُقَدَّمِ , مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيّ بَاعَلَوِيْ وَاُصُوْلِهِمْ وَفُرُوْعِهِمْ , وَذَوِىْ الْحُقُوْقِ عَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ اَنَّ اللهَ يَغْفُرُ لَهُمْ وَيَرْ حَمُهُمْ وَيُعْلِيْ دَرَجَاتِهِمْ فِى الْجَنَّةِ , وَيَنْفَعُنَا بِاَسْرَارِهِمْ وَاَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْ مِهِمْ فِى الدِّ يْنِ وَالدُّنْيَاوَاْلاَخِرَةِ . (اَلْفَا تِحَةُ)

اَلْفَاتِحَةُ اِلَى رُوْحِ سَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَبَرَكَاتِنَا صَاحِبِ الرَّاتِبِ قُطْبِ اْلاَنْفَاسِ اَلْحَبِيْبِ عُمَرْ بِنْ عَبْدِالرَّحْمَنِ الْعَطَّاسْ , ثُمَّ اِلَى رُوْحِ الشَّيْخِ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللهِ بَارَاسْ , ثُمَّ اِلَى رُوْحِ اَلْحَبِيْب عَبْدُالرَّحْمَنِ بِنْ عَقِيْل اَلْعَطَّاسْ , ثُمَّ اِلَى رُوْحِ اَلْحَبِيْب حُسَيْن بِنْ عُمَرْ اَلْعَطَّاسْ وَاِخْوَانِهِ ثُمَّ اِلَى رُوْحِ عَقِيْل وَعَبْدِ اللهِ وَصَا لِحْ بِنْ عَبْدُالرَّحْمَنِ اَلْعَطَّاسْ ثُمَّ اِلَى رُوْحِ اَلْحَبِيْب عَلِيِّ بْنِ حَسَنْ اَلْعَطَّاسْ ثُمَّ اِلَى رُوْحِ اَلْحَبِيْب اَحْمَدْ بِنْ حَسَنْ اَلْعَطَّاسْ وَاُصُوْلِهِمْ وَفُرُوْعِهِمْ وَذَوِى الْحُقُوْقِ عَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ اَنَّاللهَ يَغْفِرُ لَهُمْ وَيَرْ حَمُهُمْ وَيُعْلِى دَرَجَا تِهِمْ فِى الْجَنَّةِ وَيَنْفَعُنَا بِاَسْرَارِهِمْ وَاَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْ مِهِمْ وَنَفَحَا تِهِمْ فِى الدِّ يِنِ وَالدُّ نْيَاوَاْلآخِرَةِ ( اَلْفَا تِحَةْ)

اَلْفَاتِحَةُ اِلَى اَرْوَحِ اْلاَوْالِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّا لِحِيْنَ . وَاْلاَ ئِمَّةِ الرَّاشِدِ يْنَ وَاِلَى اَرْوَاحِ وَالِدِيْنَا وَمَشَا يِخِنَا وَذَوِى الْحُقُوْقِ عَلَيْنَا وَعَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ , ثُمَّ اِلَى اَرْوَاحِ اَمْوَاتِ اَهْلِ هَذِهِ الْبَلْدَةِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَنَّ اللهَ يَغْفِرُلَهُمْ وَيَرْحَمُهُمْ وَيُعْلِى دَرَجَاتِهِمْ فِى الْجَنَّةِ وَيُعِيْدُ عَلَيْنَا مِنْ اَسْرَ ارِهِمْ وَانْوَ ارِهِمْ وَعُلُوْ مِهِمْ وَبَرَكَاتِهِمْ فِى الدِّ يْنِ وَالدُّ نْيَا وَاْلآ خِرَةِ . (اَلْفَاتِحَةْ).

اَلْفَاتِحَةُ بِالْقَبُوْلِ وَتَمَامِ كُلِّ سُوْلٍ وَمَأْمُوْلٍ وَصَلاَحِ الشَّأْنِ ظَا هِرًا وَبَا طِنًافِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ دَافِعَةً لِكُلِّ شَرٍّجَالِبَةً لِكُلِّ خَيْرٍ , لَنَا وَلِوَ الِدِيْنَا وَاَوْلاَدِنَاوَاَحْبَا بِنَا وَمَشَا ئِخِنَا فِى الدِّ يْنِ مَعَ اللُّطْفِ وَالْعَا فِيَةِ وَعَلَى نِيَّةِ اَنَّ اللهَ يُنَوِّرُ قُلُوْ بَنَا وَقَوَ الِبَنَا مَعَ الْهُدَى وَالتَّقَى وَالْعَفَافِ وَالْغِنَى . وَالْمَوْتِ عَلَى دِيْنِ اْلاِسَلاَمِ وَاْلاِ يْمَانِ بِلاَ مِحْنَةٍ وَلاَ اِمْتِحَانٍ , بِحَقِّ سَيِّدِ نَاوَلَدِ عَدْ نَانِ , وَعَلَى كُلِّ نِيَّةٍ صَالِحَةٍ .وَاِلَى حَضْرَةِ النَِّبيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ (اَلْفَاتِحَةْ)

Kemudian membaca :

بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَا لَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِىءُ مَزِيْدَهُ, يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِىْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَا نِكْ, سُبْحَا نَكَ لاَ نُحْصِيْ ثَنَا ءً عَلَيْكَ اَنْتَ كَمَا اَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ, فَلَكَ الْحَمْدُ حَتىَّ تَرْضَى, وَلَكَ الْحَمْدُ اِذَارَضِيْتَ, وَلَكَ الْحَمْدُ بَعْدَ الرِّضَى. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى اْلاَوَّلِيْنَ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنّا مُحَمَّدٍ فِى اْلآ خِرِيْنَ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ, وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى الْمَلَإِ اْلاَ عْلَى اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ حَتىَّ تَرِثَ اْلاَرْضَ وَمَنْ عَلَيْهَا وَاَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِيْنَ. اَللَّهُمَّ اِنَّا نَسْتَحْفِظُكَ وَنَسْتَوْ دِعُكَ اَدْيَا نَنَا وَاَنْفُسَنَا وَاَمْوَ الَنَا وَاَهْلَنَا وَكُلَّ ثَيْءٍ اَعْطَيْتَنَا. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا وَاِيَّا هُمْ فِى كَنَفِكَ وَاَمَانِكَ وَعِيَاذِكَ, مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَرِيْدٍ وَجَبَّارٍ عَنِيْدٍ وَذِىْ عَيْنٍ وَذِيْ بَغْيٍ وَذِيْ حَسَدٍ وَمِنْ شَرِّ كَلِّ ذِيْ شَرٍّ, اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شّيْىءٍ قَدِيْرُ. اَللَّهُمَّ جَمِّلْنَا بِالْعَا فِيَةِ وَالسَّلاَ مَةِ, وَحَقِقْنَا بِااتَقْوَى وَاْلاِسْتِقَامَةِ وَاِعِذْنَا مِنْ مُوْ جِبَا تِ النَّدَا مَةِفِى اْلحَالِ وَاْلمَالِ, اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ. وَصَلِّ اللَّهُمَّ بِجَلاَلِكَ وَجَمَالِكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ, وَارْزُقْنَا كَمَالَ اْلمُتَا بَعَةِ لَهُ ظَا هِرًا وَبَا طِنًا يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ, بِفَضْلِ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمُ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَلْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ

Makna Ratib

Perkataan Ratib mempunyai banyak erti. Ratib yang dimaksudkan di sini berasal dari perkataan (rattaba) bererti mengaturkan atau menyusun. Ratib adalah sesuatu yang tersusun, teratur dengan rapinya. Sembahyang sunnah Rawatib adalah antara sembahyang-sembahyang sunnah yang diamalkan pada waktu-waktu yang tertentu oleh Nabi s.a.w. Ratib al-Attas mengandungi zikir, ayat-ayat al-Quran dan doa-doa yang telah sedia tersusun oleh al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas yang juga dibaca pada waktu-waktu yang tertentu.

Istilah Ratib digunakan kebanyakkannya di negeri Hadhramaut dalam menyebut zikir-zikir yang biasanya pendek dengan bilangan kiraan zikir yang sedikit (seperti 3, 7, 10, 11 dan 40 kali), senang diamalkan dan dibaca pada waktu-waktu yang tertentu iaitu sekali pada waktu pagi dan sekali pada waktu malam. Terdapat Ratib al-Haddad, Ratib al-Aidrus, Ratib al-Muhdhor dan lain-lain.

Keutamaan Ratib

Berkata sebilangan ulama ahli salaf, antara keutamaan ratib ini bagi mereka yang tetap mengamalkannya, adalah dipanjangkan umur, mendapat Husnul-Khatimah, menjaga segala kepunyaannya di laut dan di bumi dan senantiasa berada dalam perlindungan Allah.

Bagi mereka yang mempunyai hajat yang tertentu, membaca ratib pada suatu tempat yang kosong dengan berwuduk, mengadap kiblat dan berniat apa kehendaknya, Insya-Allah dimustajabkan Allah. Para salaf berkata ia amat mujarrab dalam menyampaikan segala permintaan jika dibacanya sebanyak 41 kali.

Antara kelebihan ratib ini adalah, ia menjaga rumahnya dan 40 rumah-rumah jirannya dari kebakaran, kecurian dan terkena sihir.

As-Syeikh Ali Baras berkata: “Apabila dibaca dalam suatu kampung atau suatu tempat, ia mengamankan ahlinya seperti dijaga oleh 70 pahlawan yang berkuda. Ratib ini mengandungi rahsia-rahsia yang bermanfaat. Mereka yang tetap mengamalkannya akan diampunkan Allah dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di laut.”

Bagi mereka yang terkena sihir dan membaca ratib, Insya-Allah diselamatkan Allah dengan berkat Asma’ Allah, ayat-ayat al-Quran dan amalan Nabi Muhammad s.a.w.

Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Mohsen bin Husein al-Attas berkata: “Mereka yang mengamalkan ratib dan terpatuk ular nescaya tidak akan terjadi apa-apa pada dirinya. Bagi orang yang takut nescaya akan selamat dari segala yang ditakuti. Pernah ada seorang yang diserang oleh 15 orang pencuri dan dia selamat.”

Pernah datang satu kumpulan mengadu akan hal mereka yang dikelilingi musuh. Al-Habib Husein menyuruh mereka membaca ratib dan beliau jamin Insya-Allah mereka akan selamat.

Ada sebuah kampung yang cukup yakin dengan Habib Umar al-Attas dan tidak tinggal dalam membaca ratibnya. Kecil, besar, tua dan muda setiap malam mereka membaca ratib beramai-ramai dengan suara yang kuat. Kebetulan kampung itu mempunyai musuh yang hendak menyerang mereka. Kumpulan musuh ini menghantar seorang pengintip untuk mencari rahsia tempat mereka supaya dapat diserang. Kebetulan pada waktu si pengintip datang dengan sembunyi-sembunyi mereka sedang membaca ratib dan sampai kepada zikir:

Ertinya: Dengan nama Allah, kami beriman kepada Allah dan barang siapa yang beriman kepada Allah tiada takut baginya!

Mendengar tiada takut baginya, dan diulangi sampai tiga kali, si pengintip terus menjadi takut dan kembali lalu menceritakan kepada orang-orangnya apa yang dia dengar dan mereka tidak jadi menyerang. Maka selamatlah kampung itu.

Nama-nama Ratib

Ratib al-Habib Umar bin Abdurrahman ini mempunyai banyak nama. Antaranya adalah:

Ertinya: Sesuatu yang sukar diperolehi dan kunci bagi pintu penghubung kepada Allah. Nama inilah yang dipilih oleh al-Habib Muhammad bin Salem al-Attas apabila menyusun Ratib al-Habib Umar dalam bahasa Arab, Melayu dan Tamil.

Ertinya: Kubu yang kukuh.

Ertinya: Belerang yang merah. Satu istilah bagi mentafsirkan sesuatu benda yang amat berharga yang sukar didapati pada sebarang waktu atau tempat.

Ertinya: Pati segala zikir.

Ertinya: Magnet rahsia-rahsia bagi mereka yang tetap mengamalkannya pada waktu malam dan siang.

Ertinya: Penawar bagi racun yang mujarrab. Menurut kata al-Habib Husein bin Abdullah al-Attas, nama ini dinamakan oleh gurunya al-Habib Ahmad bin Hasan apabila menerangkan kelebihan Ratib al-Habib Umar.

Ertinya: Sumber pencapaian dan kunci bagi pintu penghubung kepada Allah. Nama ini hanya terdapat di Tajul A’ras oleh al-Habib Ali bin Husein yang menerangkan bahawa dalam kitab al-Qirtas yang beliau perolehi tertulis nama Ratib al-Attas sebagai Manhal al-Manal dan tidak Azizul Manal.

Sejarah Ratib

Ratib ini dikarang oleh al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas dan sekarang telah berusia kira-kira 400 tahun. Ratib ini sehingga kini banyak dibaca di negara-negara seperti di Afrika termasuk Darussalam, Mombassa dan Afrika Selatan. Juga di England, Burma (Myanmar), India dan negara-negara Arab. Di Afrika ia disebarkan oleh murid-murid al-Habib Ahmad bin Hasan seperti al-Habib Ahmad Masyhur al-Haddad dan lain-lain. Di India, Kemboja dan Burma oleh al-Habib Abdullah bin Alawi al-Attas. Sehingga sekarang kumpulan-kumpulan ratib al-Habib Umar atau Zawiyah masih diamalkan di Rangoon dan di beberapa daerah di Burma. Tetapi mereka lebih terkenal di sana dengan Tariqah al-Attasiyah.

Ratib ini telah lama sampai di Malaya, Singapura, Brunei dan Indonesia. Antara keterangan ratib ini yang diterbitkan dalam bahasa Melayu di Singapura adalah sebuah kitab kecil yang bernama Fathu Rabbin-Nas yang dikarang oleh al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Mohsen bin Husein al-Attas. Tarikh selesai karangan ini adalah pada pagi Jumaat 20hb Jumadil Awal 1342 (20hb Disember 1923). Ia diterbitkan dengan perbelanjaan C.H Kizar Muhammad Ain Company pengedar kain pelekat cap kerusi yang beribu pejabat di Madras, India dan dicetak oleh Qalam Singapura.

Pada tahun 1939, al-Habib Muhammad bin Salim al-Attas telah menerbitkan sebuah kitab yang bernama Miftahul Imdad yang dicetak di Matbaah al-Huda di Pulau Pinang. Kitab ini mengandungi wirid-wirid datuk beliau al-Habib Ahmad bin Hasan al-Attas tetapi terdapat juga ratib al-habib Umar bin Abdurrahman al-Attas di dalamnya.

Mengikut al-Habib Muhammad bin Salem al-Attas, al-Habib Hasan bin Ahmad al-Attas pada suatu masa dahulu telah mencetak Ratib al-Attas menerusi percetakannya Mutaaba’ah al-Attas (Al-Attas Press) yang pejabatnya terletak di Wadi Hasan, Johor Bahru, Malaysia. Percetakan ini bergiat di Johor pada kira-kira tahun 1927.

Waktu membaca Ratib al-Attas

Disebutkan di dalam kitab al-Qirtas: “Telah menjadi tradisi bagi para sesepuh kami, khususnya tradisi dari al-Habib Husein bin Umar membaca Ratib al-Attas adalah setelah solat Isya’. Kebiasaan itu dilakukan oleh Habib Husein beserta pengikut-pengikutnya secara turun-temurun kecuali di bulan Ramadhan. Adapun di bulan Ramadhan bacaan ratib itu dibaca sebelum solat Isya’. Tetapi bagi yang gemar berzikir banyak yang membaca ratib al-Attas ini di waktu pagi dan di waktu sore, sebab di antara kalimat-kalimat yang dizikirkan ada zikir-zikir yang disunnahkan untuk membacanya di waktu pagi dan di waktu sore seperti tertera di dalam hadis-hadis Nabi s.a.w.

Dikatakan oleh Habib Ali bin Hasan al-Attas di dalam kitab al-Qirtas bahawa Habib Umar suka membaca ratibnya secara rahsia tanpa suara, sebab beliau menginginkan bacaan ratibnya itu lebih berkesan di hati yang membacanya dan lebih ikhlas karena Allah. Hal itu sesuai dengan firman Allah:

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. (Al A’raf: 205)

Dan firman Allah:

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (Luqman: 19)

Jika ratib al-Attas ini dibaca secara berkelompok, maka hendaklah dibaca dengan suara yang tiada terlalu keras dan tiada terlalu pelan, sesuai dengan firman Allah:

“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam solatmu dan janganlah pula selalu merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara keduanya”. (Al-Isra’: 110)

Ratib Habib Umar

Ratib Habib Umar yang diberi nama Azizul Manal Wa Fathu Bab al-Wisol seperti dikatakan oleh Habib Ali bin Hasan al-Attas di dalam kitab al-Qirtas bagian kedua juz pertama: “Ratib Habib Umar merupakan hadiah yang tertinggi dari Allah bagi umat Islam lewat Habib Umar.” Peninggalan beliau yang paling mahal hanyalah ratib yang beliau tinggalkan bagi umat ini. Ratib Habib Umar merupakan wirid yang banyak mendatangkan faedah bagi yang membacanya setiap waktu, terutama bagi yang sedang menghadapi kesulitan. Al-Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi mengatakan bahawa Habib Umar banyak sekali menyebutkan akan keutamaan-keutamaan ratib ini. Pernah disebutkan bahawa ketika ada sekelompok orang datang kepada Habib Umar mengeluh kesulitan pencarian dan lamanya musim kemarau yang menimpa kepada mereka selama beberapa waktu. Mereka diperintah membaca Ratib beliau dan dzikir Tauhid. Setelah mereka mengerjakannya, maka dengan berkat bacaan itu, Allah memberi keluasan hidup bagi mereka.

Menurut Syeikh Ali Baras, jika Ratib Habib Umar dibacakan bagi penduduk suatu desa atau bagi suatu keluarga, maka desa itu atau keluarga itu akan dipelihara oleh Allah dengan peliharaan yang amat ketat. Selanjutnya Syeikh Ali berkata: “Pernah aku diceritai oleh sebagian orang bahawa ketika mereka takut menghadapi rampok yang akan menjarah rumah mereka, maka mereka membaca Ratib Habib Umar sehingga rumah mereka tidak sampai dijarah oleh kaum perampok itu meskipun jumlah mereka sebanyak 15 orang”.

Dipetik dari: Kelebihan Ratib: Huraian Ratib al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas, oleh Syed Hassan bin Muhammad al-Attas, Masjid Ba’alwi Singapura, terbitan Hamid Offset Service.

Sepuluh Perkara Yang Menolak Akibat Buruk Dosa

Tokoh besar dunia Islam, al-Imām al-Ḥafiz al-Muhāddith al-Faqīh al-Mufassir al-Mujaddid [kurun ke-9] Jalāl al-Dīn ʿAbd al-Raḥmān al-Suyūṭī al-Shāfiʿī al-Ashʿarī al-Shādzilī (w.911H) berkata di dalam kitab fatwanya yang masyhur “al-Ḥāwī li al-Fatāwī”, Jilid 2/2, ms.228:

وَقَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ: مَنْ فَعَلَ سَيِّئَةً فَإِنَّ عُقُوبَتَهَا تُدْفَعُ عَنْهُ بِعَشَرَةِ أَشْيَاءَ: أَنْ يَتُوبَ فَيُتَابَ عَلَيْهِ، أَوْ يَسْتَغْفِرَ فَيُغْفَرَ لَهُ، أَوْ يَعْمَلَ حَسَنَاتٍ فَتَمْحُوَهَا، فَإِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ، أَوْ يُبْتَلَى فِي الدُّنْيَا بِمَصَائِبَ فَتُكَفِّرُ عَنْهُ، أَوْ فِي الْبَرْزَخِ بِالضَّغْطَةِ وَالْفِتْنَةِ، فَتُكَفِّرُ عَنْهُ، أَوْ يَدْعُو لَهُ إِخْوَانُهُ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَيَسْتَغْفِرُونَ لَهُ، أَوْ يَهْدُونَ لَهُ مِنْ ثَوَابِ أَعْمَالِهِمْ مَا يَنْفَعُهُ، أَوْ يُبْتَلَى فِي عَرَصَاتِ الْقِيَامَةِ بِأَهْوَالٍ تُكَفِّرُ عَنْهُ، أَوْ تُدْرِكُهُ شَفَاعَةُ نَبِيِّهِ، أَوْ رَحْمَةُ رَبِّهِ، انْتَهَى.

“Dan sebahagian para ulama’ telah berkata: Barang siapa yang melakukan satu kesalahan/ kejahatan/ dosa, maka akibat [dosa]nya dapat dihalang dengan sepuluh (10) perkara:

1. Dia bertaubat, maka taubatnya itu diterima, atau

2. Dia beristighfar (memohon keampunan daripada Allah), maka dia ampunkan, atau

3. Dia melakukan beberapa kebaikan, maka kebaikan-kebaikan tersebut menghapuskannya [dosanya itu]. “Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu menghapuskan kesalahan-kesalahan,” atau

4. Dia ditimpa bala’ di dunia ini dengan beberapa musibah, maka kesusahan itu menjadi kaffārah (penghapus dosa) baginya, atau

5. Di alam barzakh nanti, dia akan dihimpit dan diuji, maka itu menjadi kaffārah (penghapus dosa) baginya, atau

6. Saudara-saudaranya dari kalangan orang beriman mendoakannya dan memohon keampunan baginya, atau

7. Mereka menghadiahkan kepadanya pahala-pahala amalan mereka yang dapat memberi manfaat kepadanya, atau

8. Dia akan ditimpa dengan bala’/ kepayahan di tempat-tempat perjalanan hari kiamat dengan perkara-perkara yang dahsyat/ menakutkan, atau

9. Dia diselamatkan dengan syafa’at Nabinya صلى الله عليه وآله وسلم, atau

10. Dia diselamatkan oleh rahmat Tuhannya semata-mata.”

Rujukan: al-Suyūṭī (w.911H): “al-Ḥāwī li al-Fatāwī fī al-Fiqh wa ʿUlūm al-Tafsir wa al-Ḥadīth wa al-Uṣūl wa al-Naḥw wa al-Iʿrāb wa Sā’ir al-Funūn”, Jilid 2/2, ms:228. (Juzuk Fatwa Bertajuk: Ṭulūʿ al-Thurayyā bi Iẓhār Mā Kān Khafiyyā (طلوع الثريا بإظهار ما كان خفيا))

DUNIA UNTUK 7 GOLONGAN MANUSIA

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :

1. “Dunia ini adalah tempat bagi orang yang tidak memiliki tempat (di akhirat).

2. Dunia adalah harta bagi orang yang tidak memiliki harta (di akhirat).

3. Dunia ini hanya akan ditumpuk-tumpuk oleh orang yang tidak sempurna akalnya.

4. Hanya orang yang tidak faham sajalah yang akan sibuk dengan kesenangan dunia.

5. Hanya orang yang tidak berilmu sajalah yang akan merasa bersedih karena dunia.

6. Hanya orang yang tidak memiliki nurani sajalah yang akan dengki dalam masalah dunia.

7. Hanya orang yang tidak punya keyakinan kepada Allah sajalah yang menjadikan dunia sebagai tujuannya.”


Hadits tersebut tidak melarang manusia untuk berusaha dalam mengurusi keduniawian, tetapi hendaknya tidak sampai melupakan urusan akhirat yang menjadi tujuan utama.

Dalam hadits lain Rasulullah 
صلى الله عليه وسلم bersabda :

“Jika seseorang berusaha mencari nafkah untuk kepentingan anaknya yang masih kecil, maka dia berada di jalan Allah. Jika seseorang berusaha mencari nafkah untuk kepentingan kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka dia berada di jalan Allah. Jika seseorang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan dirinya agar tidak meminta-minta, maka dia berada di jalan Allah. Jika ada seseorang mencari nafkah dengan tujuan riya’ dan untuk bermegah-megahan, maka dia berada di jalan setan.” (HR. Thabarani).


Thursday, June 1, 2023

SYEIKH MUHAMMAD ALI ABDUR RASYID AS-SUMBAWI – KADI SUMBAWA

Koleksi penyelidikan ALLAHYARHAM Haji Wan Mohd. Shaghir Abdullah

DALAM percakapan, beberapa catatan dan penulisan kitab Melayu/Jawi memang dijumpai beberapa nama ulama yang berasal dari Pulau Sumbawa ini.

Di antara mereka antaranya; Syeikh Idris bin Utsman as-Sumbawi, Syeikh Muhammad Zainuddin bin Muhammad Badawi as-Sumbawi, dan ramai lagi. Nama ulama ini, mulai penulis kesan daripada sebuah karyanya berjudul, Al-Yawaqitu wal Jawahir yang ditulis pada 1243 H/1827 M.

Beberapa maklumat tentang beliau, penyelidikan awal dapat diketahui dan dipetik daripada dua buah karyanya iaitu, satu di antaranya ialah Al-Yawaqitu wal Jawahir, di bahagian tepi atau pinggirnya turut dicetak sebuah kitab berjudul ‘Uqudul Lujjain fi Huquqiz Zaujain.

Buat pertama kali tentang ulama yang berasal dari Pulau Sumbawa ini, penulis tulis dalam buku berjudul Perkembangan Ilmu Fiqh dan Tokoh-Tokohnya di Asia Tenggara, jilid 1 (cetakan pertama, C.V.Ramadhani, hlm :127-128). Kemudian penulis singgung dengan agak ringkas dalam buku Penyebaran Thariqat-Thariqat Shufiyah Mu’tabarah di Dunia Melayu (cetakan pertama, Khazanah Fathaniyah, 2000, hlm : 113-114).

Daripada bahan-bahan bertulis tersebut, dapat diambil kesimpulan bahawa ulama yang berasal dari Sumbawa yang diriwayatkan ini, nama lengkapnya ialah Syeikh Muhammad Ali bin Abdur Rasyid bin Abdullah al-Qadhi al-Jawi as-Sumbawi. Beliau hidup sezaman dengan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani. Bahkan pada sektor penerimaan Thariqat Syaziliyah, kedua-dua ulama tersebut adalah seperguruan. Kedua-duanya menerima bai’ah dari Syeikh Muhammad Shalih bin Ibrahim ar-Rais (1187 H/1773 M-1240 H/1824 M).

KARYA

Hanya sebuah yang telah pasti karyanya, kerana namanya terdapat pada kitab itu, sedang sebuah lagi diduga juga karya beliau. Karya yang telah pasti itu diberi judul lengkap ialah Al-Yawaqitu wal Jawahir fi ‘Uqubati Ahlil Kabair. Dan kitab yang masih belum jelas hasil karya beliau ataupun tidak, tetapi sentiasa dicetak kombinasi dengan Al-Yawaqitu wal Jawahir diberi judul, ‘Uqudul Lujjain fi Huquqiz Zaujain.

Ada pun karya beliau yang pertama Al-Yawaqitu wal Jawahir adalah terjemahan hadis targhib dan tarhib yang berasal daripada karangan Syeikh Abdul Wahhab as-Sya’rani. Yang diutamakan ialah menceritakan seksaan orang yang melakukan dosa besar, yang terdiri dari Dua Belas Bab.

– Bab Yang Pertama: Pada Menyatakan Seksaan Orang Yang Meninggalkan Sembahyang

– Bab Yang Kedua: Pada Menyatakan Seksaan Orang Yang Durhaka Bagi Ibu dan Bapanya

– Bab Yang Ketiga: Pada Menyatakan Seksaan Orang Yang Minum Arak dan Tuak

– Bab Yang Keempat: Pada Menyatakan Seksaan Orang Yang Berzina

– Bab Yang Kelima: Pada Menyatakan Seksaan Orang Yang Liwat

– Bab Yang Keenam: Pada Menyatakan Seksaan Orang Yang Makan Riba

– Bab Yang Ketujuh: Pada Menyatakan Seksaan Orang Yang Meratap

– Bab Yang Kelapan: Pada Menyatakan Seksaan Orang Yang Tiada Mengeluarkan Zakat Hartanya

– Bab Yang Kesembilan: Pada Menyatakan Seksaan Orang Yang Membunuh Orang Islam

– Bab Yang Kesepuluh: Pada Menyatakan Hak Perempuan Atas Lakinya dan Hak Laki Atas Isterinya

– Bab Yang Kesebelas: Pada Menyatakan Susah dan Kesakitan Pada Hari Kiamat

– Bab Yang Keduabelas: Pada Menyatakan Sifat Syurga dan Orang Di Dalam Syurga.


Al-Yawaqitu wal Jawahir diselesaikan hari Isnin, sesudah Asar, 18 Zulkaedah 1243 H. Terdapat berbagai-bagai edisi cetakan Al-Yawaqitu wal Jawahir, di antaranya cetakan mutawal oleh Matba’ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah, Matba’ah al-‘Amirah al-Islamiyah, Matba’ah Fathul Karim al-Islamiyah, 1310 H, cetakan pertama Matba’ah at-Taraqqil Majidiyah, Mekah, 1329 H, Maktabah wa Matba’ah Sulaiman Mar’i Singapura, Penang, Kota Bharu. Juga pernah dicetak oleh Maktabah wa Matba’ah al-Ma’arif Pulau Pinang dan lain-lain.

Penerbitan-penerbitan awal kitab Al-Yawaqitu wal Jawahir ditashhih oleh Syeikh Ahmad al-Fathani dan terbitan-terbitan mutakhir ditashhih oleh Syeikh Ilyas Ya’qub al-Azhari (Indonesia).

Pada mukadimah Al-Yawaqitu wal Jawahir Syeikh Muhammad Ali as-Sumbawi dinyatakan, “Kemudian daripada itu, maka tatkala adalah pada tahun 1243 daripada tahun hijrah Nabi s.a.w. atas yang mempunyai dia yang terlebih afdhal rahmat dan yang terlebih suci haluannya, telah menuntut daripada hamba yang fakir, lagi hina, yang mengaku berdosa, lagi taqshir, iaitu Muhammad Ali bin Abdur Rasyid bin Abdullah al-Qadhi al-Jawi as-Sumbawi yang ada diam di Makkatul Musyarrafah; oleh setengah daripada orang yang mempunyai kelebihan, lagi mulia, iaitu setengah daripada sahabat kami. Bahwasanya hamba terjemahkan kitab syeikh yang alim, iaitu Syeikh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani yang dinamakan dia Al-Yawaqitu dan Jawahir pada menyatakan seksaan segala orang yang berdosa yang besar, sekalian kesusahan, dan kesakitan pada hari kiamat, dan pada menyatakan sifat Syurga, dan sekalian orang yang di dalam Syurga, daripada bahasa Arab kepada bahasa Jawi. Maka hamba perkenankan dengan yang demikian itu” (petikan hlm: 2-3, cetakan pertama, Matba’ah at-Taraqqil Majidiyah, Mekah,1329 H).

Ada pun karya Syeikh Muhammad Ali as-Sumbawi yang satu lagi, iaitu Uqudul Lujjain fi Huquqiz Zaujain, kandungan keseluruhannya merupakan akhlak atau adab isteri kepada suaminya. Adalah merupakan ancaman yang sangat keras terhadap isteri yang durhaka kepada suaminya. Walaupun kedua-dua karya Syeikh Muhammad Ali as-Sumbawi yang tersebut di atas dapat dikategorikan kepada hadis targhib dan tarhib, namun tidak dapat dinafikan bahawa Syeikh Muhammad Ali as-Sumbawi adalah seorang ulama fiqhi (Faqih) dan ulama shufi ahlit Thariqah.

PENDIDIKAN, PERSAHABATAN DAN MURID

Sewaktu belajar di Mekah, Syeikh Muhammad Ali bin Abdur Rasyid as-Sumbawi adalah seperguruan dengan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani. Di antara guru Syeikh Muhammad Ali as-Sumbawi yang telah pasti ialah, Syeikh Muhammad Shalih bin Ibrahim ar-Rais. Mengenai ini ada dinyatakan oleh seorang muridnya bernama Syeikh Umar ibnu Umaju’ Mempawah (Kalimantan Barat), dalam sebuah manuskrip mengenai Thariqat Syaziliyah.

Dipercayai bahawa Syeikh Muhammad Ali as-Sumbawi bersahabat dengan Syeikh Idris bin Utsman as-Sumbawi. Syeikh Idris bin Utsman as-Sumbawi pula adalah pernah menerima Thariqat Khalwatiyah-Sammaniyah daripada Syeikh Shiddiq bin Umar Khan, juga tarekat yang sama kepada Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani. Oleh sebab Syeikh Shiddiq bin Umar Khan juga guru kepada Syeikh Muhammad Nafis bin Idris al-Banjari, maka dipercayai ulama yang berasal dari Banjar ini juga bersahabat dengan Syeikh Muhammad Ali as-Sumbawi.

Daripada maklumat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahawa Syeikh Muhammad Ali bin Abdur Rasyid bin Abdullah al-Qadhi al-Jawi as-Sumbawi sekurang-kurangnya mengamalkan tiga jenis tarekat shufiyah, ialah Thariqat Syaziliyah, Thariqat Khalwatiyah-Sammaniyah dan Thariqat Syathariyah.

Mengenai muridnya pula, selain Syeikh Umar ibnu Umaju’ Mempawah, termasuk juga seorang ulama Sumbawa yang sangat terkenal ialah al-Alim al-Allamah al-Fahamah asy-Syeikh Muhammad Zainuddin as-Sumbawi. Beliau ini juga murid Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani dan menerima bai’ah Thariqat Syathariyah daripada ulama Pattani tersebut.

Syeikh Muhammad Zainuddin as-Sumbawi sekurang-kurang menghasilkan dua buah karangan dalam bahasa Melayu yang terkenal di peringkat seluruh dunia Melayu, ialah Sirajul Huda (mengenai ‘aqidah) dan Minhajus Salam (mengenai fiqh). Kedua-dua kitab yang tersebut masih terdapat di kedai-kedai kitab di seluruh dunia Melayu.

=============================================

Al-Fatihah...

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـنِ ٱلرَّحِيم ۞ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَـلَمِين۞ ٱلرَّحْمَـنِ ٱلرَّحِيم۞ مَـلِكِ يَوْمِ ٱلدِّين۞ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ۞ ٱهْدِنَا ٱلصِّرَطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ۞ صِرَطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ۞ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ ٱلضَّاۤلِّينَ۞ امين


Saturday, May 27, 2023

CARILAH ILMU

Sufyan Ats-Tsauri رحمة الله تعالى berkata ;

“Carilah oleh kalian Ilmu. Sungguh aku takut jika Ilmu itu keluar (dan meninggalkan) kalian kemudian berpindah kepada selain kalian hingga kalian pun menjadi hina kerananya. Carilah oleh kalian Ilmu, kerana sesungguhnya Ilmu merupakan kemuliaan di dunia dan kemuliaan di akhirat.”

[ Jami' Bayanil Ilmi, hlm. 274 ]


Friday, May 26, 2023

KEPENTINGAN MAKRIFAT DAN HAKIKAT

Dalam pengajian subuh hari ini, al-Habib Umar menyentuh seputar Ilmu Tasawwuf dan ciri-ciri ahli Sufi.

Al-Habib Umar menekankan bahawa Ilmu Tasawwuf terbina dengan panduan al-Qur'an dan Sunnah, maka amat penting untuk seseorang yang hendak menempuh jalan kesufian untuk mempelajari ilmu pengetahuan bersama penyucian hati lalu mengamalkannya dengan sesempurna mungkin.

Antara ilmu yang penting untuk ditingkatkan dan diperdalami dalam perjalanan rohani menuju Allah ialah Ilmu Yaqin. Ia adalah sebuah ilmu yang mengajarkan manusia untuk mendaki tangga demi tangga untuk mencapai makrifat yang khusus (المعرفة الخاصة) dan kecintaan yang sejati (المحبة الخالصة) yang dengannya dapat menyampaikan manusia kepada Allah (الوصول الى الله).

Ilmu tersebut terdapat pada ahli yaqin dari kalangan orang-orang yang mempunyai ilmu yang mendalam (الراسخون في العلم) dan para Awliya' Allah. 

Kebanyakan para wali-wali Allah dari kalangan umat ini adalah berada pada tahap ainul yaqin.

Ilmu tersebut membincangkan berkenaan cara untuk meningkatkan rohani dari ilmu yaqin menuju ainul yaqin kemudian meningkat kepada haqqul yaqin. Ilmu yaqin merangkumi tawhid pada peringkat yang tinggi.

Sufi yang sebenar adalah yang mencapai sekurang-kurangnya ainul yaqin iaitu menjadi hamba yang menyaksikan Allah. Di sebalik pandangan matanya ke dunia, mata hatinya melihat Allah. Inilah yang dipanggil sebagai Ihsan iaitu menjadi hamba Allah seolah-olah melihat Allah.

Seseorang yang tidak sampai kepada ainul yaqin, maka dia tidak disebut sebagai Sufi akan tetapi dipanggil sebagai pelajar ilmu Tasawwuf (mutasawwif).

Adapun orang yang tidak memperuntukkan masanya untuk belajar Tasawwuf tapi mencintai para Sufi dan cuba meniru keadaan mereka maka mereka dipanggil sebagai muhibbin dan mutashabbih iaitu orang yang meniru keadaan ahli Sufi dengan hati yang mencintai.

Orang yang mengikut-ngikut orang Sufi yang mencapai ainul yaqin tetap mendapat manfaat walaupun tidak mencapai apa yang mereka capai kerana Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapa yang meniru sesuatu kaum, maka dia adalah termasuk dalam golongan mereka" dan sabda Rasulullah SAW, "Seseorang itu akan bersama dengan siapa yang dia cintai".

Seorang yang menempuh jalan kesufian hendaklah dari masa ke semasa meningkatkan pemahaman mengenai ilmu yaqin iaitu ilmu makrifat dan hakikat (ذوقا ومعرفة وتحققا).

Penempuh jalan kerohanian hendaklah jangan terhenti pada amalan zahir dan akhlak yang zahir semata-mata akan tetapi hendaklah dia mencari ilmu yang dapat meningkat kepada tahap rasa (tazawwuq) dan mencapai hakikat (tahaqquq).

Untuk mencapainya, seseorang itu hendaklah mencari orang yang dapat mengajarkannya ilmu yaqin yang dapat menjadikan dirinya mabuk dalam percintaan dengan Allah dan tenggelam dalam pengenalan kepada Allah.

Yaqin atau makrifat adalah perkara paling berharga yang turun ke dalam hati manusia. Maka ilmu yaqin adalah sesuatu yang sangat mulia untuk dituntut dan dicari. Amat sedikit orang yang memilikinya. Dalam 70,000 orang, hanya 1 orang yang dapat mencapainya. Namun ilmu itu tetap ada di sisi orang yang jujur perjalanannya dan benar tujuan hatinya dengan Allah.

Hendaklah mencari orang yang dapat menuangkan minuman makrifat ke dalam gelas hati kita. Rasa minuman itu adalah teramat lazat di sisi para Sufi.

Sesungguhnya setiap aspek dalam agama yang suci ini terdapat bahagian ilmu yaqin padanya. Dalam ilmu yaqin terdapat martabat yang berbeza-beza dan berperingkat-peringkat.

Seseorang itu pada permulaannya hanya mengetahui mengenai kewujudan ilmu yaqin tapi tidak pernah mempelajarinya, namun ilmu yaqinnya akan bertambah apabila dia mula mendengar penjelasan ilmu yaqin.

Pendengarannya kepada ilmu yaqin dengan tasdiq menyebabkan dirinya dapat menghidu haruman yang sangat wangi dari ilmu itu sehingga meningkat semangatnya untuk mencapai apa yang diketahuinya dan berkat kesungguhan dalam perjalanannya itu dapat menyampaikannya kepada ainul yaqin (seolah-olah melihat Allah) dan kemudian kepada haqqul yaqin.

Haqqul yaqin adalah kedudukan yang sangat tinggi dimana hatinya dapat merasakan kewujudan Allah yang bersama segala-galanya.

Telah berkata Allamatud Dunya, Habib Abdul Rahman Bilfaqih bahawa agama ini dilingkungi oleh lingkungan iman, islam, ihsan, ilmu dan yang melengkapkan kesemua itu adalah makrifat yang khusus dan kecintaan sejati kepada Allah.

Habib Abdullah bin Abu Bakar al-Aydarus mengatakan bahawa Sufi itu adalah orang yang menempuh perjalanan rohani sehingga hatinya sampai kepada Allah (السالك الواصل الذي تمّ سلوكه الى الله).

- Pengajian Subuh di Faydur Rahmah, Sungai Penchala, KL
Catatan oleh Iqbal Zain al-Jauhari, 25 Mei 2023


Thursday, May 25, 2023

ULAMA' YANG PALING DIBENCI OLEH ALLAH

وقال صل الله عليه وسلم : (سيكون من بعدي أمراء يكذبون ويظلمون فمن صدقهم بكذبهم وأعانهم على ظلمهم ليس مني ولست منه ولم يرد على الحوض)

Rasulullah صل الله عليه وسلم bersabda :

"Akan ada dari sebagian umara' (penguasa) yang pembohong dan dzolim, maka barangsiapa yang membenarkan dengan kebohongannya dan membantu atas kedzolimannya, maka dia tidak termasuk dari golonganku dan aku bukan termasuk darinya dan dia tidak akan mendapat telaga Haudh ku.”

وروى أبو هريرة رضي الله عنه انه قال صل الله عليه وسلم : (أبغض القراء إلى الله تعالى الذين يزورون الأمراء)

Dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa sesungguhnya Rasulullah صل الله عليه وسلم bersabda : 

"Ulama' yang paling dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ialah yang mendatangi penguasa.”

وفي.الخبر: (خير الأمراء الذين يأتون العلماء وشر العلماء الذين يأتون الأمراء). (١)

“Paling baiknya Penguasa adalah yang mendatangi Ulama' (untuk bimbingan Akhirat), dan paling buruknya Ulama' adalah yang mendatangi penguasa (mengharap duniawi).” <¹>

وفي الخبر: (العلماء أمناء الرسل على عباد الله مالم يخالطوا السلطان فإذا فعلوا ذالك فقد خانو الرسل فاخذروهم واعتزلوهم) رواه أنس رضي الله عنه.

“Ulama' adalah penyampai amanah Para Rasul kepada hamba Allah, dengan catatan dia (ulama') tidak berkerumun (bergaul) dengan penguasa, apabila mereka melakukan demikian (bergaul dengan pejabat/penguasa) ia telah mengkhianati para Rasul, maka berhati-hatilah kepada mereka dan tinggalkanlah mereka.”

[ Ihya' 'Ulumuddin ]


Syaitan Babi Hutan Di Dalam Hati

“Di dalam hati manusia terdapat dua ajakan :

Pertama : Ajakan Malaikat.
Ajakan Malaikat itu mengajak kepada kebaikan dan membenarkan kepada yang benar (haq) ; 

Kedua : Ajakan Musuh.
Ajakan musuh itu mengajak kepada kejahatan, mengingkari kebenaran dan melarang kepada kebajikan."


Yang demikian telah diriwayatkan oleh Sayyidina Abdullah bin Mas’ud رضي ﷲ عنه.

Imam Al-Hasan Al-Basri رضي ﷲ عنه berkata :

“Sesungguhnya kedua ajakan itu adalah kemahuan yang selalu mengitari hati manusia, kemahuan dari Allah dan dari musuh, hanya dengan sebab Rahmat Allah, seorang hamba mampu mengawal kemahuan-kemahuannya tersebut. Oleh kerana itu, apa-apa yang datang dari Allah hendaknya dipegang oleh manusia dengan erat-erat dan apa yang datang dari musuh, dilawannya kuat-kuat."

Mujahid رضي ﷲ عنه berkata ;
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ ;

مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ .

“Dari kejahatan bisikan syaitan yang biasa bersembunyi.”
(Surah an-Nas ; ayat 4).


"Bisikan itu mencengkam hati manusia, apabila manusia berzikir kepada Allah, maka syaitan itu akan melepaskan cengkamannya namun apabila manusia kembali lupa lalai cuai, maka syaitan itu akan kembali mencengkam hatinya."

Muqotil رضي ﷲ عنه berkata :

“Dia adalah syaitan yang berbentuk babi hutan yang mulutnya selalu menempel di hati manusia, dia masuk melalui jalan darah untuk menguasai manusia lewat hatinya. Apabila manusia melupakan Allah Ta'ala, dia menguasai hatinya dan apabila manusia sedang berzikir kepada Allah dia melepaskan dan keluar dari jasad manusia itu.“

[ Kitab Al Ghunyah al-Ghunyah ; 1/101,
Karya Sultanul Auliya Syeikh Muhyiddin Abdul Qadir al Jailani قدس ﷲ سره ]


UBUDIYAH

Maqamat Para Penempuh Jalan Sufi

Berfirman Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ ;

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ 

"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan (ajal)."
(Al-Hijr : ayat 99).

Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq قدس الله سره mengatakan :

"Ubudiyah adalah lebih sempurna daripada ibadah. Karena itu, pertama-tama adalah Ibadah, lalu Ubudiyah, dan akhirnya Abudah. Ibadah adalah amalan kaum awam, Ubudiyah adalah amalan kaum terpilih (khawash), dan Abudah adalah amalan kaum yang sangat terpilih (khawashul khawash)."

Beliau juga mengatakan :

"Ibadah adalah untuk orang yang memiliki Ilmu Yaqin, Ubudiyah untuk orang yang memiliki 'Ainul Yaqin dan Abudah adalah untuk orang yang memiliki Haqqul Yaqin."

Beliau juga berkomentar :

“Ibadah adalah untuk orang yang sedang berjuang keras (Mujahadah), Ubudiyah untuk orang yang sangat tahan menanggung kesukaran (Mukabidah), dan Abudah adalah sifat Ahli Musyahadah. Jadi, orang yang tidak mengeluh kepada Allah, jiwanya berada dalam keadaan Ibadah, dan siapa yang tidak bakhil jiwanya dialah pemilik Ubudiyah, dan siapa yang tidak bakhil Ruhnya, dialah pemilik Abudah."

Dikatakan ;

"Ubudiyah adalah menegakkan tindak-tanduk ketaatan yang sejati, dengan khusyu', memandang diri dengan mata yang terbatas, dan menyadari bahwa amal-amal kebajikan hanya dapat terlaksana berkat ketentuan takdir."

Dikatakan pula ;

"Ubudiyah berarti meninggalkan ikhtiar sendiri ketika menghadapi takdir Illahi."

Dikatakan pula ;

"Ubudiyah adalah mengosongkan diri dari keyakinan akan kekuatan dan kemampuan diri sendiri dan mengakui kekayaan serta anugerah yang diberikan-Nya kepadamu."

Juga dikatakan ;

"Ubudiyah adalah menyambut apa pun perintah diberikan kepadamu dan memisahkan dirimu dari apa pun yang engkau dilarang atasnya."

Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq 
قدس الله سره mengatakan ;

"Engkau akan menjadi hamba dari siapa pun yang mengikatmu. Jika engkau terikat kepada dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi hamba bagi dirimu sendiri. Jika engkau terikat pada kehidupan duniawi, maka engkau akan menjadi hamba bagi kehidupan duniawimu."

Rasulullah صلى الله عليه وسلم, bersabda :

تَعِس عَبْدُ الدِرْهَمِ ، تَعِسَ عَبْدُ الدَّيْنَارِ ، تَعِسَ عَبْدُ الخَمِيصَةِ .
[ أخرجه البخاري ]

"Celakalah hamba dirham, celakalah hamba dinar, celakalah hamba pakaian bagus."
(Riwayat Bukhari).

Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq 
قدس الله سره megatakan ;

"Sebagaimana Rububiyah sebagai sifat Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ, yang tak pernah sirna, maka Ubudiyah adalah sifat hamba yang tak pernah terpisah."

Sebagian Sufi bersyair :

"Jika kau tanya padaku,
aku berkata ;
"Inilah, aku hamba-Nya."
Dan jika mereka tanya kepada-Nya,
Dia berkata ;
"Inilah, dia hamba-Ku."

[ Risalah Qusyairiyah ]


Makna Kata Tasawuf dari Huruf-hurufnya

Sulthanul Auliya' As-Syaikh Asy-Syarif Abdul Qadir Al-Jaelani Al-Hasani Qs di dalam kitab Sir al-Asrar menguraikan makna TASAWUF dari huruf-hurufnya :

1. Huruf pertama adalah “TA” yang berarti Taubah

Pintu taubat adalah selalu merasa khawatir tentang kedudukan dirinya di sisi Allah. Pengertian taubat di sini meliputi dua macam taubat yakni Taubat Lahir dan Taubat Batin. Yang dimaksud dengan taubat lahir adalah menyesuaikan perbuatan dan perkataannya dengan ketaatan kepada Allah dan Nabi-Nya. Sedangkan taubat batin sama artinya dengan Tashfiyah al-Qalb, penyucian hati dari sifat-sifat yang tercela, untuk kemudian diganti dengan sifat-sifat yang terpuji. Inti dari taubat adalah mengerahkan hati sepenuhnya untuk sampai kepada tujuan utamanya, yakni Allah Al-Haq.

2. Huruf kedua adalah “SHAD” yang berarti “Shafa” yang berarti bersih dan bening

Makna shafa di sini juga meliputi dua macam shafa, yakni Shafa al-Qalb dan Shafa as-Sirr. Maksud dari shafa al-qalb adalah membersihkan hati dari sifat-sifat manusiawi yang kotor dan kenikmatan dunia, seperti banyak makan dan minum, banyak tidur, banyak bicara yang tidak berguna, cinta harta, dan lain lain. Untuk membersihkan hati dari yang demikian itu, caranya adalah dengan memperbanyak dzikir kepada Allah dengan suara jahr (keras) sampai pada tingkatan takut. Sesuai dengan firman Allah:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (سورة الأنفال: ٢)

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gementarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal. (QS. al-Anfaal: 2)

Sedangkan maksud dari shafa as-sirr adalah mencintai Allah dan menjauhi segala sesuatu selain Allah SWT dengan cara senantiasa melantunkan Asma’ Allah melalui lisannya secara sirr. Apabila keduanya telah dilaksanakan dengan sempurna maka, sempurnalah maqam huruf ‘shad’ ini.

3. Huruf ketiga adalah ‘WAW’ yang bermakna Wilayah

Yaitu keadaan suci dan hening yang ada pada jiwa kekasih Allah. Keadaan ini tergantung pada kesucian seseorang yang tercermin dalam QS. Yunus ayat 62 dan 64:

أَلآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ (سورة يونس: ٦٢)

Artinya : “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus:62)

لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ لاَتَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (سورة يونس: ٦٤)

Artinya : “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (QS. Yunus :64)

Orang yang sampai pada tahapan ini, mendapatkan kesadaran dan cinta sepenuhnya dari Allah, sehingga akhlaknya adalah akhlak-Nya. Dan segala tindak tanduknya bersesuaian dengan kehendak-Nya. Sebagaimana dalam hadits qudsi, Allah SWT. berfirman : “Jika Aku sudah mencintainya, Aku menjadi penglihatan, pendengaran, tangan, dan penolong baginya”.

Huruf yang terakhir adalah ‘FA’ yang melambangkan Fana di dalam kebesaran Allah, yaitu pengosongan dan penghapusan segala macam sifat-sifat manusia dengan menyatakan keabadian sifat-sifat Allah. Terlepas diri dari makhluk dan kediriannya serta sesuai dengan kehendak-Nya. Jika sudah demikian, maka ke-fana-an manusia akan abadi (baqa’) bersama Tuhannya dan keredhaan-Nya.

[ Kitab Sir al-Asrar ]